menceritakan kisah seorang pemuda yang menjadi renkarnasi seorang lima dewa element.
pemuda itu di asuh oleh seorang tabib tua serta di latih cara bertarung yang hebat. bukan hanya sekedar jurus biasa. melainkan jurus yang di ajarkan adalah jurus dari ninja.
penasaran dengan kisahnya?, ayo kita ikuti perjalanan pemuda tersebut.!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Igun 51p17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 11
Di dalam hutan yang mulai hening, kicauan burung satu per satu mereda dan beterbangan menjauh, seolah menolak bertahan di tempat yang dipenuhi bau anyir dan kehancuran.
Di atas tanah, puluhan jasad berserakan, beberapa sudah dingin dan berlumuran tanah, saksi bisu dari pertarungan brutal yang baru saja terjadi.
Di tengah kekacauan itu, dua sosok pendekar berdiri saling berhadapan, napas mereka berat, tangan mengencangkan senjata.
Salah satunya, Bayu Wirata seorang pemuda yang baru terjun ke dalam dunia persilatan, menatap tajam lawannya yang juga menatapnya tajam.
sosok pendekar laki laki yang akan menjadi lawannya itu hampir saja membunuh seorang bayi. Namun di gagalkan oleh Bayu Wirata, wajahnya penuh amarah dan kebencian yang membara.
Detik detik sunyi terpecah saat pendekar tersebut tiba tiba melesat ke depan dengan niat menyerang bayu Wirata, pedang berlumuran cairan berayun deras mengarah ke Bayu Wirata.
"Mati kau bocah sialan!" teriak pria itu dengan nada penuh amarah.
Bayu Wirata melihat ayunan pedang lawannya. Namun ia sudag sigap menangkis ayunan pedang itu.
Trangg..
Pedang meraka saling beradu kuat membuat percikan api yang sangat indah jika di lihat dari kejauhan. Namun, akan sangat mengerikan jika di lihat dari jarak dekat.
Benturan yang kuat itu, membuat keduanya merasakan getaran di pergelangan tangan mereka. hingga menyebabkan kebas sesaat
Bukan hanya itu, benturan senjata mereka juga menciptakan gelombang energi yang kuat sehingga membuat keduanya sama sama terdorong ke belakang.
Hupp..
Bayu Wirata dan sang pendekar mendaratkan kaki mereka dengan hentakan yang mantap di atas tanah.
Tatapan mereka saling bertemu, membakar aura panas di antara dua lawan itu. Matanya sang pendekar melebar, jelas terpancar rasa kaget. Ia tak menyangka serangannya bisa dihentikan oleh seorang pemuda yang dianggap cuma bocah yang baru belajar dunia persilatan.
Namun yang lebih mengejutkan bagi dirinya adalah pemuda itu juga berhasil mendorongnya mundur beberapa langkah ke belakang karena benturan senjata mereka sebelumnya.
"Pemuda ini lebih kuat dari yang aku perkirakan," gumam sang pendekar dalam hati, matanya menyipit, menelusuri setiap lekuk tubuh Bayu Wirata dengan penuh curiga.
"Siapa kau, bocah? Kenapa kemampuanmu jauh melampaui usiamu?" suaranya mengandung nada heran sekaligus waspada.
Bayu Wirata hanya tersenyum dingin, memandang dalam ke mata lawannya.
"Kau tak perlu tahu siapa aku. Tapi satu hal pasti, kau akan mati di tanganku Hari ini." sahut Bayu Wirata tanpa menjawan pertanyaan dari pendekar tersebut.
Kara kata dari Bayu Wirata membuat wajah pendekar berubah merah padam. Tubuhnya mengepal, napasnya memburu. Kesombongan dan nada menantang pemuda itu menusuk hati, membakar amarah yang sulit ditahan.
"Kurang ajar. Begitu caramu berbicara dengan orang lebih tua" kata pendekar tersebut berang.
Hiattt..
Pendekar itu mengaum keras, dadanya membusung saat tenaga dalam menyebar ke seluruh tubuhnya. Selain itu, ia juga mengakirkan elemen api yang ia miliki ke dalam bilah pedangnya.
Api merah langsung menyala merambat ke ujung pedang yang sudah tergenggam erat di tangannya, hingga bilah besi logam itu berkobar liar, menyala nyala seperti neraka kecil.
"Lihat kemarahanku, bocah! Hari ini kau yang akan mati!" teriaknya dengan nada menggelegar, matanya menyala penuh amarah.
Dengan gerakan cepat, pedangnya ditebaskan ke depan.
"Tebasan Api Bulan Sabit!" katanya lantang.
Dalam sekejap, lidah api melengkung keluar dari pedang, membentuk bulan sabit yang berputar putar dan melesat ke arah Bayu Wirata.
Bayu Wirata terdiam, menatap serangan itu dengan mata terpejam. Napasnya memburu, hati berdetak kencang, tapi di dalam hatinya ada tekad yang membara.
"Maaf, Kek. Aku tidak menuruti kata katamu, aku akan tetap menggunakan kemampuan ninja yang aku mikiki. Masalah di kemudian hari, jika memang aku akan di buru banyak pendekar. Maka aku akan menghadapinya," gumamnya pelan, sebelum membuka mata yang kini berkilat tajam.
Bayu Wirata sudah memutuskan apa yang akan ia lakukan. Ia sudah membulatkan tekad. Dan siap menghadapi apapun yang akan terjadi di kemudian hari.
Bayu Wirata merapalkan jari jarinya sesaat untuk mengeluarkan sebuh jurua ninja yang ia kuasai.
"Jurus Bayangan," kata Bayu Wirata, dan seketika, bayangan lain muncul dari tubuh aslinya. sosok dirinya yang sama persis, siap melawan gelombang api yang akan menerpa.
Sedangkan Bayu Wirata yang asli mundur ke belakang lalu menghilang menggunakan jurus perpindahan.
Bayangan Bayu Wirata menepis api bulan sabit dari pendekar yang menjadi lawannya. Api bulan sabit itu terlempar ke arah lain lalu menghantam pohon hingga terbakar.
Setelah itu, bayangan Bayu Wirata melesat ke depan untuk menyambut serangan lawan.
Tranggg..
Dentingan senjata mereka terdengar menyakitkan telinga ketika saling bertabrakan. Lalu menciptakan percikan api yang menyala nyala. Selain itu, elemen api yang memang sudah berasal dari pedang pendekar itu juga menambah kesan mengerikan dalam pertarungan tersebut.
Pertarungan itu memang terlihat berat sebelah. Karena bayangan dari Bayu Wirata tidak sekuat dengan yang aslinya. Hingga membuat pertarungan itu di domisani oleh sang pendekar.
Hal itu terbukti ketika tebasan dan tusukan pedangnya sering mengoyak dan menusuk tubuh bayangan Bayu Wirata. Akan tetapi, sang pendekar sama sekali tidak mengetahui jika sosok yang ia lawan hanya bayangan saja yang tidak bisa mati.
Pendekar tersebut di buat kebingungan ketika melihat satu keanehan yang terjadi kepada tubuh pemuda yang menjadi lawannya.
Setiap tebasan dan tusukannya yang berhasil mendarat di tubuh pemuda tersebut. Maka luka luka itu akan menyatu kembali. Bukan hanya itu, setiap kali kulit itu terkoyak. Cairan merah sama sekali tidakp pernah terlihat.
"Apa yang sudah terjadi?, mengapa tubuhnya bisa menyatu kembali?. Jurus apa yang sudah ia gunakan?" Gumam sang pendekar yang di buat kebingungan.
Bayu Wirata berdiri di kejauhan, matanya tajam menatap pertarungan yang tengah berlangsung antara sang pendekar dengan bayangannya.
Bibirnya naik sedikit, menyunggingkan senyum tipis penuh kemenangan.
"Dia benar benar sudah aku permainkan," pikirnya dingin. Namun rasa puas itu tak bertahan lama.
Bayu Wirata menarik napas dalam lalu menghembuskannya kembali, menyiapkan langkah akhir.
huhh..
“Aku rasa sudah saatnya dia menemui ajalnya,” gumamnya pelan, suaranya tidak terdengar karena ia berbicara di dalam hati.
Dengan gerakan tenang, ia menyalurkan elemen petir ke telapak tangannya. Percikan petir kecil mulai menari nari di pergelangan tangannya hingga ujung jarinya, berkelip kelip seperti nyala obor yang siap meledak.
Tatapannya semakin fokus, seluruh tubuhnya seakan mengalir bersama energi petir yang ia keluarkan.
Dalam sekejap, Bayu Wirata menghilang dari pandangan dengan jurus perpindahan yang lincah.
Pada saar itu, Bayu Wirata muncul di hadapan sang pendekar menggantikan posisi bayangannya. Yang ia jadikan tanda untuk titik kemunculannya.
Tanpa membuang banyak waktu lagi, kelima jarinya mengayun tajam ke depan, memecah udara dengan suara berderik.
“Tusukan Petir!” teriak Bayu Wirata dengan suara penuh gairah, serangan pamungkas yang hendak mengakhiri segalanya.
Jarak yang sangat dekat. Dan tanpa di sadari oleh sang pendekar. Membuat dirinya sama sekali tidak dapat menghindar.
Crashhh..
Tubuh bagian perut sang pendekar di tusuk oleh lima jari Bayu Wirata dengan aliran petir yang cukup kuat.
Arkkk..
Jeritan kesakitan terlempar dari mulut pendekar itu, memecah keheningan suasana hutan.
Perut sang pendekar sudah koyak, berlubang oleh jari jari tajam Bayu Wirata yang menusuk bagaikan pedang bermata.
Tubuh pendekar bergerak hebat, setiap otot bergetar akibat sengatan petir yang mengalir liar di dalam tubuhnya, merambat dari pergelangan hingga ke ujung ujungnya.
Asap mulai mengepul pelan keluar dari sela sela pori kulitnya, bau terbakar menyengat menusuk hidung Bayu Wirata. Kulitnya menghitam, gosong, seperti terbakar api yang perlahan memakan dirinya.
Tidak berapa lama kemudian, getaran tubuhnya pun perlahan menghilang, tubuhnya tak lagi merespon, suati pertanda jika ada nyawa yang terlepas dari jasad malang itu.
Bayu Wirata menarik tangaannya keluar, aliran petir di pergelangan tangannya langsung terhenti.
Brakkk..
Suara dentuman, tubuh pendekar itu terkulai jatuh di atas tanah, asapnya masih mengepul lemah di udara dingin.
Bayu Wirata menatap dingin jasad itu, lalu ia menggeleng pelan, seolah berat melepas nyawa lawannya.
"Dia adalah orang pertama yang aku bunuh. Memang benar apa yang di katakan kakek, dunia persilatan tidak akan jauh dari kata kematian, membunuh dan di bunuh" gumam Bayu Wirata yang mengingat apa yang pernah di katakan Ki Laksmana.
Bayu Wirata berdiri menatap mayat pendekar yang tergeletak di hadapannya, napasnya masih tertahan sesaat sebelum ia berbalik mencari bayi yang tadi ia letakkan di suatu temlat.
Namun pada saat itu, matanya langsung tertuju pada sosok wanita yang sudah berlumuran cairan merah pada pakaiannya, sedang menggendong bayi itu erat di pangkuannya.
Tubuh wanita itu tampak lemah, napasnya tersengal sengal, seolah nyawanya tak lagi lama. Meski begitu, tatapan lembutnya tak lepas dari bayi kecil di atas pangkuannya dengan penuh kasih sayang meskipun saat ini dirinya sedang menghadapi kematian yang sebentar lagi akan mendekat.
Bayu Wirata melangkah perlahan ke arah wanita yang ia duga sebagai ibu dari bayi tersebut, hatinya tercekat melihat keadaan ibu itu yang dalam keadaan lemah tak berdaya.
Saat jarak mereka cukup dekat, ia berjongkok dan menatap mata wanita tersebut dengan penuh tanya. “apakah ni bayimu?” suaranya lirih namun tegas.
Wanita itu hanya mengangguk pelan, pertanda jika ia menjawab pertanyaan pemuda di depannya, bibirnya melemah tanpa kata. Matanya sudah hampir kehilangan cahaya, tapi cengkeraman tangan pada bayi di pangkuannya itu tak pernah kendur.
Bayu Wirata melihat ke arah perut wanita itu. terlihat cairan merah pada pakauiannya sudah mengering . Dia tahu, jika wanita ini sedang berada di ujung maut.
Melihat hal tersebut, Jiwa tabib dari Bayu Wiraya langsung bangkit. Pemuda itu menempelkan tapak tangannya ke perut wanita itu. Lalu ia mengalirkan hawa murni untuk menghilangkan rasa sakit yang di derita oleh wanita di depannya.
Wanita yang sedang memangku bayi itu merasakan aliran hawa murni yang di berikan oleh Bayu Wirata. Akan tetapi, langsung menghentikan aksi dari pemuda di depannya.
"Kau tidak perlu melakukannya. pada saat ini, aku tidak akan bertahan lama" kata Wanita itu dengan nada yang lemas.
Bayu Wirata juga mengetahui jika wanita di depannya memang tidak akan bisa bertahan lama. namun, ia tetap melakukannya untuk sebagai pereda sakit semata.
"Anak muda, apakah kau bisa membantuku?" tanya wanita itu dengan nada yang lirih.
"Apa yang bisa aku bantu?, aku akan berusaha melakukannya" sahut Bayu Wirata sembari menatap wanita di depannya.
"Antarkan putraku ke sebuah perguruan yang ada di kota Rasaujaya. temui Ki Kurawa di Perguruan Jaya abadi, berikan putraku padanya. katakan juga padanya jika Perguruan Matahari sudah di serang oleh Perguruan Badai Neraka" kata wanita itu meminta bantuan kepada Bayu Wirata. selain itu, ia juga menunjukan arah dari kota yang harus di datangi pemuda tersebut.
Bayu Wirata mendengarkan apa yang di minta oleh wanita di depannya.
" Baiklah aku akan membantumu. katakan siapa namamu agar aku dapat mengatakan jika kau yang mengutusku ke Perguruan Jaya Abadi" kata Bayu Wirata yang menyanggupi permintaan wanita di depannya.
"Katakan jika kau adalah utusan Rani Sartika. lalu berikan ini kepada Ki Kurawa" kata wanita itu yang ternyata bernama Rani Sartika.
"Dan ini adalah koin emas untukmu. kau pasti akan membutuhkannya di dalam perjalanan. jangan lupa untuk membelikan putraku susu" kata wanita itu lagi. sembari memberikan satu kantong berisi koin emas dan satu kotak kecil yang entah apa isi dalamnya. kotak kecil inilah yang akan di berikan kepada Ki Kurawa yang ada di Perguruan Rasaujaya.
Bayu Wirata mengambil apa yang sudah di berikan oleh wanita di depannya. di saat yang bersamaan, wanita itu juga sudah menghembuskan napas terakhirnya. tewas bersandar di sebuah batang pohon dengan memangku bayinya.
Bayu Wirata menyimpan kantong koin emas dan sebuah kotak ke dalam balik bajunya. setelah itu, ia mengambil bayi yang ada di pangkuan wanita tersebut. lalu mengendongnya di depannya di depan dadanya, dengan sebuah kain yang mengikat bayi itu agar tidak terjatuh.
Setelah semuanya sudah selesai. Bayu Wirata kembali menatap wanita di depannya yang sudah tergeletak tak bernyawa.
"Aku akan berusaha semampu dan sebisaku." kata Bayu Wirata sembari memutar badannya ke arah yang di tunjukan oleh wanita di depannya tadi.
Mata pemuda itu menatap lurus ke depan. hingga tidak berapa lama ia langsung menghentakkan kakinya melesat ke depan meninggalkan puluhan jasad yang ada di dalam hutan tersbeut.
Namun tanpa di sadari oleh siapa pun kecuali Bayu Wirata. beberapa Pendekar sudah melihat apa yang di lakukan oleh pemuda itu . mereka adalah para pendekar yang yang berasal dari Perguruan Badai Neraka. yang sebelumnya di katakan oleh Rani Sartika sudah menyerang Perguruan Matahari.
Setidaknya ada lima pendekar yang melihat Bayu Wirata tersebut. akan tetapi, saat mereka hendak mendekat dan menghadang pemuda tersebut. mereka sudah terlambat.
Pemuda yang bernama Bayu Wirata sudah melesat terlebih dahulu meninggal hutan tersebut dengan kecepatan yang tinggi.
"Sialan. pemuda itu sudah pergi. bayi itu masih hidup. kita harus melaporkan hal ini kepada ketua" kata mereka yang berniatuntuk kembali ke Perguruan mereka yang berada di dalam hutan.
Sementara itu, Bayu Wirata sebenarnya sudah mengetahui kedatangan lima orang yang hendak mendekat ke arahnya. pada saat itu, ia sama sekali tidak ingin mengambil resiko tinggi. jumlah mereka lebih banyak dari dirinya. di tambah pada saat itu, ia sedang menggendong seorang bayi yang mungkin akan membahayakan bayi tersebut di dalam pertarungan itu.
Hingga pada akhirnya pemuda itu memutuskan untuk menyelamatkan bayi tersebut terlebih dahulu.
"Aku tidak akan mengambil resiko yang berbahaya bayi ini. jika hanya untuk melayani kalian" gumam Bayi Wirata dalam lawatannya.