Setelah mendapatkan air sumur pertama, kedua, ketiga, keempat , kelima, dan keenam, tinggal ketujuh....konon di sumur inilah telah banyak yang hanya tinggal nama.....mengerikan !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Artisapic, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB VII LORONG BERSEMAK
Mendengar penjelasan orang tadi, Sabdo langsung bergegas mendekati penyiksaan itu dengan menegur si pembawa cambuk.
" Maaf ki sanak, sebaiknya sudahi penyiksaan ini, apa penyebab semua ini, katakan saja," kata Sabdo.
" Siapa kau, jangan turut campur, ini urusan pejabat kelurahan, apa kau sanggup bayar hutangnya, hah," hardik si pembawa cambuk.
" Kalau iya, apakah orang itu kau bebaskan," tanya Sabdo.
" Tentu tidak, karena dia itu menolak lamaran Lurah kepada anak perempuannya," jelas si pembawa cambuk.
" Oooooh...kalau begitu namanya bukan masalah pajak, tapi sudah pemaksaan, ya sudah....akan saya tangani semuanya biar Lurahmu itu muncul," kata Sabdo.
Maka terjadilah pertarungan, Sabdo dikeroyok oleh tiga orang pembawa cambuk, dalam jurus pertama si pembawa cambuk dengan blangkon merah kena tendangan Sabdo, ia terjengkang sambil menahan perutnya, dalam jurus kedua, si blangkon hitam tumbang setelah rahangnya kena pukulan keras Sabdo, sedangkan memasuki jurus ketiga, si blangkon hijau berhasil mencambuk Sabdo, namun selangkah memasuki jurus ke empat justru si blangkon hijau itu terpental setelah mendapat tendangan kuat Sabdo.
Ketiga pemakai blangkon itu akhirnya lari tunggang langgang setelah semuanya terkena gerakan tendangan dan pukulan Sabdo.
" Terima kasih ki sanak, teima kasih, berkat ki sanak mereka kabur, tapi pasti ki Lurah akan ke sini ki sanak, saya justru takut seakan - akan saya yang menyuruh," kata orang yang tadi dicambuk.
" Jangan kawatir pak, saya akan hadapi mereka, semoga bapak nanti aman terutama seluruh warga di Malela ini," kata Sabdo.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara ringkikan kuda dari sudut jalan, suara itu semakin dekat semakin banyak gemuruh kaki kuda. Lalu tampak segerombolan orang berkuda datang menuju dimana Sabdo dan Kundil berdiri. Kuda-kuda itu berputar-putar mengelilingi Sabdo dan Kundil. Setelah tiga kali putaran, seorang penunggang kuda turun dari tunggangannya itu, tubuhnya tinggi besar, badannya penuh dengan otot, wajahnya menyeramkan, pendek kata bila bertemu dengan orang itu pasti akan lari.
" Mana orangnya yang telah melukai utusanku, dimana dia ?" tanya orang itu.
" Hai...mana dia," tanya orang yang masih duduk di atas kuda.
Matanya membelalak kepada orang yang dicambuk tadi, lalu orang menyeramkan itu mendekati Sabdo.
" Kau orang mana ....dan apa tujuanmu ke desa kami ?" kata orang itu.
" Maaf, saya hanya lewat, lalu melihat ketidakadilan, makanya saya tolong," kata Sabdo.
" Ha..ha...ha...haaa, ternyata ini orangnya, mau pendek umur hah !, hardik orang itu.
" Urursan umur bukan urusan manusia, tapi sudah ada yang mengatur," kata Sabdo.
" Kurung dia....jangan diberi jalan, cepat !" kata orang tadi membuat beberapa orang pengiringnya membentuk lingkaran.
" Rupanya belum tahu, siapa Lurah Kala Sura, kau akan kumakan , hah !" ancam orang itu.
Sabdo hanya diam, sementara Kundil sudah mengisi tubuhnya dengan ilmu kanuragan. Lalu orang itu mengeluarkan senjata golok besar dengan bagian ujungnya tampak bekas darah.
Belum juga Sabdo menahan nafas, tiba-tiba sabetan golok itu melayang di depan matanya, Sabdo bergeser sedikit, lalu dari depan golok itu siap membelah wajahnya, dengan gerakan ringan, Sabdo menangkisnya, golok itu terus mendekati wajahnya, tiba-tiba...krak...krak...krak, golok besar itu patah, membuat orang itu makin buas, kedua tangannya siap mencekik Sabdo, namun naas, tangan Sabdo menghantam leher orang itu, tubuh yang besar itu tumbang dan menggelepar kemudian diam, dia tewas di situ.
Sementara itu Kundil dengan sigapnya melayangkan tangannya yang sudah berisi ilmu kanuragan, saat tangan itu melayang, tiga, empat bahkan lima orang yang mengelilinginya tumbang merenggang nyawa, dan tangan kiri Kundil kembali melayang lalu empat orang tumbang juga , tewas. Membuat si penunggang kuda itu murka lalu melompat sambil membawa pedang yang penuh bekas darah, ia menyabetkan pedang selalu terarah, namun Sabdo dan Kundil begitu waspada, bahkan pukulan Sabdo mengenai perutnya. Banyak warga yang mengambil senjata mereka yang tumbang, mereka para warga ikut juga menyerang pengiring yang lain, mereka kocar kacir akibat serbuan warga.
Kala Sura yang bertempur melawan Sabdo dan Kundil, akhirnya terdesak juga, saat pukulan Kundil dengan tenaga dalamnya, Kala Sura terjungkal, dan saat itu juga, sebuah golok warga melayang dan " clap....krak ...krak. Jeritan suara Kala Sura terdengar lalu sepi dan sunyi. Kala Sura kepalanya terbelah oleh golok yang dilayangkan warga, ia tewas di tempat itu. Sementara warga lain bersorak sambil membawa senjata menuju kelurahan.
Akhirnya masa pemerintahan Kala Sura berakhir, dan terpilihlah seorang Lurah baru yaitu orang yang berhasil membelah kepala Kala Sura, ia adalah Permadi. Dalam kesempatan itu, Sabdo dan Kundil menjadi penyelamat warga Malela, dan setelah kejadian itu, Sabdo dan Kundil mendapat hadiah tanah di ujung desa. Di tanah itulah awal sebuah perjalanan mistis keduanya.
Malam itu, Sabdo berdiri memandang ke arah pesawahan, dia melihat beberapa burung gagak bersandar di ranting pohon jati, suara burung itu begitu selaras dengan suasana menyeramkan, dan pertanda akan adanya kematian. Dalam berdirinya itu Sabdo melihat sosok hitam berjalan sambil berjongkok, rasa keanehan menyelimuti pikiran Sabdo, beberapa saat kemudian, orang berjongkok itu diam, dari kejauhan Sabdo merasa orang itu sedang mengamati dirinya. Sabdo tetap berdiri, tiba-tiba orang berjongkok itu masuk ke semak-semak , lalu lama tak muncul-muncul. Sabdo penasaran, akhirnya ia melangkah menuju tempat orang jongkok tadi.
Di semak-semak itu ,Sabdo memandang dengan teliti, ia melangkah setapak demi setapak, lalu dari balik gundukan semak itu, tercium bau kayu cendana yang menyengat juga bau seperti daging terbakar. Sabdo terus melangkah hingga di ujung semak dekat dengan sungai, di situ ia melihat sebuah pemandangan mengerikan. Ada bara dari tumpukan kayu, ada kepulan asap tipis yang terus ke atas dan ada sosok di atas tumpukan bara itu, ternyata Sabdo mengamati sosok itu adalah sosok manusia, hati Sabdo bergidik penuh rasa ingin melihat secara dekat, namun ia urungkan niatnya manakala banyak suara kaki yang terdengar dari balik semak lain. Ia terdiam saat suara kaki itu datang, wajahnya hampir tidak percaya, di depan sana, tampak orang berjongkok tadi membawa tubuh manusia dengan dibalut kain putih, itu mayat, pikirnya.
Matanya tertuju kepada sosok yang dibawa diatas bahu orang berjongkok, itu adalah mayat, ya...itu adalah mayat manusia yang baru meninggal, lalu orang berjongkok itu meletakkan mayat tadi di atas bara, sementara sosok tubuh yang lain tadi diangkatnya , kepulan asap masih ada di sosok yang tadi dipanggang, lantas orang berjongkok itu tangannya dilipat lalu kepalanya menengadah dan dari mulutnya terdengar suara suitan tiga kali. Tiba-tiba, terdengar gemuruh orang bersorak, dari sisi kiri Sabdo di kejauhan sana, sekelompok manusia kerdil berlarian menuju bunyi suitan orang berjongkok, lalu barisan manusia kerdil itu berkumpul sambil tangannya mencakar-cakar ke depan. Dan setelah itu orang berjongkok tadi menyalakan sebuah obor dari tulang, dan pada saat obor itu menyala, maka orang-orang kerdil tadi saling berebutan.