Tidak direstui mertua dan dikhianati suami, Latisha tetap berusaha mempertahankan rumah tangganya. Namun, kesabarannya runtuh ketika putra yang selama ini ia perjuangkan justru menolaknya dan lebih memilih mengakui adik tirinya sebagai seorang ibu. Saat itu, Latisha akhirnya memutuskan untuk mundur dari pernikahan yang telah ia jalani selama enam tahun.
Sendiri, tanpa dukungan siapa pun, ia berdiri menata hidupnya kembali. Ayah kandung yang seharusnya menjadi sandaran justru telah lama mengabaikannya. Sementara adik tirinya berhasil merebut kebahagiaan kecil yang selama ini Latisha genggam.
Perih? Tentu saja. Terlebih ketika pria yang pernah berjanji untuk mencintainya seumur hidup hanya terdiam, bahkan saat putra mereka sendiri lebih memilih wanita lain untuk menggantikan sosok ibunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Paksaan
"Apa yang ingin kamu bicarakan? Ada apa dengan Sageon?" Latisha langsung bertanya. Ia menatap Bara yang juga tengah menatapnya.
"Sejak kapan kamu bekerja? Apa uang dari ku tidak cukup untuk memenuhi kebutuhanmu?" Bukannya menjawab pertanyaan Latisha, Drakara malah balik bertanya.
"Uang apa? Aku tak pernah menerima uang darimu, lagi pula aku juga tidak butuh uang darimu. Aku masih bisa bekerja untuk menghidupi diriku sendiri." Ujar Latisha. Drakara mengernyitkan keningnya. Ia tidak pernah lupa mengirimkan uang pada rekening Latisha. Tapi kenapa mantan istrinya itu seolah tidak menerimanya?
"Jangan bercanda. Aku tidak pernah lupa mengirim uang padamu. Coba saja cek m-bankingmu. Meski kita sudah berpisah, aku masih tetap menafkahimu. Aku bahkan menambahkan sepuluh juta setiap bulannya." Ujar Drakara.
"Aku tidak bercanda. Bukankah aku sudah memberikan kartu debitku padamu? Kamu yang dulu memintanya kembali saat aku memutuskan untuk berpisah denganmu." Latisha mencebikkan bibirnya.
Astaga, Drakara sampai lupa jika ia pernah menggertak Latisha untuk mengembalikan kartu debit dan kartu kredit yang pernah ia berikan pada Latisha.
Drakara terdiam karena sedikit malu. Tapi ia benar-benar lupa jika kartu debit Latisha sudah Latisha kembalikan padanya. Drakara mengeluarkan dompet dari dalam saku jasnya, lalu ia mengeluarkan salah satu kartu debitnya.
"Ini simpan untuk mu. Aku akan memberimu nafkah seperti biasa." Drakara memberikan salah satu kartu debitnya kepada Latisha. Tapi wanita itu menolak kartu tersebut. Ia tak mau lagi menerima bantuan dalam bentuk apapun dari Drakara. Ia sudah berpisah dengan Drakara dan sepatutnya ia tidak lagi menerima apapun dari pria itu.
"Tidak perlu. Bukan kah sudah ku katakan bahwa aku masih mampu bekerja dan bisa menghidupi diri ku sendiri." Ujar Latisha.
"Jangan menolak." Drakara memaksa, ia menyimpan kartu tersebut di dashboard.
"Drakara, aku sudah lelah dan ingin segera beristirahat. Jadi tolong katakan apa yang ingin kamu katakan. Ada apa dengan Sageon?" Latisha yang sudah kesal pun kini tak bisa lagi menahan kekesalannya.
"Oke, jangan marah. Aku cuma pengen bilang kalo Sageon sangat merindukanmu. Kembalilah ke rumah, kita tinggal bersama seperti dulu." Ujar Drakara.
"Astaga jadi cuma itu yang mau kamu katakan? Bukankah kamu sudah tahu jawabannya kalo aku gak akan mungkin kembali ke rumahmu. Kita sudah resmi bercerai. Aku juga udah jelasin masalah ini sama kamu beberapa kali. Kenapa kamu masih saja membahas masalah ini?" Latisha menggelengkan kepalanya.
"Tolong bilangin sama Sageon kalau aku nggak akan mungkin bisa kembali ke rumah itu kalo dia emang rindu pengen ketemu sama aku, dia bisa main ke apartemen." Ujar Latisha.
"Sudahlah, kalau cuma itu yang ingin kamu katakan lebih baik sekarang kamu keluar dari mobil ku. Aku sudah lelah pengen cepet pulang terus istirahat." Latisha mengusir Drakara dari mobilnya. Namun Drakara tak bergeming dari tempat duduknya.
"Aku antar kamu pulang." Ujar Drakara tenang.
"Nggak perlu aku bisa pulang sendiri." Ketus Latisha.
"Katanya kamu lelah. Biar aku yang nyetir." Drakara tetap kekeuh ingin mengantarkan Latisha ke apartemennya.
"Drakara...please. Jangan ganggu aku lagi." Ujar Latisha yang mulai habis kesabarannya.
"Aku nggak ganggu kamu. Aku cuma pengen nganterin kamu ke apartemen, aku cuma pengen memastikan kamu selamat sampai di rumah.'' ujar Drakara.
Ia lalu mengambil paksa kunci mobil dari tangan Latisha, setelah nya ia melajukan mobil Latisha menuju apartemen wanita itu. Latisha yang kelelahan pun tanpa sadar tertidur. Drakara sempat melirik ke arah Latisha yang terlelap. Pria itu pun tersenyum penuh arti. Drakara memarkirkan mobil Latisha di carport rumahnya. Ia tak membawa Latisha pulang ke apartemennya tapi membawa Latisha pulang ke rumah yang selama ini mereka tempati. Perlahan dan penuh kehati-hatian, Drakara menggendong tubuh Latisha masuk ke kediaman mereka. Drakara langsung membawa Latisha masuk ke kamar utama. Drakara membaringkan Latisha di atas ranjang mereka yang sudah lama dingin tak tersentuh. Setelah memastikan Latisha nyaman, Drakara langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Senyum masih terukir di bibirnya, ia senang karena akhirnya bisa membawa pulang Latisha ke rumah mereka. Setelah selesai dengan ritual mandinya yang di persingkat waktunya karena takut Latisha terbangun, Drakara keluar dari kamar mandi dan langsung membaringkan tubuhnya di samping Latisha. Ia melingkarkan tangannya di pinggang wanita nya itu. Rasanya sudah lama sekali ia tak melakukan hal itu. Sejak Radmila hadir diantara dirinya dan Latisha, ia jarang menyentuh Latisha karena wanita itu selalu saja menola nya dengan berbagai alasan. Ternyata ia baru mengerti sekarang jika Latisha menolaknya mungkin karena ia jijik dengannya karena Latisha pernah memergoki nya tengah bertukar peluh dengan Radmila.
Drakara memejamkan matanya, aroma tubuh Latisha membuatnya tenang, dan rileks hingga ia pun jatuh tertidur.
Lebih merasa tubuhnya terasa kaku. Ia pun menggeliat dan membuka matanya perlahan. Saat matanya terbuka, ia mengerutkan keningnya.
Ia baru sadar jika dirinya tidak sedang berada di kamarnya di apartemen nya. Tapi kamar ini adalah kamarnya dulu yang ia tempati bersama Drakara selama enam tahun. Latisha pun mulai panik saat menyadari Drakara membawanya ke kediamannya. Latisha takut Drakara melakukan sesuatu padanya. Ia langsung menepis tangan Drakara yang melingkar di pinggangnya, lalu ia menyibak selimut yang menutupi tubuhnya. Latisha bisa bernafas dengan lega karena pakaian yang ia kemakan masih lengkap.
Saat wanita itu berusaha untuk beranjak dari ranjangnya, tiba-tiba Drakara menarik tubuh Latisha agar kembali berbaring di sampingnya. Dengan cepat, Drakara mengunci pergerakan Latisha dengan melingkarkan kakinya membelit kaki Latisha, lalu ia mencekal kedua tangan Latisha dengan satu tangannya.
"Mau kemana?" Tanya Drakara dengan suara seraknya.
"Aku mau pulang. Lepaskan aku Drakara." LLatisha mulai panik, ia berusaha melepaskan cekalan tangan pria itu. Namun usahanya itu sia-sia karena ia tak bisa lepas dari Drakara. Apa lagi pergerakan nya terkunci karena Drakara telah mengunci kakinya dengan belitan kakinya hingga Latisha tak bisa menggerakkan kakinya sama sekali.
Sungguh Latisha takut Drakara akan memaksanya untuk menyentuhnya. Nava tak akan pernah memaafkan Drakara andai hal itu terjadi.
"Drakara, lepas." ujar LaLatisha sambil kembali berusaha melepaskan tangan nya dari cekalan tangan Drakara.
"Jangan menggoda ku sayang, gerakkan mu membangunkan 'dia'..." Suara berat Drakara semakin membuat Latisha ketakutan. Ia pun berhenti bergerak dengan dada yang berdebar tak karuan karena takut.
"Aku ingin merujukmu sayang. Aku ingin kamu kembali padaku." Suara berat Drakara menggelitik telinga Latisha hingga membuat tubuh Latisha merinding dan sedikit bergetar.
"Lepaskan aku Drakara. Aku mohon.." Latisha mulai memelas agar Drakara mau melepaskannya. Namun bukannya menuruti keinginan Latisha, Drakara malah menggerakkan tubuhnya hingga tubuh atletisnya kini mengungkung tubuh Latisha. Tatapan mata Drakara yang sayu membuat Latisha semakin takut. Tiba-tiba Drakara mencium bibir LLatisha dengan liar. Ia bahkan menggigit bibir Latisha yang sejak tadi begitu menggodanya.
"Drakara, aku akan semakin membencimu kalau kamu memaksaku." Ancam Latisha saat Drakara melepaskan ciumannya. Dia benar-benar takut sekarang, tapi ia masih berusaha bersikap tenang.
"Aku siap kamu benci asalkan kamu kembali padaku." Bisik pria itu.
Kini ia menempelkan keningnya di kening Latisha. Wanita itu pun semakin ketakutan. Wajah mereka begitu dekat karena kening mereka yang saling menempel. Nafas Drakara yang hangat bisa Latisha rasakan wajahnya.
"Aku merujuk mu Latisha Vidya Ishavara." Ujar Drakara dengan suara seraknya. Sungguh ia tak tahan dengan hasratnya. Ia sudah lama tak menyentuh wanita. Entah mengapa, ia tak bergairah melihat para wanita yang berusaha menggodanya di luar sana.
Drakara hanya menginginkan tubuh Nana.
"Tidak, aku gak mau rujuk Drakara." Latisha menggelengkan kepalanya. Namun Drakara tak acuh dengan ucapan Latisha, ia mulai melumat bibir Latisha dengan panas. Latisha pun tak bisa tinggal diam, ia nekad menggigit bibir Drakara dengan kuat agar pria itu melepaskan ciumannya. Gigitan Latisha di bibir Drakara sangat kuat hingga pria itu pun refleks melepaskan ciumannya.ia busa merasakan asin dan anyir da-rah di mulutnya. Latisha tak melewatkan kesempatan itu, saat Drakara melepaskan cengkraman tangannya di tangan Latisha, wanita itu pun langsung mendorong tubuh Drakara sekuat tenaga hingga tubuh Drakara yang tak siap dengan serangan Latisha terjungkal. Latisha pun segera mengambil kesempatan itu untuk lari. Ia membuka pintu kamar dan berlari meninggalkan Drakara yang masih meraba bibirnya tang terasa sakit karena perbuatan LLatisha. Drakara kembali merasakan anyir darah di bibirnya
Drakara tak mengejar LLatisha, ia membiarkan wanita itu keluar dari kamarnya, yang Drakara lakukan sekarang adalah masuk ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya dan mencoba menghentikan pendarahan di bibirnya. LLatisha benar-benar ganas pikirnya.
Sementara itu Latisha yang sudah keluar dari kamar Drakara segera berlari menuju pintu utama. Namun sial, saat ia berusaha membukanya, pintu itu terkunci. Tak patah semangat, Latisha berlari menuju pintu bekang, namun sayangnya pintu itu pun terkunci dan ia tak bisa menemukan kuncinya.
Latisha tak bisa keluar dari rumah itu karena semua jendela menggunakan teralis. Pantas saja Drakara tak mengejarnya dan membiarkannya lari, ternyata Drakara sudah mempersiapkan semuanya. Ia sudah mengantongi semua kunci pintu ruangan di rumah itu agar Latisha tak bisa kabur dari rumah itu.
"Aarrgh....." Latisha berteriak dengan keras. Ia sungguh kesal dengan Drakara.
Buat lebih dramatis dong. 😀