Queensa tak menyukai pernikahannya dengan Anjasmara. Meskipun pria itu dipilih sendiri oleh sang ayah.
Dijodohkan dengan pria yang dibencinya dengan sifat dingin, pendiam dan tegas bukanlah keinginannya. Sayang ia tak diberi pilihan.
Menikah dengan Anjasmara adalah permintaan terakhir sang ayah sebelum tutup usia.
Anjasmara yang protektif, perhatian, diam, dan selalu berusaha melindunginya tak membuat hati Queensa terbuka untuk suaminya.
Queensa terus mencari cara agar Anjasmara mau menceraikannya. Hingga suatu hari ia mengetahui satu rahasia tentang masa lalu mereka yang Anjasmara simpan rapat selama ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Yunus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Anjasmara pulang meninggalkan Queensa di rumah Ridwan.
Tiba di rumah, laki-laki itu tidak langsung masuk, memilih duduk di beranda rumahnya, berdiam cukup lama sambil mengingat setiap kata yang keluar dari mulut sang istri.
Puluhan tanya memenuhi pikiran Anjasmara, salah satunya adalah,
Selama ini apakah benar Queensa begitu tertekan hidup bersamanya?
Sesungguhnya ada alasan dibalik sikap tegas Anjasmara selama ini, tentang dia yang ingin cepat membuat Queensa hamil pun sudah diperhitungkan. Kiranya, perempuan itu akan lebih luas dalam berpikir, terlebih setelah menjadi calon ibu, tetapi, nyatanya tidak.
Kali pertama perempuan itu sudi memanggilnya dengan embel-embel Mas justru untuk meminta dilepaskan.
Anjasmara mengusap wajahnya kasar, berusaha menghalau setiap emosi dihatinya.
Selama ini, sejak Queensa hamil Anjasmara selalu menahan diri agar tak mendekati Queensa, tidak terukur seberapa rindunya ia dengan sang istri.
Sementara di kediaman Ridwan Queensa masih terpaku ditempatnya, Perempuan itu tak pernah berpikir jika suaminya benar-benar pergi tanpa sepatah katapun untuknya.
"Menyesal?" Suara Ridwan menyadarkannya. "Belum terlambat, Queen! Apapun yang dilakukan Anjasmara selama ini, adalah bentuk cintanya padamu. Paman berharap kamu tidak menyesal sudah mengambil keputusan lari dari Anjasmara."
Jantung Queensa seketika berdegup kencang, tapi itu bukan rasa lelah stau kesal, seperti rasa takut yang tiba-tiba hadir.
Sepintas Queensa melirik Affin yang kini juga tengah menatapnya. Queensa mengingat tatapan lembut suaminya saat berlutut tadi. Pria itu bertekuk lutut dan mengalirkan rasa baru yang tak ia kenal.
Tadi tatapan Anjasmara seketika berbeda saat permintaan pisah itu keluar dari bibirnya. Anjasmara menatapnya dengan binar mata yang berbeda. Jika tadinya menatapnya hangat dan penuh perhatian, tadi tatapan itu seakan hilang. Digantikan dingin dan emosi bercampur kecewa pada tatapan nya. Melihat Anjasmara frustasi ada rasa sesak yang entah berasal dari mana. Ia seperti ingin menangis, antara sedih dan menyesal tak memberi Anjasmara kesempatan sama sekali.
"Kalau memang mau balik, biar ku antar!" Affin ambil inisiatif.
"Gak perlu, kami memang butuh waktu untuk sendiri." timpal Queensa keras kepala.
Pada akhirnya Queensa benar-benar tinggal dikediaman Ridwan.
Ridwan juga segera menyuruh Queensa beristirahat dan meminta Affin pulang.
Ridwan ikut gemas dengan sifat keras kepala ponakannya, tapi dia juga tidak bisa berbuat banyak. Queensa satu-satunya anak kakanya dan juga satu-satunya keponakan yang Ridwan punya. Apa yang bisa di nasehat kan untuk keponakan itu? Tentu Queensa dengan segala sifat keras kepalanya tidak akan mau dengar, Ridwan sendiri belum memiliki pengalaman berumah tangga. Membuat pria itu memilih jadi penengah.
Siang tadi matahari begitu terik. Namun malam ini, tiba-tiba hujan turun dengan derasnya ditemani gelegar petir, sedang Queensa sejak tadi tak bisa memejamkan matanya.
Ia seorang diri di kamar. Tak ada siapa-siapa yang menemaninya, Ridwan mungkin sudah terlelap sejak tadi, karenanya Queensa seperti sebatang kara di tengah hujan petir yang hadir.
"Kok pake acara haus sih!?" Queensa berdecak kesal karena haus di waktu yang kurang tepat.
Perlahan perempuan itu menurunkan kakinya yang tadinya terbungkus selimut, melirik ke samping tempat tidur dan tidak menemukan apa-apa. Terbiasa tinggal dengan Anjasmara tentu Queensa lupa jika ini bukanlah kediaman pria itu. Kediaman yang menyediakan segala hal keperluannya tanpa diminta sekalipun.
Queensa melangkahkan kakinya perlahan, tapi saat akan keluar pintu suara petir menyambar dengan kuatnya membuat perempuan itu terkejut hingga reflek meloncat tinggi.
"Auh... perutku... "
Gerakan spontan itu berefek pada perut Queensa, keringat dingin menjalari beberapa bagian tubuhnya, rasa kram membuat Queensa terduduk lemas.
Queensa ingin berteriak minta tolong tapi tubuhnya terasa tak berdaya.
Disaat seperti ini Queensa justru mengingat pria dingin dan otoriternya. Andaikan ini di rumah Anjasmara dia tidak mungkin dibiarkan sendiri, meskipun ia meminta Anjasmara tak muncul di rumah, tapi perhatian pria itu tetap disalurkan melalui 3 ART yang selama ini Anjasmara utus untuk mengurus dan mengawasinya.
"Aduuuuh.... ini sakit banget..., " Air mata Queensa mengalir, susah payah ia berdiri dan berjalan dengan berpegangan untuk meminta tolong pada Ridwan.
********
Anjasmara tidak tau apa yang terjadi pada Queensa. Dini hari dia dihubungi Ridwan diberitahu jika Queensa dilarikan ke rumah sakit.
Detik itu juga Anjasmara bergegas pergi ke rumah sakit tempat Queensa dilarikan. Padahal saat ini dia berada di tengah hutan kelapa sawit. Pekat malam yang menyelimuti tak menyurutkan tekadnya untuk segera mengetahui apa yang terjadi pada sang istri.
Anjasmara baru saja mendapatkan kabar jika timbunan kelapa sawit yang baru di panen pagi tadi raib.
Sejak tiba di tengah perkebunan tadi Anjasmara memang sedikit kurang fokus, beberapa lali kedapatan melamun dan membuat satu dua orang bertanya apakah dia punya masalah? Tentu karena tidak biasanya Anjasmara seperti itu.
Ada masalah apa, Mas? Kelihatannya gelisah sejak tadi?"
Bagi Anjasmara itu pertanyaan mudah yang sulit ia jawab. Oleh karena itu Anjasmara hanya menggeleng pelan dan mengatakan dia baik-baik saja, hilangnya kelapa sawit juga masih diselidiki.
Anjasmara menginjak gas lebih dalam, mobil bak terbukanya melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan berbatu di tengah perkebunan.
Sesampainya di rumah sakit Anjasmara melihat istrinya duduk di depan ruang UGD, di sampingnya ada Ridwan, tak jauh dari mereka berdiri laki-laki yang Anjasmara ketahui bernama Affin.
"Mas...,"
"Anjasmara,"
Anjasmara diam ditempatnya berdiri. Hening merajai mereka dan hawa dingin melingkupi mereka berempat. Dingin ini bukan hanya dari angin malam yang masuk, tapi lebih dari apa yang menguar dari Anjasmara setelah melihat kehadiran Affin.
makanya gak usah sooook...
untung gak dicere
semoga Anjas menemukan perempuan yang tepat dalam hidupnya...
queensa ini gak kapok kapok lho ya ...
haddeuh 🤦♀️