NovelToon NovelToon
Ku Buat Kau Menyesal, Mas!

Ku Buat Kau Menyesal, Mas!

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:27.9k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Aluna Haryanti Wijaya, gadis lembut yang menikah demi menjaga kehormatan keluarga. Pernikahannya dengan Barra Pramudya, CEO muda pewaris keluarga besar, tampak sempurna di mata semua orang. Namun di balik janji suci itu, Aluna hanya merasakan dingin, sepi, dan luka. Sejak awal, hati Barra bukan miliknya. Cinta pria itu telah lebih dulu tertambat pada Miska adik tirinya sendiri. Gadis berwajah polos namun berhati licik, yang sejak kecil selalu ingin merebut apa pun yang dimiliki Aluna.

Setahun pernikahan, Aluna hanya menerima tatapan kosong dari suaminya. Hingga saat Miska kembali dari luar negeri, segalanya runtuh. Aluna akhirnya tahu kebenaran yang menghancurkan, cintanya hanyalah bayangan dari cinta Barra kepada Miska.

Akankah, Aluna bertahan demi cintanya. Atau pergi meninggalkan Barra demi melanjutkan hidupnya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

07. Bunga Sakura di atas ranting

Hari-hari di rumah Pramudya berubah drastis sejak Miska resmi dibawa pulang dari rumah sakit. Suasana rumah yang dulu sepi dan hanya berisi dinginnya sikap Barra pada Aluna, kini dipenuhi langkah ringan Miska, suaranya yang lembut, dan senyum manis yang selalu ia tebar pada setiap orang yang ditemuinya.

Bagi orang luar, kehadiran Miska seolah membawa cahaya. Ia sopan pada para pekerja rumah, selalu tersenyum pada Ratih, bahkan menyapa ramah sopir yang mengantarnya ke rumah sakit untuk kontrol. Namun bagi Aluna, semua itu hanya topeng. Ia tahu betul adik tirinya itu pandai memainkan peran, manis di luar, licik di dalam.

Aluna setiap hari terpaksa melihat suaminya sendiri sibuk mengurus perempuan lain. Saat makan pagi, Barra yang biasanya hanya duduk singkat kini meluangkan waktu lebih lama tapi bukan untuk Aluna. Ia memotongkan roti untuk Miska, menuangkan jus ke gelasnya, bahkan memastikan obatnya diminum tepat waktu.

“Kak, aku masih pusing … bisa tolong ambilkan selimut?” pinta Miska suatu pagi.

Barra berdiri tanpa pikir panjang, mengambil selimut dari sofa dan menyelimutinya dengan penuh perhatian. Aluna yang duduk di meja makan hanya bisa menggenggam sendok erat-erat. Jari-jarinya memutih menahan amarah, tapi wajahnya tetap ia paksakan tersenyum.

“Hebat sekali, Miska. Seolah-olah kamu yang jadi nyonya rumah ini.”

Miska menoleh dengan wajah polos. “Ah, Kak, aku hanya numpang sembuh. Lagian … kalau bukan Kak Barra yang jaga, siapa lagi?”

Barra melirik sekilas, tidak menegur, hanya menunduk kembali menyibukkan diri dengan piringnya.

Ratih yang kebetulan ikut sarapan, mendengus kesal. “Barra, seharusnya kamu yang lebih peduli pada istrimu sendiri. Lihatlah Aluna, masih lemah tapi tidak ada yang menanyakan kabarnya.”

Namun Barra tetap tak bergeming, seolah kata-kata Ratih hanya angin lalu.

Malam harinya, di kamar utama, Aluna duduk di depan meja rias, melepaskan anting satu per satu. Matanya menatap cermin, kosong. Ketika pintu kamar terbuka, ia berharap Barra masuk. Dan benar, suaminya itu masuk dengan jas sudah terlepas, wajah lelah.

“Barra…” panggilnya lirih.

Barra hanya menggantung jasnya, lalu mengambil segelas air di nakas.

“Apa kamu tidak lelah mengurus Miska seharian?” tanya Aluna, suaranya bergetar.

Barra meneguk air, lalu menjawab dingin, “Dia sakit, Luna. Kalau aku tidak peduli, siapa yang peduli?”

Aluna bangkit, berjalan mendekat, lalu berdiri tepat di depan Barra.

“Lalu aku? Apa aku bukan siapa-siapa? Aku istrimu, Barra. Istrimu! Tapi kamu bahkan tak pernah menanyakan keadaanku. Luka di kepalaku, hatiku yang retak … semuanya kamu abaikan.”

Barra menatapnya, tapi tatapan itu kosong, tanpa emosi. “Kamu kuat ... kamu tidak butuh aku.”

Kalimat itu menusuk seperti pisau. Aluna tersenyum miris, lalu menunduk. “Jadi, aku lebih buruk dari adik tiriku sendiri di matamu?”

“Jangan memancing perdebatan, Aluna,” jawab Barra datar.

Aluna menarik napas panjang, lalu menatap Barra dengan sorot tajam. “Baik, kalau begitu, mulai malam ini aku akan berhenti mengejarmu, Barra. Aku akan berhenti menunjukkan cintaku. Dan ketika kamu sadar aku sudah pergi terlalu jauh … mungkin saat itu kamu yang akan berlari mengejarku.”

Barra menegang sejenak, namun segera berbalik, meninggalkan Aluna sendirian di kamar.

Hari berganti, drama terus berulang.

Di ruang tamu, Miska duduk membaca majalah, sementara Barra di sampingnya sibuk dengan laptop. Ketika Aluna turun dengan gaun kerja, siap menghadiri rapat investor untuk perusahaan kakeknya, Miska berkomentar sambil tersenyum manis.

“Wah, Kakak cantik sekali. Sayang sekali Kak Barra nggak bisa menemani, ya. Masih sibuk urus aku.”

Aluna berhenti sejenak, lalu menatapnya sambil tersenyum dingin. “Tidak apa-apa. Aku terbiasa mandiri. Lagipula, aku tidak butuh seorang pria yang tidak tahu cara menghargai istrinya.”

Barra mendongak dari laptop, rahangnya menegang, tapi ia tidak menjawab. Miska hanya tersenyum samar, pura-pura tidak mengerti. Di balik semua itu, hati Aluna mulai berubah. Ia tidak lagi hanya ingin dicintai Barra, tapi juga ingin membuktikan pada semua orang terutama pada Miska bahwa dirinya jauh lebih berharga, lebih kuat, dan pantas mendapat tempat sebagai istri Barra dan cucu Haryanto.

Keesokan harinya.

Pagi itu, Aluna menghadiri sebuah pertemuan besar di hotel bintang lima acara jamuan bersama para investor asing yang menjadi mitra perusahaan Wijaya. Ratih awalnya melarang Aluna datang karena kondisinya masih lemah, tetapi Aluna bersikeras. “Ma, justru sekarang aku harus tunjukkan siapa aku sebenarnya. Aku tidak mau terus dianggap lemah.”

Dengan gaun elegan berwarna biru tua, rambut disanggul sederhana namun anggun, Aluna hadir mencuri perhatian. Saat banyak orang menanti Barra untuk berbicara di podium, Aluna justru maju lebih dulu menyapa investor dengan penuh percaya diri.

“Selamat datang di Jakarta, Bapak dan Ibu sekalian,” suaranya terdengar jernih dan mantap. “Saya Aluna, istri dari Tuan Barra Pramudya. Hari ini saya ingin menunjukkan sesuatu yang mungkin berbeda dari biasanya.”

Dia menayangkan presentasi desain rancangan busana dan produk kreatif yang telah ia kerjakan diam-diam selama beberapa bulan. Gambar-gambar digitalnya memukau, setiap detail terlihat matang dan profesional. Para investor yang awalnya ragu, kini mulai memberikan tepuk tangan.

Seorang investor senior dari Eropa berdiri sambil tersenyum. “Nyonya Pramudya, saya harus akui … Anda punya bakat luar biasa. Bahkan jauh lebih detail daripada beberapa desainer muda yang kami kenal di London.”

Barra yang sedari tadi hanya duduk di kursi VIP tampak kaget, wajahnya menegang. Ia tidak menyangka istrinya, yang selalu ia anggap tidak berharga, ternyata bisa memukau para investor internasional. Dan kejutan lebih besar datang saat seorang asisten pribadi mendekati Aluna setelah acara usai. Pria Jepang itu membungkuk sopan.

“Permisi, Nyonya Pramudya. Saya datang mewakili Tuan Takahashi, CEO Hoshimitsu Corporation dari Jepang. Beliau sangat terkesan dengan hasil presentasi Anda. Tuan Takahashi ingin mengundang Anda secara pribadi untuk bekerja sama dengan perusahaannya.”

Ruangan mendadak hening. Semua mata memandang Aluna. Nama Hoshimitsu bukan nama kecil perusahaan itu dikenal sebagai salah satu raksasa mode dan desain dunia, tetapi sang CEO, Tuan Takahashi, dikenal misterius dan jarang sekali muncul di depan publik.

Aluna menahan senyum, tidak terburu-buru menerima tawaran itu. “Terima kasih atas penghargaan ini. Tapi saya rasa keputusan sebesar itu perlu saya pertimbangkan matang-matang. Bisakah saya berdiskusi dulu dengan Anda, sebagai perwakilan beliau?”

Asisten itu tersenyum lega. “Tentu, Nyonya. Kami akan atur jadwal pertemuan khusus.”

Tepuk tangan kembali menggema. Sementara Barra hanya bisa diam, menatap istrinya yang kini berdiri dengan penuh wibawa, jauh dari bayangan wanita lemah yang selama ini ia remehkan.

Namun, di sudut ruangan, Miska yang ikut hadir dalam jamuan itu menggertakkan giginya. Dadanya sesak menahan amarah dan iri.

'Bagaimana mungkin Aluna, si perempuan yatim yang dulu ia pandang rendah, bisa mendapat tawaran langsung dari perusahaan Jepang yang selama ini ia incar?'

Miska sendiri adalah lulusan universitas ternama di Inggris di bidang desain. Ia merasa lebih layak berada di posisi itu. Dan saat melihat tatapan Barra yang diam-diam kagum pada Aluna, darah Miska mendidih.

Malam itu, di kamarnya, Miska membuka laci dan mengeluarkan sebuah sketsa lama. Ia mengingat sesuatu masa kecil Barra.

Barra pernah bercerita, di usianya yang masih belia, ia pernah bertemu dengan seorang gadis kecil di dekat makam keluarga. Gadis itu menggambar bunga sakura di tanah dengan ranting kering. Sejak saat itu, Barra selalu terobsesi dengan gadis pelukis itu. Dan kebetulan, di hari yang sama, Barra juga mengenal Miska. Sejak saat itu, Barra percaya bahwa gadis kecil pelukis itu adalah Miska.

Miska tersenyum licik. “Kalau memang obsesi itu yang membuatmu kagum, Kak Barra … aku akan pastikan kamu percaya kalau akulah gadis itu dan bukan Aluna.”

Dia menyiapkan rencana, menyusun sketsa palsu yang seakan-akan ia buat sejak kecil, agar Barra semakin yakin bahwa dia adalah cinta masa kecil yang selalu dicari.

Sementara itu, Aluna yang belum tahu rencana busuk adik tirinya, menatap undangan kerjasama dari Jepang itu dengan penuh keraguan.

"Aku bisa saja pergi ... tapi aku nggak bisa ninggalin Barra ... dia adalah orang pertama kali yang menggenggam tanganku saat kecil, orang yang pertama kali memberi senyum di hari di mana seakan dunia ikut menghilang," gumam Aluna, benar Barra yang kecil adalah laki-laki yang sangat tulus menemani Aluna, menjaga dan melindunginya. Namun, semua itu hancur ketika Miska hadir sebagai sosok pelukis bunga sakura di atas ranting. Orang yang selama ini Barra cari.

Sambil nunggu update mampir ke karya temanku ya.

1
juwita
si miskin sm si bara Bret brot emg cocok sm" pecundang sm" licik.
mama
alhamdulillah.. Taka datang tepat waktu
Sunaryati
Benar kan memang kalian sangat cocok Miska dan Barra, sama- sama licik jadi kalian pas hancur bersama.
Sunaryati
Barra akan hancur bersamamu Miska, kau lupa ada CCTV ada pengawal Aluna, yang mengawasi dar kejauhan, dan mengirimkan kejadian seutuhnya pada Tuan Taka
Uthie
Yeayy... Taka is the Hero 🤩👍🏻
Cookies
ceritanya bagus, miska dan barra siap² amarah tuan taka
Cookies
masih kurang thor🤭, lanjut yg byk
Aisyah Alfatih: kita lanjut besok ya, 3 bab 💪💪
total 1 replies
Lee Mbaa Young
Bner kan Dugaan ku aluna blm pernh tidur dng Taka, krn aluna blm move on. ini aja krn obat coba kl waras gk mungkin aluna mau hub badan dng Taka. kasian banget Taka 🤣 punya istri tp gk di layani.
Aisyah Alfatih: bukan nggak bisa move on, tapi alunanya nggak mau jatuh cinta karena pelarian 🤭
total 1 replies
partini
6 tahun cuma megang tangan doang
Aisyah Alfatih: 😂😂😂😂😂
total 5 replies
A.M.G
mampus lu bar
A.M.G
kapan sih para benalu tersingkir kan
A.M.G
namanya juga hidup pasti penyesalan datangnya belakangan
A.M.G
semangat
Uthie
koq si Miska masih dipertahankan gtu sihh itu???
Warung Sembako
dr awal semua kekacuan jg krn miska, hrusnya miska juga ikut hancur, bkn bara seorang...
Ma Em
Tuti dan Miska bukannya menyadari semua kesalahannya malah bertambah nekad sepertinya , Aluna sdh terlanjur hancurkan saja Tuti dan Miska biar dia sadar bahwa dia tdk akan bisa melawan Aluna dan menyesali dgn segala perbuatannya , jgn beri maaf Miska sama Tuti
Uthie
Bagusss Aluna.. singkirin aja tuhh 2 manusia jahat si Tuti ma Miska 👍🏻🤨😡😡
Uthie
Biarlah si Barra aja yg kasih pelajaran tak kan pernah dia lupa kan juga .. sebagai mana dulu Aluna pun merasakan nya hingga kini 👍🏻🤨😤
ken darsihk
Eehhh duo racun Tuti dan Miska kalian benar-benar nggak ada kapok nya ya , rencana busuk apa lagi yng ada di kepala kalian
Semoga karma cepat menjemput mu 😡😡😡
nur adam
lnjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!