NovelToon NovelToon
TERPERANGKAP

TERPERANGKAP

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / One Night Stand / Selingkuh / Cinta pada Pandangan Pertama / Romansa / Barat
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: wiedha saldi sutrisno

Samantha tidak mampu mengingat apa yang terjadi, dia hanya ingat malam itu dia minum segelas anggur, dan dia mulai mengantuk...kantuk yang tidak biasa. Dan saat terbangun dia berada dalam satu ranjang dengan pria yang bahkan tidak ia kenal.

Malam yang kelam itu akhirnya menjadi sebuah petaka untuk Samantha, lelaki asing yang ingin memiliki seutuhnya atas diri Samantha, dan Samantha yang tidak ingin menyerah dengan pernikahannya.

Mampukah Samantha dan Leonard menjadi pasangan abadi? Ataukah hati wanita itu bergeser menyukai pria dari kesalahan kelamnya?

PERINGATAN KONTEN(CONTENT WARNING)
Kisah ini memuat luka, cinta yang kelam, dan batas antar cinta dan kepasrahan. Tidak disarankan untuk pembaca dibawah usia 18 tahun kebawah atau yang rentan terhadap konten tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiedha saldi sutrisno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 32 : Memilih Menjadi Bayangan

Udara malam terasa lembap dan berat ketika Nathaneil dengan hati-hati mengangkat tubuh Samantha ke dalam pelukannya. Wanita itu masih lemah, matanya setengah terpejam, namun kedua lengannya kini melingkar pelan di leher pria itu, seolah percaya bahwa satu-satunya tempat aman di dunia kini adalah di dalam pelukannya.

Langkah Nathaneil mantap, meski dadanya bergemuruh. Debu-debu pabrik tua beterbangan seiring langkahnya, dan di luar, anak-anak buahnya telah mengepung lokasi.

Mobil hitam dengan jok kulit yang nyaman sudah menanti tak jauh dari pintu keluar. Dengan lembut, Nathaneil menurunkan Samantha ke jok penumpang depan, menyelimutinya dengan jaketnya sendiri, lalu mengusap pelan keningnya yang berkeringat.

"Ini sudah selesai," gumamnya pelan. "Kau aman sekarang."

Samantha hanya mengangguk lemah, matanya perlahan tertutup, tubuhnya bersandar pada pintu, mencari kehangatan dari aroma jaket yang masih menyimpan jejak tubuh pria itu.

Nathaneil berdiri, membiarkan satu tarikan napas panjang lolos dari paru-parunya sebelum ia melangkah kembali ke arah bangunan tua. Di sana, Elric dan dua pria berpakaian hitam telah menunggu di depan Clara yang kini tertangkap bersama dua orang kaki tangannya.

Wajah Clara memucat. Ia masih mencoba mempertahankan ekspresi tenang, namun pandangannya jelas goyah saat melihat tatapan Nathaneil, tatapan tajam dan dingin yang seolah mampu menembus hingga ke jantungnya.

Nathaneil mendekat, menatap mereka satu per satu. Suaranya rendah namun tajam seperti pisau.

"Bawa dan kurung mereka semua. Tanpa kecuali."

Tak perlu penjelasan. Anak buahnya langsung bergerak. Clara sempat berteriak protes, "Kau tidak punya hak! Aku, aku hanya..."

Namun kalimatnya terputus oleh lengan kekar yang menggiringnya masuk ke dalam mobil pengawal. Wajah Nathaneil tetap tak bergeming, tak menunjukkan amarah, hanya ketegasan mutlak.

Lalu tanpa berkata lebih, ia berbalik. Langkahnya panjang, penuh tekad, hingga ia kembali duduk di kursi kemudi.

Ia menyalakan mesin mobil. Lampu depan menyala, membelah kegelapan jalan tanah yang sunyi. Tangannya mencengkeram kemudi, dan saat ia melirik ke sisi penumpang, ia melihat Samantha telah tertidur, atau lebih tepatnya, terlelap dalam kelelahan panjang dan trauma yang baru saja dialami.

Nathaneil menggenggam tangan wanita itu sejenak.

"Aku akan mengembalikan segalanya. Termasuk dirimu," bisiknya lirih, sebelum melajukan mobil itu menjauh dari bayangan pabrik tua yang kini menjadi saksi gelap dari dendam yang gagal.

...****************...

Jalanan malam terlihat samar dari balik kaca depan yang mulai berkabut. Mobil Nathaneil melaju tenang namun mantap, menembus dinginnya udara yang kian menusuk. Di kursi penumpang, Samantha masih terlelap, napasnya teratur namun lemah. Wajahnya pucat, dan luka memar samar terlihat di pergelangan tangannya yang sempat diikat kasar.

Nathaneil melirik wanita itu. Ada sesuatu yang mengoyak di dalam dadanya, perpaduan antara rasa bersalah, amarah, dan... kerinduan yang menyakitkan.

Pikirannya kacau. Nalurinya berteriak untuk membawanya pulang, ke tempat di mana ia bisa melindunginya, menjaganya, memastikan tak ada satu pun makhluk di dunia ini yang berani menyentuhnya lagi.

Namun...ada nama lain. Leonard.

Suami sah Samantha. Pria yang selama ini menemaninya, yang mencintainya tanpa syarat, yang tak pernah mengurung atau memaksanya.

Jari-jari Nathaneil mengepal di atas kemudi.

"Haruskah aku mengembalikannya? Membiarkannya kembali ke pelukannya?" batinnya bergemuruh.

Mobil terus melaju, melewati lampu-lampu kota yang mulai meredup. Ketika pandangannya menangkap persimpangan jalan, satu menuju apartemen pribadinya, dan satu lagi menuju apartemen Samantha dan Leonard, ia terdiam sejenak.

Lalu tanpa peringatan, Nathaneil membanting setir ke kiri. Ban berdecit singkat, namun mobil tetap terkendali.

Ia memilih arah menuju apartemen Samantha.

Bukan karena dia menyerah. Bukan karena dia berhenti mencintainya. Tapi karena untuk sekali ini...ia ingin bersikap tidak egois.

"Dia lebih membutuhkan Leonard malam ini," gumam Nathaneil perlahan. "Bukan aku. Bukan lelaki sepertiku."

Tangannya kembali mengerat di kemudi, namun matanya kini mengabur oleh rasa yang sulit dijelaskan, perih, tapi juga lega.

Malam ini bukan tentang memilikinya.

Malam ini tentang membiarkannya pulih... dengan seseorang yang benar-benar bisa memberi kehangatan tanpa bayangan kelam.

...****************...

Pintu utama apartemen terbuka perlahan, dan Leonard sontak berdiri dari sofa. Detak jantungnya seperti genderang perang di dadanya, tak sabar, penuh kecemasan. Ia nyaris berlari saat langkah-langkah berat terdengar dari lorong, diiringi suara pintu tertutup pelan.

Matanya membelalak saat sosok tinggi Nathaneil muncul dari balik bayangan, membawa seorang perempuan dalam gendongannya. Rambut kusut itu...tubuh ringkih yang bersandar lemas di dada pria itu...

Samantha.

"Sam!" Leonard hampir berteriak, matanya langsung berkaca-kaca.

Ia berlari mendekat, namun langkahnya tertahan saat melihat luka-luka samar di pergelangan tangan istrinya, wajah pucat yang tak pernah ia lihat sebelumnya, dan... bagaimana Samantha terbaring nyaris tak sadarkan diri dalam pelukan lelaki lain.

Tubuh Leonard menegang. Ia ingin langsung meraih istrinya, namun ada sesuatu dalam sorot mata Nathaneil yang membuatnya diam.

Dengan tenang, Nathaneil menunduk sedikit, lalu menyerahkan tubuh Samantha ke pelukan Leonard seolah wanita itu adalah sesuatu yang rapuh, berharga, dan tak bisa dijatuhkan.

Leonard memeluk Samantha erat, wajahnya membenam di bahu istrinya, napasnya gemetar. "Apa yang terjadi padamu...Sam...kenapa..."

Nathaneil tak berkata apa-apa. Ia hanya berdiri diam, menatap sejenak pasangan di hadapannya. Di matanya ada nyala yang tak biasa, seperti perang batin yang masih menyisakan bara.

"Dia selamat," kata Nathaneil akhirnya. Suaranya rendah, nyaris serak. "Tapi dia membutuhkan waktu...dan orang yang bisa mencintainya tanpa syarat."

Leonard mengangguk pelan, air mata mulai mengalir di pipinya. Ia membisikkan kata-kata lembut ke telinga Samantha, yang masih belum membuka mata.

Leonard memeluk istrinya lebih erat.

Samantha masih belum sepenuhnya sadar, kepalanya bersandar lemah di bahu suaminya, bibirnya pecah-pecah, matanya berat, namun setitik air mata jatuh ketika ia mengenali suara itu, Leonard. Pria yang selalu mencintainya dengan tenang, dengan tulus, tanpa tuntutan, tanpa luka.

Nathaneil hanya bisa berdiri di sana. Matanya tajam memandangi wajah Samantha, mencoba menangkap satu isyarat, apa pun, yang akan menahannya untuk pergi. Tapi tak ada. Bahkan dalam setengah sadarnya, wanita itu memilih bersandar pada Leonard, bukan padanya.

Ia menarik napas panjang, menengadah sejenak , mencoba menyembunyikan denyut amarah dan getir yang menyelinap diam-diam. "Ini bukan tentang siapa yang lebih dulu mencintainya... tapi siapa yang lebih pantas untuk dicintai," gumamnya dalam hati. Dan untuk pertama kalinya, Nathaneil merasa kalah. Bukan karena kelemahannya, tapi karena pilihannya sendiri untuk tidak menyakiti.

Namun luka itu tetap menganga. Kepalanya menunduk ketika Leonard berterima kasih dengan suara yang bergetar, dan Nathaneil hanya mengangguk, tanpa satu kata pun.

Saat ia berbalik, melangkah menjauh dari pintu, langkahnya terasa lebih berat dari biasanya. Seolah sebagian dari dirinya tertinggal, masih memeluk tubuh lemah itu, masih berharap dipanggil, masih menginginkan peran yang bukan lagi miliknya.

Tapi cinta, pada akhirnya, bukan soal memiliki...kadang, cinta adalah tentang menyerahkan apa yang paling kau inginkan, demi kebahagiaan orang itu.

Dan malam ini, Nathaneil Graves memilih menjadi bayangan, diam, tapi ada. Selalu ada.

Di antara bisu luka dan kelegaan yang menyayat, dua lelaki mencintai seorang wanita...dengan cara mereka masing-masing.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!