Ini kelanjutan cerita Mia dan Rafa di novel author Dibalik Cadar Istriku.
Saat mengikuti acara amal kampus ternyata Mia di jebak oleh seorang pria dengan memberinya obat perangsang yang dicampurkan ke dalam minumannya.
Nahasnya Rafa juga tanpa sengaja meminum minuman yang dicampur obat perangsang itu.
Rafa yang menyadari ada yang tidak beres dengan minuman yang diminumnya seketika mengkhawatirkan keadaan Mia.
Dan benar saja, saat dirinya mencari keberadaan Mia, wanita itu hampir saja dilecehkan seseorang.
Namun, setelah Rafa berhasil menyelamatkan Mia, sesuatu yang tak terduga terjadi diantara mereka berdua.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon omen_getih72, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Tak ingin keadaan semakin kacau, Joane segera keluar untuk mengambil mobil yang terparkir tak jauh dari sana, membawanya ke depan pintu vila.
Demi menjaga agar tidak ada yang melihat mereka membawa Mia.
"Ayo, Brayn. Kita harus bergerak cepat, sebelum yang lain datang. Kasihan Mia," ucap Joane sekali lagi. "Rafa, cepat pakai baju!"
Tanpa menunggu, Brayn segera membopong tubuh Mia, melangkah keluar kamar.
"Ayo, Bunda," ucap Brayn. Lalu, berjalan cepat membawa Mia menuju mobil.
Joane mengikuti di belakangnya. Begitu tiba di mobil, Joane membuka pintu bagian belakang, Airin lebih dulu naik dan duduk dengan memangku putrinya.
"Kami akan langsung menyusul. Tenang, dan hati-hati di jalan." Joane menepuk bahu Brayn, mengingatkan agar lebih tenang dan tidak tersulut emosi.
Brayn hanya mengangguk dan naik ke mobil. Sebelum melaju, ia menengok ke belakang menatap Airin yang menangis memeluk putrinya.
"Bunda ... Bunda yang sabar, ya. Kita harus kuat demi Mia," ucap Brayn mengulurkan tangan, mengusap tangan wanita itu.
Mobil pun melaju cepat meninggalkan vila. Sepanjang perjalanan, Airin terus membelai rambut putrinya. Mengecup kening.
"Maafkan Bunda, Nak. Apakah semua yang terjadi kepada kamu adalah akibat dari perbuatan jahat Bunda di masa lalu?" gumam wanita itu.
Airin masih terisak-isak saat mendengar deringan ponsel dari tas miliknya. Ia yakin yang menghubunginya adalah Gilang.
Entah akan seperti apa reaksi lelaki itu jika tahu apa yang sedang terjadi pada putrinya.
"Assalamualaikum, Mas," ucap Airin sesaat setelah panggilan terhubung.
"Walaikumsalam, Sayang. Bagaimana? Sudah bertemu Mia?" tanya Gilang masih dengan nada masih terdengar tenang.
Tapi, Airin tak lantas menjawab. Selain dengan isak tangis. Membuat Gilang yakin bahwa sesuatu sedang terjadi.
"Ada apa? Kenapa kamu menangis? Apa terjadi sesuatu?"
"Mas... Mia...." Airin tak sanggup melanjutkan.
Airin menghirup udara dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.
"Ada apa dengan Mia?"
"Mas, aku akan jelaskan di rumah nanti. Tolong tetap tenang. Mia sudah ada bersamaku dan kami dalam perjalanan pulang."
"Tidak! Jelaskan dulu ada apa dengan anakku! Apa ada sesuatu yang terjadi padanya? Apa dia baik-baik saja? Aku mau bicara dengannya!" desak Gilang.
"Insyaallah putri kita selamat. Tidak ada yang membahayakan. Hanya saja, terjadi sesuatu yang tidak bisa aku jelaskan di telepon. Nanti kita bicara di rumah, ya."
"Tapi, Sayang. Setidaknya beritahu aku apa yang terjadi! Kalian di daerah mana? Aku akan menyusul!"
"Tidak, jangan! Kami sudah dalam perjalanan pulang. Akan memakan waktu lagi kalau kamu menyusul. Tunggulah di rumah."
Hembusan napas kasar dari Gilang terdengar di sana.
"Yakin Mia baik-baik saja? Dia tidak terluka, kan? Dia tidak mengalami kecelakaan?"
"Tidak, Mas. Karena itu tenanglah. Tunggu di rumah."
Akhirnya Gilang mengalah.
Airin menutup panggilan dan menghela napas panjang. Kembali memeluk putrinya dalam tangis.
Tak terbayangkan bagaimana reaksi suaminya nanti.
Apa ia akan murka dan memukul Rafa? Apa kejadian ini akan menghancurkan persahabatan di antara mereka? Lalu, bagaimana dengan Rina?
"Brayn, tolong hubungi Papa dan Mamamu. Beritahu mereka apa yang terjadi. Bunda tidak yakin bisa mengatasi kemarahan Ayahnya Mia nanti." Setidaknya harus ada yang meredakan emosi Gilang, kalau pun Pak Vino marah, akan ada Bu Resha yang menenangkan.
Brayn yang fokus mengemudi itu mengangguk.
Sejenak ia melirik ke belakang melalui kaca spion dan melihat mobil yang dikemudikan Joane melaju tepat di belakang mereka.
Mengurangi laju berkendara, Brayn mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi sang papa.
"Assalamualaikum, Nak."
"Wa'alaikumsalam, Pa," sahut Brayn lemas.
Pak Vino yang sedang berbaring sambil menjaga Bastian itu mengernyit.
Mendengar nada putranya saja, ia sudah mampu menebak bahwa sesuatu sedang terjadi.
"Ada apa, Nak?"
"Pa, ada sesuatu yang terjadi di vila antara Mia dan Rafa," ucap Brayn tanpa menyebut secara gamblang.
"Sesuatu apa?"
"Nanti aku jelaskan, Pa. Kalau bisa Papa dan Mama ke rumah Bunda. Kita bicara di sana. Aku, Bunda, Om Joane dan Rafa dalam perjalanan pulang."
"Oke ... oke ... hati-hati, Nak. Pelan-pelan saja menyetirnya."
"Iya, Pa. Kita bertemu di sana, ya."
**
**
Belum ada kata yang terucap dari mulut Rafa sejak meninggalkan vila. Ia bersandar dengan mata terpejam, frustrasi.
Seperti kehilangan kemampuannya untuk berpikir. Membuka mata sejenak, ia menatap mobil milik Brayn yang melaju di depan.
"Ya Allah ... astaghfrirullah." Mendesah frustrasi, Rafa memijat kepala yang terasa semakin berdenyut.
Memikirkan akan seperti apa reaksi keluarga Hadiwijaya yang lain. Akan seperti apa reaksi ibunya.
Selain itu, fakta bahwa dirinya adalah anak penjahat seperti ayah kandungnya pasti diungkit. Bahwa ia mewarisi sifat jahat dari ayah kandungnya.
Segala usaha yang ia bangun untuk lepas dari bayang-bayang ayah kandungnya akan sia-sia.
Pada akhirnya ia tetap akan dipandang sebagai anak seorang penjahat.
Sejenak pandangannya tertuju pada sang ayah yang sedang fokus mengemudi dengan earphone terpasang di telinga.
"Selidiki kejadian ini diam-diam dan jangan sampai ada yang tahu. Periksa anak-anak yang ada di vila dan semua kamar geledah, tapi jangan sampai ada yang tahu tentang kejadian ini. Paham?" perintah Joane pada seseorang yang sedang berbicara dengannya melalui sambungan telepon.
"Baik, informasi sekecil apapun laporkan segera!" imbuh Joane, lalu menutup panggilan. Kemudian menatap putranya yang tampak gelisah.
"Mau minum?" tawar Joane, sambil meraih sebotol air mineral.
Rafa meraih botol tersebut dan meneguk perlahan.
"Apa efeknya masih terasa?" tanya Joane lagi, sambil sesekali memerhatikan mobil milik Brayn yang melaju pelan.
"Tidak seganas tadi. Sisa pusing dan terasa panas dari dalam."
"Tenang, nanti akan hilang dengan sendirinya."
Joane melirik anak lelakinya yang menatap nanar pada jalanan. Satu tangannya mengulur mengusap bahu.
"Anakku, apapun penjelasanmu, Ayah percaya padamu. Kamu bukanlah laki-laki bejat yang bisa memanfaatkan kelemahan perempuan."
Rafa terdiam. Matanya mulai mengembun.
"Maukah ceritakan apa yang terjadi antara kamu dan Mia? Apa kalian sudah campur?"
Rafa kembali bungkam.
Kepalanya bersandar dengan mata terpejam. Gelisah, takut bercampur malu.
************
************
jangan mudah terhasut mia
apa Mia GX tinggal bareng Rafa, terus Rafa gmana
tambah lagi thor..🙏😁🫣