Ia dulu adalah Hunter Rank-S terkuat Korea, pemimpin guild legendaris yang menaklukkan raid paling berbahaya, Ter Chaos. Mereka berhasil membantai seluruh Demon Lord, tapi gate keluar tak pernah muncul—ditutup oleh pengkhianatan dari luar.
Terkurung di neraka asing ribuan tahun, satu per satu rekannya gugur. Kini, hanya dia yang kembali… membawa kekuatan yang lahir dari kegelapan dan cahaya.
Dunia mengira ia sudah mati. Namun kembalinya Sang Hunter hanya berarti satu hal: bangkitnya kekuatan absolut.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Suasana di ruangan itu mencekam. Udara berat menekan seperti ribuan ton baja. Di depan mereka, layar demi layar menampilkan kehancuran dunia—Chaos Gate yang seharusnya sudah diselesaikan oleh Jinwoo dan timnya mulai retak, seakan akan pecah kapan saja. Dari balik layar itu, wajah orang-orang yang pasrah, menangis, berdoa, dan memeluk keluarga mereka terlihat jelas. Mereka tahu, tidak ada lagi tempat untuk lari.
Revenant berdiri di tengah kegelapan, dengan tatapan puas. “Lihatlah itu, Jinwoo. Betapa indahnya wajah manusia saat tahu akhir sudah dekat.” Ia terkekeh, suaranya bergaung, menusuk.
Jinwoo mencengkeram pedangnya erat, urat di lengannya menonjol. Rahangnya terkunci. “APA YANG KAU LAKUKAN!?” raungnya, suaranya pecah oleh amarah. “Kami seharusnya sudah menyelesaikan gate itu! Kau—kau sengaja menjadikannya gate break!? Kau ingin melanggar aturan dan menghancurkan dunia ini!?”
Revenant tertawa keras, panjang, seolah mendengar lelucon paling lucu. “Aturan? HAHAHA! Bodoh sekali kau, Jinwoo. Aku adalah aturannya. Meski kau sudah membunuh setiap iblis, setiap monster di dalamnya… aku bisa menciptakan mereka kembali, semudah menjentikkan jari.”
Ia mengangkat tangannya, seolah memperlihatkan betapa sederhananya kata-katanya. “Mungkin memang menguras tenagaku, tapi… oh, betapa berharganya hiburan ini.”
Jinwoo menggertakkan giginya begitu keras hingga berdarah. Tubuhnya bergetar, dadanya naik turun dengan cepat. “Kau…”
Takeshi menunduk, suaranya parau. “Senpai… apa ini akhir kita…?”
Leonhard menatap kosong, jemarinya gemetar. “Sia-sia… semua pengorbanan kita…”
Selene menutup matanya, air matanya jatuh. “Jinwoo… mungkin memang sudah saatnya…”
“Cukup!” Jinwoo meraung, suaranya bergemuruh. Ia menoleh pada mereka dengan tatapan membara. “Kenapa kalian bicara seolah kita sudah mati!? Apa kalian lupa untuk apa kita bertarung!? Untuk apa kita berlatih, bertahan hidup, terus maju!?”
Mereka semua terdiam. Bahkan Revenant berhenti tertawa.
“Untuk kebebasan umat manusia!” Jinwoo mengangkat pedangnya tinggi. “Untuk anak-anak yang menunggu orang tuanya pulang, untuk orang-orang yang percaya pada kita, untuk mereka yang tak punya kesempatan melawan monster! Kita sudah kehilangan banyak, tapi selama kita masih bernapas, aku tidak akan pernah menyerah!”
Suasana sejenak hening. Kata-kata itu menusuk hati setiap orang di sana.
Namun Revenant hanya bertepuk tangan pelan, penuh ejekan. Clap. Clap. Clap.
“Itu… itu yang selalu kutunggu. Semangat, perlawanan… oh, Jinwoo, kau benar-benar pemeran utama yang sempurna. Anjing yang keras kepala.”
Ia mendekat, wajahnya mendekati Jinwoo. “Tapi kau tahu apa yang lebih indah daripada perjuangan? Melihat perjuangan itu hancur begitu saja. Didepan kekuatan absolute semua itu tidak ada artinya.”
Dengan senyum tipis, ia berbalik dan mulai menyalakan serangkaian kode di udara, memprogram kembali monster demi monster ke dalam gate.
Jinwoo menunduk. Nafasnya memburu. Ia berbisik dalam hati, Apa ini memang akhirnya? Apa benar, semua yang kulakukan hanya untuk jadi tontonan?
Revenant benar—di depan kekuatan absolut, apa yang bisa aku lakukan?
Namun seketika, matanya terbuka lebar. Api merah menyala di irisnya. Tapi bajingan mana mungkin aku menerima kenyataan sialan seperti itu!
Tubuhnya bergetar, otot-ototnya menegang, jari-jarinya perlahan bergerak. Tak peduli kau dewa, iblis, atau host bajingan, kalau kau menghalangi jalanku… AKAN KUTEBAS SAMPAI MATI!
Takeshi terperangah melihatnya. “Se-senpai…” suaranya gemetar.
Ezekiel tersenyum tipis meski tubuhnya ditahan. “Kau memang… sesuatu, Jinwoo.”
Leonhard tertegun. “Sial… jarak antara aku dan kapten semakin jauh.”
Selene menatapnya dengan mata berkaca. Dia… dia cahaya yang tak pernah padam…
Saat Jinwoo memaksa tubuhnya bergerak, tiba-tiba suara notifikasi menggema di dalam kepalanya.
[Ding!]
[Sistem aktif: God Eye.]
[Analisis: Host hampir menyerah. Kekecewaan mendalam terdeteksi.]
[Penilaian ulang: Host masih menunjukkan potensi melebihi prediksi.]
[Memaksimalkan God Eye. Berhasil. Waktu sisa: 30 menit.]
Mata Jinwoo melebar. “Kau… suara itu…”
Suara sistem terdengar tenang. “Aku hampir kecewa padamu, Jinwoo. Kupikir kekuatan God Eye sia-sia. Tapi ternyata… kau lebih dari sekadar bidak. Kau ekspektasi yang terlampaui.”
Seketika mata kirinya berputar liar. Di dalamnya, semesta mini bergemuruh, bintang-bintang berputar cepat, menyemburkan cahaya kosmik.
Rune kuno membara memenuhi tubuhnya. Rambutnya berubah, berkilauan seperti api kosmik. Aura dahsyat menyembur, membuat lantai retak dan udara bergetar.
KRIING!!! Belenggu gravitasi Revenant pecah seketika. Jinwoo membebaskan diri, lalu dalam sekejap melesat.
BOOOOM!!!
Sebelum Revenant menyadari apa yang terjadi tinju Jinwoo menghantam wajah Revenant. Begitu keras hingga tubuh Revenant terpental, menembus puluhan layar dan menghancurkan ruang kosong di baliknya.
Semua orang ternganga.
“W-WHAT—!!??” Takeshi berteriak, matanya hampir copot.
Leonhard membeku. “THE FUCK DID I JUST SEE!!??”
Selene menutup mulutnya dengan tangan, air mata jatuh. “Jinwoo…”
Ezekiel tertawa kecil, lemah tapi lega. “Hahaha… ini gila. Tapi inilah… kapten kita.”
Revenant bangkit perlahan dari puing-puing layar yang hancur, wajahnya menghitam penuh amarah. Suara tawa sinisnya menghilang, berganti dengan desis dingin penuh murka.
“Bagaimana…,” suaranya bergetar, penuh ketidakpercayaan, “bagaimana mungkin kau bisa bebas dari kekangan gravitasi mutlakku?” Matanya menyipit, menatap Jinwoo yang berdiri tegak dengan aura kosmik menyembur.
Jinwoo hanya menurunkan pedangnya, suaranya datar, penuh keteguhan. “Sederhana.”
Ia menatap langsung ke mata Revenant. “Aku punya niat murni… untuk membunuhmu.”
Hening sejenak. Kata-kata itu menusuk udara seperti petir.
Revenant terdiam sepersekian detik, lalu wajahnya berubah menjadi bengis. “KAU—!!!” raungnya, suaranya mengguncang ruang itu. Dalam sekejap ia menerjang Jinwoo, tangannya berubah menjadi bilah glitch berlapis kode berkilauan, menembus ruang dan waktu.
ZRAAASHHH!!!
Namun sebelum bilah itu mengenai Jinwoo, sosok kapten Hunter itu sudah menghilang dari tempatnya.
“APA!?” Revenant terkejut. Matanya tak bisa mengikuti gerakan Jinwoo. “Bagaimana… bagaimana manusia bisa punya kecepatan melebihi host!?”
BOOOM!!!
Hantaman telak menghantam perut Revenant, tubuhnya terpental ke belakang, menabrak puluhan panel kode sistem yang pecah berhamburan seperti kaca digital. Debu dan cahaya glitch memenuhi udara.
Takeshi yang menatap dari kejauhan ternganga. “Se-senpai… dia… lebih cepat dari Revenant sendiri!?”
Leonhard mengusap matanya, seolah tak percaya. “Itu… itu bukan manusia lagi…”
Selene menutup mulutnya, air matanya jatuh. Dia… dia benar-benar melampaui segalanya.
Revenant perlahan bangkit dari reruntuhan, tubuhnya penuh retakan glitch, wajahnya memuntahkan darah hitam pekat. Namun matanya bersinar tajam, kali ini bukan sekadar marah—tapi mengerti.
Ia menatap mata kiri Jinwoo yang berputar dengan semesta bintang kosmik di dalamnya.
“Ah… jadi begitu…” katanya pelan, namun penuh kebencian. “Ada pengkhianatan… dari pihak kami sendiri. Ada administrator yang memberimu jalan keluar.”
Aura Revenant langsung meledak.
BOOOOM!!!
Gelombang kekuatan glitch menghantam seperti badai. Takeshi, Leonhard, Selene, dan Ezekiel langsung terlempar jauh ke belakang, menabrak dinding ruang kosong. Mereka meraung, tubuh mereka tak kuat menahan tekanan aura itu.
“Arghhhh!!!” Takeshi menancapkan pedangnya ke lantai, berusaha bertahan, tapi darah muncrat dari bibirnya.
Leonhard menahan tubuh Selene agar tidak terseret, namun tubuhnya sendiri nyaris remuk oleh tekanan itu.
Ezekiel mengerang, memaksakan mantra perlindungan, tapi bahkan sihirnya pun bergetar tak karuan.
Sementara itu, tubuh Revenant berubah. Dari tubuhnya bermunculan retakan glitch, seperti layar yang rusak. Setiap langkahnya membuat ruang itu bergetar, potongan kode sistem beterbangan liar, membentuk pusaran bintang gelap di sekelilingnya.
“Aku akan menghapusmu… dari semesta ini, Jinwoo.” Revenant menatapnya dingin, suaranya bergema seperti ribuan gema. “Kau… bajingan yang merusak segalanya.”
Jinwoo memutar pedangnya, aura kosmik meledak semakin dahsyat. Cahaya dari mata kirinya menyinari seluruh ruangan. Ia menunjuk pedangnya ke arah Revenant, suaranya dingin namun penuh amarah.
“Dan aku…” Jinwoo tersenyum tipis. “Akan membuat kepalamu jadi pajangan di kebunku.”
ZRAAAAAAASSSHHHH!!!
Pertempuran pun meledak.
Revenant melesat dengan glitch membelah ruang, tiap tebasannya mengoyak udara dan meninggalkan retakan hitam. Namun Jinwoo bergerak lebih cepat, tubuhnya menyala dengan rune kosmik, setiap langkahnya seperti teleportasi singkat.
Pedang Jinwoo beradu dengan bilah glitch Revenant, suara benturannya menggema seperti ledakan planet.
BOOOM!!! KRAAANG!!!
Satu tebasan Jinwoo memotong bilah glitch Revenant menjadi pecahan data, lalu disusul hantaman lututnya ke dagu Revenant.
DUAARRR!!! Revenant terlempar ke udara, namun sebelum ia sempat jatuh, Jinwoo sudah muncul di atasnya. Pedangnya bersinar, mengiris turun.
ZRAAAASHHH!!!
Cahaya kosmik membelah tubuh Revenant, membuat glitch di tubuhnya semakin parah.
“Arghhhhh!!!!!” Revenant meraung, tubuhnya berputar, tangan kanannya berubah menjadi lonjakan data yang memanjang menjadi tombak glitch. Dengan marah, ia menusukkannya ke arah Jinwoo.
Namun Jinwoo hanya mengangkat tangannya, mata kirinya berputar cepat.
Rune kosmik muncul, menahan tombak itu dengan kekuatan luar biasa.
CRAAAKKKK!!! Tombak glitch hancur menjadi ribuan kode bercahaya.
“Tidak mungkin…” Revenant terengah.
Jinwoo menatapnya tajam. “Ini akhirmu.”
Ia memutar tubuhnya, pedangnya menyapu membentuk bulan sabit kosmik. ZRAAASHHH!!! Serangan itu menghantam Revenant, membuat tubuh host itu terhempas jauh, menabrak ribuan panel sistem, hingga seluruh ruangan terguncang.
Selene yang masih berusaha bangkit ternganga, air matanya jatuh. “Jinwoo… dia… benar-benar melawan Revenant setara dewa itu…”
Leonhard gemetar. “Tidak… dia bahkan… menekan Revenant…”
Takeshi tersenyum samar meski tubuhnya remuk. “Senpai… gila kau.”
Revenant bangkit lagi, kali ini tubuhnya semakin dipenuhi glitch, wajahnya separuh retak seperti layar hancur. Namun aura yang terpancar semakin brutal.
“JINWOOOOO!!!!” teriaknya, suara bercampur dengan ribuan suara lain, seperti chorus neraka. “Aku akan menyeretmu bersamaku, meski aku harus menghapus seluruh semesta ini!!!”
Lingkungan mulai runtuh. Glitch di sekitar Revenant melebar, menciptakan lubang hitam kecil yang menyedot cahaya dan ruang.
Namun Jinwoo hanya menggenggam pedangnya lebih erat. Aura kosmiknya membesar, rambutnya berkibar dengan cahaya bintang, dan matanya menyala laksana dewa perang.
“Datanglah, Revenant.” Jinwoo menundukkan tubuhnya, siap menerjang. “Kita akhiri semua di sini.”
BOOOOOMMMM!!!
Kedua sosok itu bertabrakan di tengah ruang, ledakan energi kosmik dan glitch menghantam, membuat seluruh ruangan bergetar seakan akan hancur. Benturan demi benturan mengguncang semesta. Pedang kosmik melawan bilah glitch, tinju beradu, tubuh saling menembus, cahaya dan kegelapan berpadu dalam tarian kematian.