Sekuel dari "Anak Tersembunyi Sang Kapten"
Ikuti saya di WA 089520229628
FB Nasir Tupar
Setelah beberapa kali mendapat tugas di luar negara, Sakala akhirnya kembali pulang ke pangkuan ibu pertiwi.
Kemudian Sakala menjalin kasih dengan seorang perempuan yang berprofesi sebagai Bidan.
Hubungan keduanya telah direstui. Namun, saat acara pernikahan itu akan digelar, pihak perempuan tidak datang. Sakala kecewa, kenapa sang kekasih tidak datang, sementara ijab kabul yang seharusnya digelar, sudah lewat beberapa jam. Penghulu terpaksa harus segera pamit, karena akan menikahkan di tempat lain.
Apa sebenarnya yang menyebabkan kekasih Sakala tidak datang saat ijab kabul akan digelar? Dan kenapa kekasih Sakala sama sekali tidak memberi kabar? Apa sebenarnya yang terjadi?
Setelah kecewa, apakah Sakala akan kembali pada sang kekasih, atau menemukan tambatan hati lain?
Nantikan kisahnya di "Pengobat Luka Hati Sang Letnan".
Jangan lupa like, komen dan Vote juga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deyulia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7 Bertemu Guru Les
Di dalam sebuah rumah di salah satu sudut ruangan, tepatnya ruangan les, Alf dan Fina baru saja menyelesaikan tugas lesnya.
"Adik-adik, selesai belajar mari kita berdoa dulu," seru seorang Guru muda atau lebih tepatnya Pengajar les, mengajak semua murid di kelas yang hanya enam orang itu untuk berdoa terlebih dahulu sebelum pulang.
"Baik Bu Guru" jawab anak-anak kompak. Semua murid dari berbagai sekolah membacakan doa pulang, setelah itu mereka satu per satu menyalami Ibu Guru muda lalu berpamitan.
"Bagi kalian yang jemputannya belum datang, tunggu dulu di dalam, ya," peringat Bu Guru muda itu sembari melihat ke luar mengawasi murid yang sudah berhamburan menuju jemputannya.
"Alf dan Fina, Pak Abdulnya belum datang, ya?" Ibu Guru muda nan cantik itu menoleh ke arah Fina dan Alf yang masih menunggu di dalam ruang tunggu. Mereka akan keluar jika bunyi klakson yang diperdengarkan Mang Abdul berbunyi.
"Belum Bu Guru," jawab Fina dan Alf bersamaan.
"Baiklah, kalian tunggu saja dulu di sini. Kakak mau lihat dulu keluar, mengawasi anak-anak yang lain," ucap Ibu Guru muda itu menyebut dirinya kakak. Memang usianya masih terlihat sangat muda, sepertinya baru 20 ke atas. Mungkin itu sebabnya perempuan muda itu memanggil dirinya kakak.
Ibu Guru muda itu keluar dari kelas, mengawasi muridnya yang satu per satu dijemput orang tuanya.
"Assalamualaikum Bu Lava," seru beberapa murid sambil melambaikan tangan bersama motor yang membawanya pergi. Perempuan muda yang bernama Lava itu membalas lambaian tangan beberapa murid lesnya yang sudah dijemput.
"Lava, itu Fani dan Alf, belum ada yang jemput? Biasanya Pak Abdul yang jemput, kan?" Salah satu rekan Lava bertanya sembari menghampiri motornya.
"Sepertinya belum, Mbak. Tumben Pak Abdul belum datang."
"Ya sudah, kamu tungguin saja dulu. Mbak duluan, ya. Assalamualaikum," pamit rekan Lava sembari menghidupkan motor lalu melajukan motornya keluar dari halaman kelas les tempat mereka mengajar.
"Waalaikumsalam."
Setelah salah satu rekan sesama pengajar lesnya pergi, Lava masih berdiri di depan teras kelas sembari menunggu Pak Abdul yang akan menjemput Fina dan Alf datang. Namun, belum kelihatan batang hidungnya. Tidak berapa lama sebuah mobil biru metalik berhenti tepat di depan pagar tempat les.
Lava memperhatikan mobil itu sampai pengendara itu keluar. Ternyata seorang pria berbaju tentara keluar dari mobil. Lava mengamati pria tentara itu dengan tatapan terselip kagum.
Pria tentara yang sudah turun dari mobil itu, berjalan menuju rumah les. Sebut saja bangunan itu rumah les, sebab tempat les itu memang menyatu dengan rumah pemilik les.
Tatapan mata Lava masih menuju pria tentara itu, yang semakin dekat ke arahnya. Dia memasuki pagar rumah les dan mulai menapaki halaman rumah.
"Mohon maaf, Bapak mau jemput siapa?" tanya Lava ramah. Pria tentara yang ternyata Sakala menatap sekilas ke arah Lava dengan perasaan yang kurang suka, Sakala merasa tidak suka dirinya dipanggil bapak, sebab ia belum jadi seorang bapak.
"Saya mau jemput Fina dan Alf, apakah mereka sudah selesai?" jawab Sakala datar seraya tatapannya mengarah ke dalam kelas.
"Oh, mau jemput Fina dan Alf? Sebentar, tapi biasanya Pak Abdul yang jemput, ke mana Pak Abdul?" ujar Lava seraya menatap keluar pagar mencari Pak Abdul.
"Pak Abdul tidak menjemput, Bu. Sekarang saya yang jemput. Tolong, katakan kalau saya sudah menjemput," balas Sakala.
"Sebentar, ya, Pak. Saya panggilkan mereka," ujar Lava sembari berbalik dan menuju ke dalam.
Tidak berapa lama Lava keluar sembari menuntun Fina dan Alf.
"Itu, Papa kalian sudah menjemput. Kakak pikir Pak Abdul yang akan jemput. Kalian hati-hati, ya. Sampai jumpa hari Senin," ucap Lava sembari melepas tangan Fani dan Alf yang segera berlari menuju Sakala.
"Kakakkkk," teriak Fina dan Alf gembira. Mereka tidak menduga bahwa yang menjemput adalah Sakala, hal yang tadi pagi mereka inginkan dan kini kesampaian juga.
"Kakak?" batin Lavanya heran.
"Kalian masuklah dulu, kakak mau bicara dulu dengan ibu guru kalian," titah Saka pada kedua adiknya. Fina dan Alf patuh, mereka menuju mobil yang pintu mobilnya sudah dibuka oleh Sakala.
Sakala menghampiri Lavanya yang masih berdiri di sana.
"Maaf, Bu. Kalau bisa, jangan panggil saya bapak, sebab saya belum menikah. Dan mereka adalah kedua adik kembar saya," protes Sakala. Lava pikir mau apa, ternyata Sakala menghampirinya hanya ingin protes atas ketidaknyamanan dipanggil bapak oleh Lavanya.
Lavanya tersenyum merasa bersalah, dia segera meminta maaf. "Ohhh, maafin saya Kak, saya pikir tadi Kakak ini bapaknya. Sekali lagi mohon maaf, ya," ucap gadis berkerudung itu meminta maaf dengan tulus serta ramah.
"Ngomong-ngomong, Kakak mau saya panggil apa? Kakak, Mas, Aa atau Abang?" lanjut Lavanya masih ragu, jangan-jangan Sakala tidak mau dipanggil kakak.
"Terserah, asal jangan panggil kakak," ujarnya.
"Baiklah, Mas. Apakah tidak apa-apa saya panggil, Mas?" Lavanya kembali bertanya karena masih ragu.
"Panggil saja saya Aa, karena saya tinggal di tanah Pasundan," ujarnya mengoreksi panggilan yang disebutkan Lavanya tadi.
"Oh, baiklah A. Sebentar, kalau Aa tidak keberatan, Aa tidak usah panggil saya ibu, sebab saya juga belum menikah, usia saya juga masih jauh lebih muda dari Aa. Usia saya baru mau 21 tahun, tepatnya 25 April nanti, saya genap 21 tahun," terang Lavanya tanpa ditanya.
Sakala menatap sekilas ke arah Lavanya, lalu berpaling. Dia tertawa kecil, karena merasa gadis berhijab dan berwajah manis menarik itu terdengar kepedean dengan mengatakan tanggal lahirnya dengan jelas.
"Baiklah Mbak. Saya panggil Mbak saja kalau begitu," putus Sakala.
"Baiklah." Lavanya setuju sembari tersenyum ramah.
"Kalau begitu saya pamit, assalamualaikum," ujar Sakala berpamitan lalu membalikkan badan.
"Waalaikumsalam," balas Lavanya sembari menatap kepergian Sakala dengan mobilnya.
"Dadah Bu Lavaaaa," teriak Fani dan Alf dari dalam. Lavanya tersenyum dan melambaikan tangannya ke arah Fani dan Alf yang dibawa pergi oleh mobil Sakala.
"Oh, ternyata pria itu kakaknya. Sepertinya bedanya jauh. Tapi mukanya memang mirip-mirip Aa nya. Tampan juga," gumam Lavanya sembari masuk ke dalam kelas untuk membereskan tas dan alat kerjanya yang belum dirapikan.
"Bu, saya pamit, ya. Assalamualaikum," pamit Lavanya yang kebetulan di dalam kelas tadi sudah ada pemilik rumah les.
"Waalaikumsalam," balas wanita paruh baya itu. Lavanya keluar kelas menuju motornya yang masih berdiri manis di parkiran rumah itu. Motor Lavanya keluar pagar dan melaju menuju rumahnya.
***
"Yang tadi siapa? Itu Guru les kalian?" tanya Sakala sembari fokus dengan setirnya.
"Iya. Bu Guru Lavanya namanya. Dia cantik, kan, Kak?"
"Selain cantik, Bu Lava juga baik. Dia tidak suka marah sama kita," sambung Fina membanggakan guru lesnya yang bernama Lavanya. Sakala masih fokus menyetir seakan tidak tertarik dengan obrolan kedua adik kembarnya.
/Facepalm//Facepalm//Joyful//Joyful/
good job for, sukses selalu
Ajak Lavanya aja ke undangannya Arka
GAsKEUN pa tentara💪💪💪