Di sebuah kota di negara maju, hiduplah seorang play boy stadium akhir yang menikahi empat wanita dalam kurun waktu satu tahun. Dalam hidupnya hanya ada slogan hidup empat sehat lima sempurna dan wanita.
Kebiasaan buruk ini justru mendapatkan dukungan penuh dari kedua orang tuanya dan keluar besarnya, hingga suatu saat ia berencana untuk menikahi seorang gadis barbar dari kota tetangga, kebiasaan buruknya itu pun mendapatkan banyak cekaman dari gadis tersebut.
Akankah gadis itu berhasil dinikahi oleh play boy tingkat dewa ini? Ayo.... baca kelanjutan ceritanya.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Askararia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7
"Aku mau tidur!" Ucap Nadia yang sudah malu dengan sikapnya yang tiba-tiba berubah tidak jelas.
"Apa dia lagi datang bulan? Masa menangis tiba-tiba!" Batin Rina penasaran.
"Apa benar dia baik-baik saja?" Kini giliran Mario yang berbicara, sementara kedua anak kembarnya kembali ke kamar mereka.
Arda segera berbaring diatas kasurnya sambil memikirkan Nadia, meski Nadia mengatakan hal yang sejujurnya namun ia merasa kalau telah terjadi sesuatu saat Nadia keluar beberapa jam lalu.
"Aneh, dari kemarin sikapnya Kak Nadia memang aneh, lagipula tidak biasanya dia begitu tenang saat menghadapi kenakalanku terutama saat aku menumpahkan lauk didapur, tadi juga saat dia memecahkan gelas. Tidak bisa... lagi ada sesuatu yang Kakak sembunyikan dari kami!" Batin Ardi menebak-nebak.
Berbeda dengan Ardi, Arda justru menyimpulkan kalau maksud pertanyaan Nadia padanya tadi siang adalah hal yang sebenarnya terjadi padanya, jadi Ardi bergegas membuka akun media sosial Nadia dan melihat foto-foto disana.
"Austin? Apa nama pacarnya Austin?" Batin Arda saat melihat sebuah nama yang diberi tanda pagar pada sebuah caption pada salah satu posting Nadia pada akun instagramnya. Didalam akun itu terdapat banyak foto kebersamaan Nadia dan Austin bahkan sejak dua tahun terkahir.
Namun tak hanya itu, beberapa foto Harry juga ada disana, juga beberapa anak lelaki lain yang merupakan teman dekat Nadia, jadi Arda tak ingin gegabah menyimpulkan siapa laki-laki pemilik nama Austin itu sebelum ia memastikannya langsung.
"Ok, besok sepulang sekolah aku akan mencari orang ini!" Batinnya menatap layar ponselnya dengan tatapan tajam.
***
Bippp bippp bippp
Singkat cerita kini pagi mulai datang serta matahari sudah memunculkan dirinya di timur, orang-orang di kota mulai beraktifitas seperti biasanya sama halnya dengan keluarga Nadia. Sang ibu yang sudah bangun sejak jam lima, pagi tadi baru saja selesai memasak sarapan dan kini ia sibuk mencuci piring sementara suaminya baru saja selesai mandi lalu bergegas membangunkan kedua anak kembarnya yang kini duduk di bangku kelas satu SMA itu.
"Ardi, Arda.... cepat bangun sebelum Kakakmu datang membangunkan mu!"
Happp
Ardi dan Arda bergegas turun dari tempat tidur lalu berlari ke arah wastafel untuk menggosok gigi dan mencuci wajah, barulah mereka mandi setelahnya. Padahal saat ini Nadia masih tidur mendengkur didalam kamarnya meski alarm diatas meja terus berbunyi memekik telinga orang di luar kamar namun gadis itu tak menyadarinya.
"Astaga, Nadia..... " teriak Rina dari ambang pintu, ia yang sudah muak mendengar suara alarm anak gadisnya itu sejak lima menit lalu bergegas membuka kamar itu.
"Ya ampun....." teriaknya lagi, mengundang suami dan kedua anak kembarnya yang masih memakai handuk datang ke kamar Nadia.
Ternyata Nadia tidur dilantai dengan kaki berada diatas kasur, selimut dan bantalnya berantakan diatas lantai, begitu juga dengan beberapa buku komik dan novel romantis kesukaannya. Ya, tentu saja sebab sebelum tidur sebenarnya Nadia membaca novel hingga tertidur sampai pagi, kebiasaan tidurnya yang suka berputar dan berguling ke kiri dan ke kanan membuatnya tampak berantakan terutama saat rambutnya yang panjang menutupi wajahnya menambah kesan horor bagi penghuni rumah itu.
"Hehehehe, bagaimana bisa anak gadis tidur seperti ini? Sungguh memalukan, darimana ya kebiasaan tidur buruknya ini berasal?" Tanya Mario sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang, tanpa sadar kalau tiga pasang mata tengah menatapnya dengan tajam.
"Papa, sadar diri itu penting, iya kan?" Tanya Arda pada Papanya lalu bergegas kembali ke kamarnya bersama Ardi.
Dengan nafas yang keluar masuk tak beraturan itu Rina segera mendorong suaminya keluar dari kamar Nadia, wanita paruh baya yang sudah lelah sejak subuh itu dengan kasar meraih dan menarik selimut dibawah tubuh Nadia.
Bhuggg
"Awwwww!" Nadia terbangun akan tidurnya sambil memegangi pinggangnya yang terasa gilu sebab ia bergulung dan pinggangnya terbentur ke sisi lonjong pada lemari pakaiannya tersebut. Ia membuka matanya dan melihat sekitar, mendadak matanya segar saat mendapati Rina berdiri tepat dibelakangnya.
"Mandilah Nak, sebelum kamu dimandikan!"
"Aaaaghhh!" Teriak Nadia ketakutan, secepat kilat ia meraih handuk diatas pintu dan bergegas untuk masuk kedalam kamar mandi pribadinya lalu keluar dari kamarnya setelah lima belas menit kemudian.
Kini keluarga kecil Nadia duduk bersama dimeja makan yang ada didapur, gadis muda ini tampak antusias membantu ibunya menyendok nasi dan lauk ke setiap piring juga air minum pada setiap gelas yang ada diatas meja, setelah itu ia ikut duduk dan melahap sarapan paginya seperti biasanya. Dalam keluarga mereka, hari libur bukan berarti bisa tidur lebih lama atau bersantai, sejak mereka kecil kedua orang tua mereka selalu membangunkan mereka lebih awal ada tanggal-tanggal merah meski mereka tak punya rencana yang akan dilakukan nantinya. Bagi Rina dan Mario, disiplin merupakan kunci utama agar anak-anak mereka bisa hidup teratur setelah mereka dewasa, sama seperti Nadia saat ini, berkat kedisiplinannya ia bisa hidup dimana saja termasuk membiayai hidupnya sendiri tanpa bantuan dari Rina atau Mario.
"Nadia, Mama mau tanya sesuatu!" Ucap Rina ditengah-tengah suara dentingan piring dan sendok keramik itu.
"Iya, Mama mau tanya apa?" Tanya Nadia.
"Kemarin ada cowok datang kerumah, katanya mau nyari kamu, dia bukan Harry dan bukan anak tetangga kita, apa dia pacarmu?" Tanya Rina tiba-tiba.
Nadia meletakkan sendoknya diatas piring lalu menatap Rina dengan kening berkerut, satu-satunya lelaki yang ada dalam benaknya saat ini adalah Austin, tapi mengingat kemarin dia belum pernah menunjukkan rumahnya pada Austin membuatnya tidak yakin kalau orang tersebut ada pacarnya si play boy internasional itu.
"Mungkin iya, mungkin tidak!" Jawab Nadia hati-hati.
"Sebaiknya jangan pacaran dengan orang itu, Nadia. Mama lihat dia tidak seperti laki-laki normal pada umumnya!" Ucap Rina memberitahu anaknya.
"Astagaaa, apa Mama tahu kalau Austin suka selingkuh makanya Mama bilang begitu?" Batin gadis ini sambil menaikkan alisnya.
"Masa kemarin dia datang pakai celana kulit yang ketat, anunya sampai berbentuk dan menonjol, sungguh tidak sedap untuk dipandang!" Celetuk Rina yang ternyata hanya mempermasalahkan cara berpakaian Austin yang tidak sesuai dengan seleranya.
"Beda sama anak temannya Mama, badannya kekar dan berotot, tapi dia selalu menjaga auratnya dengan memakai pakaian yang sedikit longgar. Menurut Mama ya, yang menjaga aurat itu bukan hanya perempuan saja, tapi laki-laki juga perlu!"
Nadia, Ardi dan Arda menghela nafas bersamaan, beberapa menit lalu mereka berfikir kalau Rina mungkin memiliki feeling yang tidak baik mengenai Austin, namun ternyata dugaan mereka salah.
Takkkk
"Astagaaa, ada apa itu?" Mario tiba-tiba berteriak.
Pagi-pagi ketiga bersaudara itu menggelengkan kepala bersamaan, token listrik dirumah mereka sudah berbunyi sejak tadi tapi Mario sengaja diam dan pura-pura tidak mendengarnya.
"Mulai dehhhh, padahal tokennya udah bunyi dari tadi pagi!" Kesal Nadia yang bergegas pergi kedalam kamar untuk mengambil ponselnya, sementara Mario dan Rina sedang bermain kedip-kedip mata sebab uang di dompet mereka tidak berkurang untuk biaya token bulan ini.
Nadia meraih ponselnya dari atas kasur, baru saja ia hendak melangkah keluar kamar namun langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat banyak pedang dari Austin, gadis kesal sekaligus senang saat melihat betapa takutnya Austin jika ia benar-benar marah.
"Sayang, maafkan aku sudah membuatmu salah paham"
"Sayang, tadi aku datang kerumahmu tapi diusir orangtuamu, sepertinya mereka tidak suka denganku. Apa tadi kau ada dirumah?"
"Nadia, ayong angkat telfonnya sayang. Aku ingin sekali mendengar suaramu!"
"Nadia...... "
"Nadia..... "
Dan Nadia, beberapa pesan teratas dari sekian banyaknya pesan masuk dari Austin Nadia lewatkan begitu saja, meski ia senang karena ternyata Austin benar-benar tidak bisa berhenti mengiriminya pesan, ia masih menyimpan rasa kesal dan marah akibat perbuatan Laura dan Austin di kampus tempo hari.
"Heummmm, untuk memastikan apakah Austin benar-benar serius denganku atau bukan.... sebaiknya akun memintanya untuk mengenalkan ku pada orangtuanya. Sedikit demi sedikit aku akan mempertimbangkan apa Austin pantas ku jadikan suami suatu hati nanti!" Ucap Nadia menyunggingkan senyumnya.
"Baiklah, ini saatnya aku berfikir secara logika, hilangkan perasaan agar aku bisa menilai lelaki yang katanya si play boy internasional ini!" Batinnya lagi, ia membuka kontak nama Austin lalu menghubunginya melalui pesan telepon.
Dreettt dretttt drettt
Ponsel mahal keluaran baru itu bergetar diatas meja membuat tidur nyenyak Austin terganggu. Tangannya dengan sigap meraba benda pipih itu dengan kening berkerut, namun begitu melihat nama 'sayang' dilayar ponselnya mendadak matanya segar.
"Hah? Nadia.... akhirnya kau menghubungi ku sayang ku, cintaku my love!" Ucap Austin tersenyum lebar.
Ia segera menggulir layar ponselnya untuk mengangkat panggilan telepon dari pacar pertamanya tersebut.
"Halo sayang!" Sapanya penuh semangat.
"Kalau kau benar-benar menyayangiku, sebaiknya kau segera memperkenalkan aku dengan kedua orang tuamu, hari ini juga. Kuberi waktu dua jam untuk bersiap dan jemput aku didepan rumah. Aku butuh kepastian dan keseriusan mu, tapi kalau kau tidak mau.... sebaiknya hari ini kita.... berpisah saja...., aku tidak butuh lelaki yang hanya manis di lidah saja!"
"Eummmm, Nadia... kau...."
"Ingat, dua jam.... dari sekarang..... byeeee"
Thutttt thutttt
"Aaaaaaaaaa!" Teriak Austin saat panggilan telepon itu terputus secara sepihak, ia berguling diatas kasur selayaknya anak kecil yang sedang menangis karena ditinggal ibunya kepasar.