Terlahir kembali sebagai Tian Feng di Desa Batu Angin yang terpencil, ia merasakan keputusasaan total.
Mantan Dewa Langit, kini terperangkap dalam tubuh lemah tanpa Dou Qi, menjadi sasaran cemoohan.
Titik baliknya adalah penemuan batu hitam misterius yang ternyata menjadi wadah bagi Yao Ling, seorang ahli Dou Zun yang disegel.
Di bawah bimbingannya, Tian Feng tidak hanya melatih Dou Qi dari nol, tetapi juga melatih kembali jiwanya untuk menerima kondisi fananya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 7
Musim dingin datang lebih awal ke Wilayah Barat tahun itu. Angin yang bertiup terasa lebih tajam, membawa serta hawa dingin yang menusuk tulang. Bagi para pemburu di Desa Batu Angin, ini adalah musim yang paling berbahaya. Monster-monster menjadi lebih agresif dalam mencari makanan, dan medan yang tertutup salju tipis menjadi licin dan penuh jebakan.
Kabar buruk datang pada suatu senja. Jian, ayah Tian Feng, dibawa pulang oleh dua pemburu lain dengan tandu darurat. Kakinya patah parah setelah pertarungan sengit dengan seekor Babi Hutan Berduri Besi. Tulangnya mencuat keluar dari kulit, sebuah pemandangan yang mengerikan.
Tabib desa hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Patahnya terlalu parah. Tanpa Rumput Darah Ungu untuk menyambung kembali tulang dan meridiannya, kakinya akan cacat seumur hidup."
Wajah Mei Li menjadi pucat pasi. Rumput Darah Ungu adalah herbal spiritual tingkat rendah, tetapi sangat langka. Tumbuh hanya di tebing-tebing curam yang dijaga oleh monster tipe burung, dan harganya di kota bisa membuat tiga keluarga biasa bangkrut.
Selama tiga hari berikutnya, Mei Li menghilang ke pegunungan. Tian Feng merawat ayahnya yang demam dan mengerang kesakitan, hatinya terasa dingin seperti es. Ia terus menempa tulangnya di malam hari, mendorong dirinya hingga batas kemampuannya. Kekuatan yang ia kumpulkan terasa hampa saat ia tidak bisa menggunakannya untuk meringankan penderitaan keluarganya.
Pada hari keempat, Mei Li kembali. Ia compang-camping, penuh luka gores, dan kelelahan, tetapi matanya bersinar penuh kemenangan. Di dalam sebuah kotak kayu yang ia genggam erat, terbaring sehelai rumput berwarna ungu gelap dengan urat-urat merah yang seolah berdenyut seperti pembuluh darah.
Satu helai. Harapan satu-satunya bagi mereka.
Tepat saat Mei Li hendak merebus herbal itu, pintu gubuk mereka ditendang terbuka. Li Jin, kepala desa dan ayah Li Shen, masuk dengan angkuh, diikuti oleh putranya dan dua pria kekar.
"Aku dengar kau menemukan Rumput Darah Ungu ," kata Li Jin tanpa basa-basi, matanya tertuju pada kotak di tangan Mei Li.
"Itu benar, Kepala Desa. Ini untuk mengobati suamiku," jawab Mei Li dengan waspada, memeluk kotak itu lebih erat.
Li Jin mendengus. "Ayahku juga sedang sakit parah. Penyakit tuanya kambuh, dan tabib bilang hanya Rumput Darah Ungu yang bisa memperpanjang hidupnya. Jian hanya seorang pemburu. Ayahku adalah pilar desa ini. Nyawanya lebih berharga. Serahkan rumput itu."
Ini bukan permintaan. Ini adalah perampokan di siang hari bolong.
"Tidak!" seru Mei Li, suaranya bergetar karena marah. "Aku mempertaruhkan nyawaku untuk mendapatkan ini! Ini untuk suamiku!"
Li Shen, yang berdiri di belakang ayahnya, menyeringai. "Beraninya kau menolak ayahku? Cepat berikan, atau kami akan mengambilnya dengan paksa!"
Melihat Mei Li tidak bergerak, Li Jin memberi isyarat kepada salah satu pengawalnya. Pria itu melangkah maju dan mencoba merebut kotak itu. Mei Li melawan, dan dengan kasar pria itu mendorongnya.
BRAK!
Mei Li jatuh ke lantai. Kotak kayu itu terlepas dari tangannya dan menggelinding, berhenti tepat di dekat kaki Tian Feng yang baru saja keluar dari kamar ayahnya.
Dunia seolah menjadi sunyi.
Tian Feng menatap ibunya yang tersungkur di lantai, lalu pada kotak berisi harapan keluarganya. Sesuatu yang dingin dan kuno terbangun di dalam matanya. Kemarahan seorang dewa bukanlah api yang membakar, melainkan es yang membekukan segalanya.
"Ambil," katanya, suaranya pelan dan tanpa emosi.
Pria kekar itu menyeringai dan membungkuk untuk mengambil kotak itu.
"Aku bilang," ulang Tian Feng, suaranya kini terdengar di belakang pria itu, entah bagaimana ia bergerak begitu cepat, "letakkan tanganmu di atasnya, dan kau akan kehilangan tangan itu."
Pria itu berbalik, marah. "Beraninya kau, sampah keci—"
Sebelum ia selesai bicara, Li Shen yang merasa ini adalah kesempatannya untuk pamer, melesat maju. "Biar aku yang memberinya pelajaran, Ayah! Si Sampah ini mau jadi pahlawan!"
Dou Zhi Qi Tingkat 5 miliknya berkobar saat ia melancarkan pukulan yang ia sebut "Tinju Angin Puyuh" ke arah wajah Tian Feng. Pukulan itu terlihat cepat dan ganas di mata penduduk biasa.
Di mata Tian Feng, gerakannya lambat dan penuh celah.
Ia tidak mundur. Ia hanya sedikit memiringkan kepalanya, membiarkan tinju Li Shen lewat sepersekian inci dari telinganya. Pada saat yang sama, ia melangkah maju, masuk ke dalam pertahanan Li Shen yang terbuka.
Ia mengangkat tinjunya. Tidak ada cahaya Dou Qi yang menyilaukan, tidak ada suara angin yang menderu. Itu hanyalah sebuah pukulan lurus yang sederhana dan tenang ke arah tulang selangka Li Shen.
Tinju Getar Dalam.
DUG!
Kontak itu menghasilkan suara tumpul yang aneh. Li Shen terlempar ke belakang seolah ditabrak banteng, mendarat dengan keras di kaki ayahnya. Ia tidak berteriak. Matanya melotot kaget, wajahnya pucat pasi. Ia memegangi bahunya, tubuhnya gemetar hebat.
"Uhuk!" Ia terbatuk, menyemburkan setitik darah.
Rasa sakitnya tak terlukiskan. Bukan sakitnya pukulan biasa, melainkan getaran mengerikan yang merambat dari tulang selangkanya, mengguncang organ dalamnya, seolah ribuan lebah sedang mengamuk di dalam tubuhnya.
Seluruh gubuk menjadi hening. Li Jin menatap putranya yang gemetar, lalu pada Tian Feng yang berdiri tegak dengan tatapan sedingin es. Pria kekar yang tadi hendak mengambil kotak itu mundur selangkah, wajahnya pucat karena takut.
Anak ini... anak "fana total" ini... baru saja melumpuhkan jenius Tingkat 5 desa dengan satu pukulan.
Li Jin gemetar karena amarah dan penghinaan. Tapi ada juga ketakutan. Ia menatap mata Tian Feng dan melihat sesuatu yang bukan milik seorang anak. Ia melihat jurang tak berdasar.
"Ini... ini belum berakhir!" desisnya. Ia membantu Li Shen berdiri dan pergi dengan tergesa-gesa, tidak berani tinggal lebih lama lagi.
Tian Feng tidak memedulikan mereka. Ia juga tidak memedulikan bisik-bisik para tetangga yang mulai berkumpul di luar. Ia berjalan ke arah ibunya, membantunya berdiri dengan lembut.
"Ibu baik-baik saja?"
Mei Li menatap putranya dengan tatapan tak percaya, lalu mengangguk pelan.
Tian Feng kemudian mengambil kotak kayu itu, membukanya untuk memastikan isinya aman. Di dalam keheningan gubuk mereka yang sederhana, ia menatap tinjunya sendiri.
Dulu, aku menggunakan kekuatan untuk menaklukkan dunia. Hari ini, aku menggunakannya untuk melindungi keluargaku.
Ia mengepalkan tinjunya.
Ternyata, yang kedua... terasa jauh lebih berat, dan jauh lebih berharga.