Kiara dan Axel berteman sejak kecil, tinggal bersebelahan dan tak terpisahkan hingga masa SMP. Diam-diam, Kiara menyimpan rasa pada Axel, sampai suatu hari Axel tiba-tiba pindah sekolah ke luar negeri. Tanpa memberitahu Kiara, keduanya tak saling berhubungan sejak itu. Beberapa tahun berlalu, dan Axel kembali. Tapi anak laki-laki yang dulu ceria kini berubah menjadi sosok dingin dan misterius. Bisakah Kiara mengembalikan kehangatan yang pernah mereka miliki, ataukah cinta pertama hanya tinggal kenangan?
*
*
*
Yuk, ikuti kisah mereka berdua. Selain kisah cinta pertama yang manis dan menarik, disini kita juga akan mengikuti cerita Axel yang penuh misteri. Apa yang membuatnya pindah dan kembali secara tiba-tiba. Kenapa ia memutus hubungan dengan Kiara?.
MOHON DUKUNGANNYA TEMAN-TEMAN, JANGAN LUPA LIKE, DAN KOMEN.
Untuk menyemangati Author menulis.
Salam Hangat dari tanah JAWA TENGAH.❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Story Yuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22 After Ciuman
Kiara langsung melarikan diri dari Axel, ia melangkah tergesa menjauhkan diri. Di depan kamar Widia berdiri menenteng dua tas kecil berisi hadiah, hendak ia berikan pada Axel dan Kiara. Namun, Kiara yang datang dengan langkah buru-buru, hanya melewatinya begitu saja, tanpa menoleh atau menyapa, gadis itu menunduk kedua tangannya memegang pipinya yang memerah.
Widia menatap heran namun tak bisa bertanya. Brak! Gadis itu menutup pintu dengan keras.
Tak lama, Axel menyusul dari belakang. “Ara… dengarkan dulu,” ucapnya, lalu terkejut melihat ibunya berdiri di depan kamarnya.
“Ma…” ujarnya, kedua matanya melotot kaget.
Widia memicingkan mata, menatap curiga putranya. “Kalian…” ucapnya terpotong membuat Axel tercekat.
Pemuda itu menelan ludah, giginya mengatup rapat, ia menahan napas panik kalau-kalau ibunya tahu apa yang sebenarnya terjadi.
“Kalian bertengkar lagi?” tanya Widia akhirnya.
Axel mengangkat alisnya, kemudian menghela napas lega. “I-iya, ma,” jawabnya kikuk, jantungnya masih berpacu, gugup.
Widia mengerutkan keningnya, “Sudah mama bilang, jangan buat Kiara sedih,” tegasnya penuh penekanan.
“Iya ma, ini Axel mau ngebujuk dia… mau minta maaf ke Ara,” ujar Axel cepat, ngeles di depan mamanya.
Widia mendengus kesal, “Besok saja, biarkan Kiara istirahat. Ini kasih ke Ara besok lagi, jangan lupa,” titah Widia sambil menyodorkan dua tas kecil yang di tentengnya.
“Hah? O-oke ma.”
Widia lalu pergi meninggalkan Axel yang masih mematung di ambang pintu kamar.
Axel mendekati kamar Kiara, ia bertingkah kikuk, ragu-ragu ingin mengetuk pintu.
“Aish!” gumamnya sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.
Akhirnya ia mengurungkan niatnya lalu masuk ke kamarnya sendiri, ia terus meraba bibirnya yang baru saja mengecup bibir seorang gadis. Pemuda itu duduk termangu di atas ranjang, perasaan gusar dan detak jantung yang terus berdebar membuatnya frustasi. Ia menjatuhkan dirinya ke kasur, tatapannya kosong ke arah langit-langit kamarnya.
“Axel… apa yang sudah kamu lakukan?” lirihnya menyalahkan diri yang terlalu impulsif.
Sementara itu di kamarnya, Kiara tengkurap di bawah selimut, pipinya memerah, jantungnya terus berdentum tak karuan. Jemarinya gemetar menyentuh bibirnya sendiri, matanya masih membulat seolah tak percaya pria pujaannya telah menciumnya.
“Apa ini mimpi? Arghhh…” ujarnya sambil meremas erat bantalnya, kakinya terus menghentak di atas kasur.
“Omg… ciuman pertamaku, Axel!” serunya kegirangan, ia terus berguling salting di ranjangnya.
****
Keesokan paginya, Kiara bangun pagi sekali, ia sengaja bangun lebih dulu dari Axel. Gadis itu segera mandi dan bersiap untuk pergi ke sekolah, ia berdiri di depan cermin merapikan seragamnya.
“Ayo Kiara, ini adalah awal yang baru,” ucapnya menyemangati diri, senyum tipis muncul di wajahnya, pipinya bersemu malu mengingat kejadian semalam, Axel dan dirinya… berciuman.
Ia segera melangkah keluar kamar, begitu keluar ia terperanjat melihat Axel di depan kamarnya, pria itu berdiri tegak menyandarkan bahu di dinding, menatap dalam dirinya.
“A-axel…” gumamnya tak percaya, suaranya tercekat menahan napas.
Axel melangkah maju mendekati dirinya. “Nih, hadiah dari mama,” ucapnya datar sambil menyodorkan sebuah tas kecil.
Kiara mengangkat alisnya, “Hah?” ujarnya dengan tatapan bingung, namun segera meraih tas pemberian pria itu.
“Ara, soal semalam…” belum sempat Axel menyelesaikan kalimatnya, Kiara memotongnya dengan cepat.
“Aku! Berangkat dulu,” serunya, tanpa membuka isi tas kecil itu, Kiara bergegas melarikan diri dari Axel.
Axel memiringkan kepala, menatap heran gadis yang berlari kikuk menghindari dirinya. “Ada apa dengannya?”
Di lantai bawah, Kiara bertemu dengan Widia yang tengah menyiapkan sarapan. “Tante, maaf. Ara lupa ada tugas sekolah belum dikerjakan, Ara berangkat dulu ya,” ujarnya terburu-buru, lalu menjabat tangan Widia berpamitan.
“Nggak sarapan dulu?” tanya Widia sambil menatap heran anak tetangganya itu.
“Nanti aja di kantin!” seru Kiara, seraya berlari keluar rumah.
Widia masih ternganga, wajahnya tampak kebingungan belum mengerti situasi. Tak lama, Axel berjalan santai menuruni tangga menuju ruang makan.
Widia langsung menyambutnya dengan berbagai pertanyaan. “Ada apa dengan Kiara? Kalian bertengkar?”
Axel menarik kursi lalu duduk siap untuk sarapan, tanpa menatap ibunya, ia hanya menjawab dengan datar. “Entah lah,”
“Axel… kamu lihat, dia sampai nggak sarapan karena menghindari kamu kan?” cecar Widia di depan putranya.
Axel hanya menghela napas, “Ma, tenang aja. Axel akan mengurusnya.”
“Tuhkan benar dugaan mama, kamu masalahnya,” gumam Widia, wajahnya terlihat jelas kesal namun tak bisa untuk marah.
“Untuk kali ini… memang Axel yang salah,” ucap Axel pelan, namun terdengar jelas oleh Widia.
Widia mendengus, matanya menyipit tajam. “Kamu ini, mama tahu kelakuanmu di sekolah kemarin. Kamu bikin Kiara nangis, kan?”
Axel menunduk, jemarinya menggenggam kuat sendoknya seakan menahan sesuatu. Untuk pertama kalinya, ia tak bisa membantah kata-kata sang mama.
“Kamu harus hati-hati, mama terus mengawasimu,” tegas Widia sambil mengangkat dua telunjuknya ke arah Axel.
Axel mendongak perlahan, menatap balik ibunya dengan senyum tipis penuh kepalsuan. “Iya ma.”
Pagi itu, kepala Axel dipenuhi oleh Kiara. Wajah polosnya yang terkejut saat dirinya tiba-tiba menjatuhkan ciuman di bibir gadis itu, kejadian malam itu terus muncul di benaknya. Ia berangkat ke sekolah dengan perasaan gelisah, sepanjang perjalanan matanya terus bergerak cepat seolah sedang menyusun rencana, bagaimana ia akan menghadapi Kiara.
****
Di sekolah, tiba jam pelajaran penjas. Axel merogoh tasnya dan mengambil seragam olahraga, namun matanya langsung tertuju pada tas kecil hadiah dari ibunya. Sedikit penasaran, ia langsung membuka tas itu. Begitu terbuka betapa terkejutnya ia melihat isi tas itu, sepasang pakaian dalam wanita remaja ada disana, Axel buru-buru menutup dan menyembunyikannya.
Ia menelan ludah. “Sial, aku salah memberi tas hadiahnya,” gumamnya sambil menggenggam erat tas itu.
Dia segera meraih ponsel dan mengirim pesan pada Kiara. Jangan-jangan isi tas yang dibawa Kiara juga… ah mama, kenapa harus ngasih hadiah beginian sih. batinnya panik, kalau-kalau isi tas itu pakaian dalamnya juga.
Kiara tak kunjung membalas pesannya, Axel terus gelisah menatap layar ponsel di dalam kelas, kelopak matanya terus berkedip cepat. Tak sabar, akhirnya ia berdiri dan melangkah tergesa mendatangi kelas Kiara.
“Ara!” serunya di depan pintu kelas 3B, sontak membuat semua mata tertuju padanya.
Dengan percaya diri, Axel melangkah masuk mendekati bangku Kiara. Suara langkah sepatunya terdengar jelas, membuat beberapa kepala di ruangan itu ikut menoleh. Ia berhenti tepat di depan gadis itu, mencondongkan tubuh hingga wajahnya sejajar, kedua tangannya menekan meja di depan Kiara.
Aura dominan Axel langsung membuat udara di sekitar mereka terasa berat, sementara Kiara hanya bisa menatapnya dengan bingung, sekaligus waspada.
“Kenapa nggak balas pesanku,” bisik Axel penuh penekanan.
Kiara membulatkan matanya, “Pesan? Oh aku nggak pegang ponsel,” jawabnya, suaranya sedikit tercekat menahan gugup. Wajahnya terlalu dekat dengan Axel.
Axel menghela napas. “Ikut aku, bawa tas yang kuberikan tadi pagi,” ujarnya, langsung berbalik pergi.
Kiara masih mematung di kursi, menatap bingung bahu pria yang tiba-tiba mendatangi kelasnya.
Axel terhenti, lalu menoleh menatap Kiara yang hanya diam di bangkunya. Ia mendesah berat lalu menghampirinya lagi.
“Bawa tas yang kuberikan tadi,” ucapnya lagi membuat Kiara tersentak, gadis itu sontak berdiri sambil menggenggam tas kecil.
Tanpa banyak kata, Axel langsung meraih tangan Kiara dan menggenggamnya erat. Gerakan spontan itu mengejutkan seisi kelas. Dengan langkah mantap, ia menarik Kiara keluar, seolah tak peduli pada tatapan orang lain.
Beberapa siswa terperangah, sebagian lagi bersorak heboh, meneriakkan godaan yang membuat suasana makin riuh. Wajah Kiara memerah, antara malu dan tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Di sudut koridor, Jessica dan Dika kebetulan melihat adegan itu. Keduanya menatap dengan wajah kesal. Jessica menggigit bibir, sementara Dika mengepalkan tangan, jelas tidak terima dengan pemandangan tersebut.
...****************...
Bersambung...
Mohon Dukungannya Teman-teman Sekalian...
Jangan Lupa Like, Vote dan Coment! Untuk Menyemangati Penulis.
Salam Hangat Dari Author, 🥰🥰
🤣
ak pasti menunggunya thor
otakku baru bangun nih