"Aku mati. Dibunuh oleh suamiku sendiri setelah semua penderitaan KDRT dan pengkhianatan. Kini, aku kembali. Dan kali ini, aku punya sistem."
Risa Permata adalah pewaris yang jatuh miskin. Setelah kematian tragis ayahnya, ia dipaksa menikah dengan Doni, anak kepala desa baru yang kejam dan manipulatif. Seluruh hidup Risa dari warisan, kehormatan, hingga harga dirinya diinjak-injak oleh suami yang berselingkuh, berjudi, dan gemar melakukan KDRT. Puncaknya, ia dibunuh setelah mengetahui kebenaran : kematian orang tuanya adalah konspirasi berdarah yang melibatkan Doni dan seluruh keluarga besarnya.
Tepat saat jiwanya lepas, Sistem Kehidupan Kedua aktif!
Risa kembali ke masa lalu, ke tubuhnya yang sama, tetapi kini dengan kekuatan sistem di tangannya. Setiap misi yang berhasil ia selesaikan akan memberinya Reward berupa Skill baru yang berguna untuk bertahan hidup dan membalikkan takdir.
Dapatkah Risa menyelesaikan semua misi, mendapatkan Skill tertinggi, dan mengubah nasibnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kde_Noirsz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 : Doni Wijaya Datang Menagih "Hutang"
Matahari baru saja naik sepenggalah di Desa Makmur, namun ketenangan di kediaman keluarga Permata terusik oleh deru mesin mobil yang kasar. Tiga buah mobil jip hitam berhenti tepat di depan gerbang utama, menghalangi jalan masuk. Dari dalam mobil, turunlah sekelompok pria berbadan tegap dengan wajah sangar, dipimpin oleh seorang pemuda yang sangat Risa kenali: Doni Wijaya.
Di kehidupan pertamanya, hari ini adalah hari di mana Risa jatuh cinta pada "kebaikan" palsu Doni. Saat itu, Doni datang seolah-olah ingin melerai anak buah ayahnya yang kasar, lalu berakting sebagai pahlawan yang melunasi hutang perusahaan Baskoro. Padahal, itu semua adalah skenario licik untuk menjerat Risa ke dalam pernikahan neraka.
Risa berdiri di balkon lantai dua, memerhatikan Doni yang sedang merapikan jaket kulitnya. Di sampingnya, Pak Baskoro tampak cemas.
"Risa, itu anak Pak Surya. Kenapa mereka membawa banyak orang?" tanya Baskoro dengan suara bergetar.
Risa menoleh ke arah ayahnya, memberikan senyuman yang menenangkan namun penuh misteri. "Tenang, Ayah. Mereka hanya badut yang sedang mencari panggung. Biar Risa yang mengurus mereka. Ayah cukup berdiri di belakangku dan jangan ucapkan sepatah kata pun, apa pun yang mereka katakan."
[SISTEM : DETEKSI ANTAGONIS - DONI WIJAYA.]
[LEVEL ANCAMAN : RENDAH (UNTUK SAAT INI).]
[MISI : PERMALUKAN DONI WIJAYA DI DEPAN UMUM & GAGALKAN SKENARIO 'PAHLAWAN PALSU'.]
[HADIAH : 300 POIN DENDAM & SKILL 'MATA KEGELAPAN' (DAPAT MELIHAT NIAT BUSUK SESEORANG).]
Risa turun ke lantai bawah dengan langkah yang anggun namun penuh penekanan. Setiap ketukan sepatunya di lantai marmer seolah menghitung mundur kehancuran lawannya.
Di halaman rumah, Doni Wijaya sedang berteriak-teriak sambil memegang secarik kertas. Beberapa warga desa mulai berkerumun di luar gerbang, penasaran dengan keributan di rumah orang terkaya di desa mereka.
"Pak Baskoro! Keluar! Jangan jadi pengecut!" teriak Doni. "Kami datang untuk menagih janji! Hutang perusahaan Anda sudah jatuh tempo!"
Risa membuka pintu depan dengan tenang. Ia berdiri di teras, menatap Doni dengan tatapan meremehkan yang belum pernah Doni lihat sebelumnya. Di kehidupan lalu, Risa akan menatapnya dengan penuh ketakutan dan kekaguman. Sekarang, tatapan itu membuat Doni merasa seperti serangga kecil.
"Suaramu terlalu berisik untuk pagi yang indah ini, Doni Wijaya," ujar Risa dingin.
Doni tertegun sejenak. Ia terpesona melihat kecantikan Risa yang tampak lebih bersinar hari ini, namun ada aura dingin yang membuatnya sedikit jengah. Ia segera kembali ke aktingnya.
"Ah, Risa... Maafkan kekasaran anak buah ayahku. Tapi bisnis tetaplah bisnis. Ayahmu meminjam dana darurat dari keluarga kami sebesar 5 Miliar rupiah untuk proyek ladang utara, dan jaminannya adalah rumah ini," ujar Doni sambil menunjukkan surat perjanjian yang ditandatangani... oleh Paman Hari.
Baskoro yang baru turun terkejut. "5 Miliar? Aku tidak pernah menandatangani itu!"
"Tapi adikmu, Hari Permata, yang menandatanganinya atas namamu, Pak Baskoro. Sebagai direktur operasional, dia punya kuasa," sahut Doni dengan senyum licik. "Jika tidak bisa bayar tunai hari ini, maka anak buahku akan mulai mengosongkan rumah ini."
Anak buah Doni mulai melangkah maju, hendak masuk ke dalam rumah. Warga di luar gerbang mulai berbisik-bisik, mengasihani keluarga Permata yang malang.
"Tunggu," suara Risa menghentikan langkah mereka. Suaranya tidak keras, namun mengandung otoritas yang tidak bisa dibantah.
Risa berjalan mendekati Doni, hingga jarak mereka hanya satu meter. Doni bisa mencium aroma melati dari tubuh Risa, namun ia juga merasakan tekanan mental yang luar biasa.
"Surat itu..." Risa menunjuk kertas di tangan Doni. "Boleh aku lihat?"
"Tentu saja, Cantik. Lihatlah betapa hancurnya posisi ayahmu," Doni memberikan kertas itu dengan percaya diri.
Risa menerima kertas itu, membacanya sekilas, lalu tiba-tiba... SREEEKK!
Risa merobek kertas itu menjadi kepingan kecil di depan wajah Doni.
"KAU GILA?!" teriak Doni, matanya membelalak. "Itu dokumen asli! Kau baru saja menghancurkan bukti hutangmu sendiri, tapi itu tidak akan mengubah apa pun! Aku punya salinannya!"
Risa tertawa kecil, tawa yang membuat bulu kuduk Doni berdiri. "Doni, Doni... Kau pikir aku sebodoh itu? Aku merobeknya karena dokumen itu adalah sampah palsu. Paman Hari tidak pernah punya kuasa untuk menjaminkan aset pribadi Ayah tanpa tanda tangan asli Ayah sebagai pemilik tunggal."
"Hari punya surat kuasa!" bantah Doni.
"Surat kuasa yang dibuat di bawah tekanan di diskotik kota Sabtu malam lalu? Saat kau menjebaknya dengan wanita dan hutang judi?" tanya Risa tajam.
Doni membeku. Bagaimana Risa bisa tahu detail itu? Pertemuan itu dilakukan secara sangat rahasia.
[SISTEM : SKILL 'MATA KEGELAPAN' DIAKTIFKAN.]
[MEMBACA NIAT : DONI BERNIAT MEMAKSA PERNIKAHAN SEBAGAI SYARAT PELUNASAN HUTANG PALSU.]
Risa melangkah maju, menyudutkan Doni. "Kau datang ke sini bukan untuk uang, Doni. Kau datang karena ayahmu, Pak Surya, ingin menguasai ladang utara. Dan kau pikir dengan berakting menjadi 'penyelamat' yang melunasi hutang ini, aku akan sujud di kakimu dan menerima lamaranmu?"
Warga di luar gerbang mulai bersorak kecil. Mereka mulai menyadari bahwa ini adalah jebakan.
"Jangan bicara sembarangan, Risa!" Doni mencoba menggertak, namun suaranya gemetar. "Hutang itu nyata! Ayahmu akan dipenjara!"
"Benarkah?" Risa merogoh saku gaunnya dan mengeluarkan ponselnya. Ia memutar sebuah rekaman suara dengan volume maksimal melalui pengeras suara teras.
"...Tenang saja Pak Surya, Baskoro tidak akan tahu. Saya sudah memalsukan tanda tangannya di surat jaminan itu. Yang penting Doni bisa mendapatkan Risa, maka harta Permata akan jadi milik kita semua..."
Itu adalah suara Paman Hari dan Pak Surya. Risa mendapatkan rekaman ini dari Sistem sebagai bonus karena berhasil mengusir Paman Hari kemarin.
Wajah Doni berubah menjadi pucat pasi, lalu merah padam karena malu. Warga desa mulai mencemoohnya. "Oalah, ternyata penipu!" "Ganteng-ganteng ternyata licik!"
"Rekaman itu palsu! Itu editan!" teriak Doni panik.
"Silakan bawa ke polisi jika kau merasa itu palsu, Doni. Tapi sebelum itu..." Risa menatap ke arah jalan raya.
Tepat saat itu, iring-iringan mobil mewah yang Risa tunggu tiba. Sebuah sedan Mercedes-Benz hitam yang sangat mengkilap berhenti tepat di belakang mobil jip Doni. Dua orang pria berjas rapi turun dan membuka pintu belakang.
Seorang pria dengan karisma yang sangat kuat keluar dari mobil. Ia mengenakan setelan jas abu-abu gelap yang harganya mungkin setara dengan seluruh mobil jip Doni. Matanya yang tajam di balik kacamata hitam memancarkan aura predator yang sebenarnya.
Revano Adhyaksa.
Doni Wijaya dan anak buahnya seketika menciut. Di hadapan raksasa bisnis dari kota seperti Revano, mereka hanyalah preman kelas teri.
"Ada apa dengan keributan di depan rumah rekanku?" suara Revano terdengar berat dan tenang, namun sangat mengintimidasi.
Revano berjalan melewati Doni seolah-olah pria itu tidak ada, lalu berhenti tepat di depan Risa. Ia membuka kacamata hitamnya, menatap Risa dengan tatapan penuh minat.
"Nona Risa Permata. Anda mengundang saya ke sini untuk menonton sirkus?" tanya Revano dengan sedikit senyum sinis.
Risa tersenyum tipis. "Hanya gangguan kecil, Tuan Revano. Seorang penagih hutang palsu mencoba mengganggu ketenangan Ayah saya."
Revano melirik ke arah Doni, lalu ke arah kepingan kertas di tanah. Ia kemudian menatap salah satu pengacaranya yang ikut datang. "Periksa dokumen mereka. Jika ada unsur pemalsuan dan pemerasan, pastikan pria ini dan ayahnya tidak melihat matahari dari luar penjara selama sepuluh tahun ke depan."
Doni yang ketakutan setengah mati segera memberikan isyarat pada anak buahnya. "Kita... kita pergi sekarang! Ini pasti salah paham! Risa, ini belum selesai!"
Doni lari terbirit-birit masuk ke mobilnya dan memacu kendaraannya pergi, meninggalkan kepulan asap dan rasa malu yang mendalam di depan seluruh warga desa.
Setelah kerumunan warga bubar dan suasana menjadi tenang, Risa mengajak Revano dan Baskoro masuk ke ruang tamu. Baskoro masih tampak bingung dengan kehadiran pria sehebat Revano di rumahnya.
"Tuan Revano, saya tidak tahu bagaimana harus berterima kasih..." ujar Baskoro.
"Jangan berterima kasih pada saya, Pak Baskoro. Berterima kasihlah pada putri Anda. Dia memiliki cara yang sangat... unik untuk menarik perhatian saya," jawab Revano sambil menatap Risa dengan intens.
Revano duduk di sofa kulit, menyilangkan kakinya dengan elegan. "Jadi, Nona Risa. Anda bilang dalam pesan Anda bahwa Anda memiliki sesuatu yang tidak bisa ditolak oleh Adhyaksa Group. Apa itu?"
Risa duduk di depan Revano, tanpa rasa takut sedikit pun. Ia mengeluarkan sebuah peta kuno yang sudah ia tandai dengan koordinat baru—koordinat yang ia dapatkan dari ingatan masa depannya tentang ladang utara.
"Ladang utara bukan hanya tentang kayu jati, Tuan Revano," ujar Risa pelan. "Di bawah tanah yang Ayah saya miliki, terdapat deposit nikel kadar tinggi yang luasnya mencakup tiga bukit. Selama ini, keluarga Wijaya mencoba mencurinya dengan cara-cara kotor karena mereka sudah tahu rahasia ini."
Revano terdiam. Matanya berkilat. Nikel adalah komoditas emas masa depan untuk baterai kendaraan listrik. Jika informasi ini benar, maka nilai lahan itu bukan lagi miliaran, melainkan triliunan rupiah.
"Bagaimana saya bisa percaya pada informasi seorang gadis desa?" tanya Revano menantang.
"Anda tidak perlu percaya pada kata-kata saya. Anda punya tim geologi terbaik. Kirim mereka ke titik yang saya tandai ini malam ini secara rahasia. Jika saya berbohong, Anda boleh mengambil seluruh sisa aset keluarga Permata sebagai ganti rugi waktu Anda," jawab Risa tegas.
Revano menatap Risa lama sekali, mencoba mencari jejak keraguan di wajah cantik itu. Namun yang ia temukan hanyalah keyakinan yang sedingin es.
"Dan apa yang Anda inginkan sebagai imbalannya?"
Risa mencondongkan tubuhnya ke depan. "Perlindungan total untuk Ayah saya. Hancurkan keluarga Wijaya hingga mereka tidak punya tanah untuk berpijak di negara ini. Dan..."
Risa menjeda kalimatnya.
"...Saya ingin posisi sebagai Direktur Utama di anak perusahaan yang akan mengelola tambang itu."
Revano tertawa, tawa yang kali ini terdengar lebih tulus namun tetap berbahaya. "Anda sangat ambisius, Risa. Anda ingin saya memberikan kekuasaan besar pada seseorang yang baru saja lulus sekolah?"
"Seseorang yang baru saja menyelamatkan Adhyaksa Group dari kehilangan peluang triliunan rupiah," balas Risa.
"Baiklah," Revano berdiri, memberikan tangannya untuk bersalaman. "Kita lihat hasil tes tanah besok pagi. Jika benar, Anda akan mendapatkan semua yang Anda minta. Tapi ingat, Risa... Adhyaksa tidak suka pengkhianatan. Jika Anda mencoba bermain-main dengan saya..."
"Saya sudah pernah mati sekali, Tuan Revano," potong Risa dengan suara yang sangat rendah hingga hanya Revano yang bisa mendengarnya. "Saya tidak takut pada apa pun lagi, termasuk Anda."
Revano tertegun. Kalimat itu terdengar sangat aneh, namun entah kenapa ia mempercayainya. Ia menjabat tangan Risa dengan erat.
Malam harinya, setelah Revano pergi, Risa berdiri di balkon kamarnya. Ia melihat ke arah hutan di ladang utara.
[SISTEM : MISI SELESAI!]
[HADIAH DITERIMA : 300 POIN DENDAM & SKILL 'MATA KEGELAPAN'.]
[POIN DENDAM SAAT INI : 500 POIN.]
Risa merasa kekuatannya mulai tumbuh. Ia baru saja mengganti predator kecil seperti Doni dengan predator puncak seperti Revano. Ia tahu Revano adalah pria berbahaya yang di kehidupan lalu menghancurkannya, namun kali ini, ia tidak akan menjadi korban. Ia akan menjadi rekan yang setara... atau bahkan majikan yang mengendalikan sang naga.
Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah pesan dari nomor tak dikenal.
"Risa, kau pikir kau sudah menang? Ayahku punya rencana cadangan. Besok di pesta ulang tahun kabupaten, rahasia ayahmu akan terbongkar. Bersiaplah untuk malu. - D.W"
Risa tersenyum dingin. "Rahasia Ayah? Kau maksud tentang anak haram yang kalian fitnahkan pada Ayah di kehidupan lalu?"
Risa menghapus pesan itu. "Silakan datang, Doni. Aku sudah menyiapkan panggung yang lebih besar untuk mempermalukanmu dan ayahmu selamanya."
Iblis pembalas dendam itu kini benar-benar telah bangun, dan ia baru saja mulai mengasah belatinya.
Keesokan harinya, di pesta besar ulang tahun kabupaten yang dihadiri seluruh pejabat, Pak Surya berdiri di atas panggung untuk memberikan pengumuman mengejutkan. Ia membawa seorang wanita yang mengaku sebagai istri simpanan Baskoro. Namun, saat video bukti hendak diputar, yang muncul di layar raksasa justru adalah rekaman mesum Pak Surya dengan sekretarisnya sendiri.
Bagaimana Risa melakukan sabotase itu? Dan benarkah Revano sudah mulai jatuh cinta pada "kegilaan" Risa?