NovelToon NovelToon
Rahasia Di Balik Kandungan

Rahasia Di Balik Kandungan

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Hamil di luar nikah / Cinta Terlarang / Pengantin Pengganti / Romansa
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Leel K

Semua orang melihat Claire Hayes sebagai wanita yang mengandung anak mendiang Benjamin Silvan. Namun, di balik mata hijaunya yang menyimpan kesedihan, tersembunyi obsesi bertahun-tahun pada sang adik, Aaron. Pernikahan terpaksa ini adalah bagian dari rencana rumitnya. Tapi, rahasia terbesar Claire bukanlah cintanya yang terlarang, melainkan kebenaran tentang ayah dari bayi yang dikandungnya—sebuah bom waktu yang siap menghancurkan segalanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leel K, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7. Tamparan Pertama

Bangun pukul lima pagi, bukannya menemukan Aaron di dapur, Claire justru berpapasan dengan seorang wanita berusia sekitar empat puluh tahun yang sedang berkutat di sana, tampak sibuk namun rapi.

“Selamat pagi, Nyonya,” sapanya, membungkuk hormat. Suaranya tenang, profesional.

Claire mengernyitkan alisnya. Seketika, rasa tidak suka menjalari dirinya. Semakin dilihatnya, semakin tidak nyaman ia dengan keberadaan wanita asing ini.

“Siapa kau?” tanya Claire, suaranya tajam dan ketus, jauh dari nada lemah lembutnya kemarin. “Apa yang kau lakukan di sini?”

“Mulai hari ini saya akan bekerja di sini untuk mengurus semua keperluan rumah,” jelas wanita itu, nada suaranya tetap tenang.Ia lalu menambahkan, kata-kata yang mungkin terdengar wajar bagi orang lain, tapi seperti ancaman bagi Claire, “Termasuk menjaga dan membantu Anda selama masa kehamilan.”

“Apa?” Claire tak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Matanya melebar.

Sudah susah payah ia selama tiga minggu terakhir, menarik perhatian Aaron, mengurus semuanya tanpa mempedulikan kesehatannya, berhemat sehemat mungkin, bahkan… bahkan pagi ini ia juga bangun pukul lima pagi untuk menyiapkan sarapan untuknya, melupakan kejadian kemarin.

Tapi apa-apaan ini?!

Jika wanita ini ada di rumahnya, jika wanita ini mengurus semua urusan rumah—bahkan dirinya juga—lalu bagaimana caranya ia menarik perhatian Aaron sekarang?! Bagaimana Aaron akan melihat usahanya? Bagaimana Aaron akan melihat betapa dia berbeda dari Benjamin? Jika dia sakit seperti kemarin, dan ada wanita lain yang 'menjaganya', nyawa bayinya akan terancam lagi, dan Aaron malah akan semakin membencinya karena merepotkan dan memiliki orang lain untuk menjaganya!

Tak lama, suara langkah kaki terdengar dari lorong, langkah kaki milik Aaron. Claire dengan cepat menoleh ke arah suara itu. Jantungnya berdebar.

Aaron muncul, masih mengenakan setelan kerjanya, siap berangkat. Tatapannya bertemu pandang dengan Claire sejenak. Namun, alih-alih mendekat seperti yang diharapkan Claire, Aaron yang tadinya hendak menuju ruang makan, tiba-tiba mengubah arah. Mengambil langkah memutar, melewati mereka berdua, dan berjalan cepat menuju pintu utama. Pergi dari penthouse.

“Aaron…!” seru Claire. Namun pintu tertutup di depan wajahnya, seperti dibanting, meninggalkan Claire terpaku di sana.

“Ah, Direktur sudah pergi?” Wanita yang tadinya ada di dapur itu mengikuti ke depan, tampak sedikit kecewa.

Claire berbalik. Matanya berkilat marah dan terluka. Kepergian Aaron terasa seperti penolakan telak.

“Bagaimana ini?” gumam wanita itu pada dirinya sendiri, melihat pintu yang tertutup. “Apa itu artinya Direktur melewatkan sarapan paginya?” Dia menghela napas kecewa.

Baru hari pertama berkerja namun sudah mendapatkan hal ini. Klien ini sepertinya akan sulit.

Begitu ia mengangkat pandangannya, ia bergidik. Melihat ekspresi sarat akan kebencian dan kemarahan yang begitu jelas terpasang di wajah sang Nyonya di hadapannya.

“Siapa namamu?” tanya Claire lagi, suaranya begitu dingin dan menusuk, mendekat ke arah wanita itu dengan langkah lambat, mengintimidasi.

“Sa-saya…,” Wanita itu tampak gugup, terlebih karena reaksi Claire padanya. Tangannya saling meremas di depan tubuhnya. “Janet, Nyonya. Janet Hall.”

“Janet?” Claire mendengus, nada suaranya mengejek. Nama yang terdengar begitu biasa, begitu... di luar dunianya.

Janet meneguk ludah, ia sedikit menundukkan kepalanya, keringat dingin jatuh di pelipisnya. Atmosfer terasa mencekiknya.

“Kampungan sekali,” cemooh Claire, senyum sinis terukir di bibirnya. Persis seperti yang Benjamin akan katakan. Pikiran itu melintas sekilas, menambah kebenciannya.

Janet memejamkan matanya sejenak, menahan diri. Tadi sang Direktur, sekarang istri dari Direktur. Keluarga ini... unik.

“Kau dibayar berapa, huh?” tanya Claire, langkahnya semakin mendekat, memaksa Janet mundur selangkah.

“Saya—”

“Keluar dari sini, sekarang juga,” potong Claire. “Maka kau akan dibayar lima kali lipat dari gajimu.”

Janet menggenggam ujung bajunya dengan kedua tangan, terkejut mendengar tawaran itu. Gaji pokoknya di sini saja sudah luar biasa—bisa membeli satu rumah sederhana di Boston dalam setahun, belum termasuk tunjangan-tunjangan lain. Lalu dikali lima oleh sang Nyonya jika ia keluar hari ini? Tawaran itu terlalu menggiurkan. Sangat menggiurkan sampai ia takut menghitung nominalnya.

Claire mengangkat dagunya angkuh, kedua tangannya terlipat di bawah dada, matanya memicing menuntut. “Apa yang kau tunggu?” katanya. “Cepat pergi dari sini, sekarang!”

Janet merasa kedua kakinya lemas, ia jatuh berlutut di hadapan sang nyonya. Ia tidak bisa begitu saja mengabaikan perintah Direktur Aaron yang menunjuknya langsung. “Ma-maafkan saya, Nyonya,” lirihnya, suaranya bergetar, memohon putus asa. “Tapi Direktur sendiri yang menunjuk saya untuk bekerja di sini. Saya tidak bisa keluar tanpa perintah darinya.”

Wajah Claire menggelap mendengar penolakan itu, amarahnya naik ke ubun-ubun. Ia melihat bagaimana Janet memohon putus asa di bawahnya, tampak begitu... lemah. Bagaimana jika dia melakukan hal yang sama pada Aaron?! Pikiran itu semakin membuatnya naik pitam.

Wanita ini, dengan kehadirannya, mengingatkannya pada ketidakberdayaannya sendiri. Wanita ini, yang akan mengambil 'tugasku' merawat rumah, mengambil kesempatan satu-satunya untuk menunjukkan nilaiku padanya!

Wanita penggoda ini…! Tuduhan tidak beralasan itu muncul di benaknya, didorong oleh rasa takut kehilangan dan cemburu yang membabi buta.

Plak!

Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Janet. Janet melebarkan mata, wajahnya menoleh ke samping dengan keras, rasa perih kemudian menjalar di pipinya, panas dan menyengat.

Ia perlahan mengangkat kepalanya, memandang wajah Nyonya Silvan yang kini benar-benar dipenuhi amarah yang menakutkan.

Lalu kemudian, dengan tangan gemetar, ia menyentuh pipinya. Terasa panas dan semakin perih, ia merasa pipinya membengkak seketika setelah tamparan itu.

“Nyo-Nyonya…,” lirihnya, suaranya tercekat oleh syok dan rasa sakit.

“Kubilang keluar dari rumahku,” desis Claire, suaranya rendah dan penuh ancaman.

Janet menunduk kaku, pandangannya jatuh pada lantai marmer dingin di bawahnya. Tubuhnya masih gemetar. Bagaimana ini? Apa yang harus saya lakukan?

“Aku memberimu waktu setengah jam untuk berkemas,” Claire beranjak pergi dari sana, menuju kamarnya di lantai atas. Suaranya kembali terkontrol tapi dingin. “Setelah itu aku tidak ingin melihat wajahmu ada di rumah ini.”

Sebelum masuk ke dalam kamarnya, Claire berhenti sejenak di depan pintu. Ia menarik napas dalam-dalam, mengatur napas dan ekspresinya—menghilangkan sisa amarah di wajahnya. Lalu kemudian membuka pintu perlahan, melangkah masuk, dan menutupnya di belakangnya.

Matanya langsung tertuju pada kamera pengawas di sudut atas ruangan. Sebuah senyum tipis, hampir tak terlihat tapi tulus, terukir di bibirnya. Ia berjalan ke arah tempat tidur, duduk di atasnya, lalu menatap lurus ke arah kamera. Senyum itu melebar. Ia tahu Aaron melihatnya.

Kenapa hanya ada satu kamera? pikir Claire, rasa kecewa yang aneh muncul di benaknya. Sekelas Aaron Silvan, CFO perusahaan besar, hanya bisa memasang satu kamera di kamar istrinya yang sakit?

Ia berbaring, tidur menyamping sambil terus melihat ke arah kamera. Senyumnya berubah menjadi sedikit melankolis. Aku merindukannya… pikir Claire, menatap lensa yang terasa seperti satu-satunya koneksi dengannya saat ini.

...****************...

“Direktur,” panggil Samuel, suaranya sopan namun agak ragu, memecah keheningan di ruang kerja Aaron.

Aaron yang sedang termenung melihat rekaman kamera pengawas di ponselnya sedikit terkejut dengan panggilan itu. Ia mengerjapkan mata, berdehem untuk menjernihkan pikiran.

“Ada apa?” tanya Aaron, suaranya kembali pada nada profesionalnya yang terkontrol.

Samuel tak langsung menjawab, matanya sejenak tertuju pada ponsel pribadi Aaron di atas meja—yang layarnya masih menampilkan gambar dari kamar Claire.

Melihat ke mana arah pandangan Samuel, Aaron dengan cepat mengambil dokumen di sebelahnya, meletakkannya di atas layar ponselnya, menutupi rekaman itu.

Barulah Samuel kembali fokus, menatap ke arah Aaron. “Direktur, ini tentang pengurus rumah yang baru saja Anda pekerjakan,” ujarnya, nadanya agak berat.

Aaron mengernyitkan alisnya, “Kenapa?”

Samuel menghela napas yang terdengar lelah. “Lebih tepatnya, Nyonya menyuruhnya untuk berhenti,” jelasnya, memilih kata-katanya dengan hati-hati. “Tampaknya Nyonya… tidak menyukainya.”

Haruskah ku katakan jika wanita itu mengadu sudah ditampar oleh Nyonya? Samuel merasa ragu.

Jujur saja, ia bahkan masih tidak percaya akan hal itu. Nyonya Silvan yang berperawakan polos, manis, dan lugu, menampar seseorang yang bekerja untuknya pada hari pertama? Dan itu terjadi masih pada pukul dini hari? Benar-benar tidak masuk akal.

Suara helaan napas panjang terdengar dari bibir Aaron, terdengar seperti perpaduan kekesalan dan... penerimaan? “Berikan gaji dan pesangonnya,” perintah Aaron, suaranya datar. “Kemudian cari penggantinya yang bisa Nyonya terima. Yang lebih... tidak mencolok.”

Samuel membungkuk. “Baik, Direktur.” Lega, ia bergegas keluar dari ruangan itu.

Aaron menyingkirkan dokumen di atas layar ponselnya, matanya kembali pada rekaman tersebut. Claire, wanita itu sudah kembali tertidur. Begitu lelap dan terlihat damai.

Aaron menatap layar ponselnya, melihat wajah tenang Claire. Jika saja kita dipertemukan dalam situasi yang lain... Pikiran itu melintas, sebuah bisikan berbahaya di benaknya.

Brak!

Aaron memukul meja dengan keras, mengenyahkan pikiran yang baru saja melintas di benaknya. Tidak!

“Tidak, tidak bisa, Aaron!” Ia menyingkirkan ponsel itu, membantingnya ke dalam laci. “Fokus! Lakukan pekerjaanmu!” Ia berusaha keras mengembalikan dirinya pada realitas yang dikenalnya—angka, rapat, keuntungan.

1
Ezy Aje
lanjur
Aura Cantika
Kepalang suka deh!
Leel K: Aaah... makasih 🤗
total 1 replies
Coke Bunny🎀
Cerita yang bikin baper, deh!
ナディン(nadin)
Nggak bisa move on.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!