NovelToon NovelToon
Demi Apapun Aku Lakukan, Om

Demi Apapun Aku Lakukan, Om

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Duda
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: Naim Nurbanah

Kakak dan adik yang sudah yatim piatu, terpaksa harus menjual dirinya demi bertahan hidup di kota besar. Mereka rela menjadi wanita simpanan dari pria kaya demi tuntutan gaya hidup di kota besar. Ikuti cerita lengkapnya dalam novel berjudul

Demi Apapun Aku Lakukan, Om

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Marcos berdiri kaku di balkon lantai atas, tatapannya kosong menatap keremangan senja. Dari belakang, Lina meraih pinggangnya dengan pelukan yang erat, seolah ingin meleburkan jarak di antara mereka.

"Marcos," suara Lina lirih, sambil meletakkan kepalanya di punggung pria itu, berharap ada sisa-sisa hangat yang dulu mereka bagi. Namun, Marcos tak bergerak. Tubuhnya tetap dingin, tak membalas pelukan yang mulai menghilang harapan itu.

"Maaf, Lina. Hubungan kita sudah berakhir. Aku tidak bisa menerima kamu kembali," suaranya datar, tanpa sedikitpun belas kasih. Lina melepas pelukannya, langkahnya tergesa menuju pintu balkon. Matanya berkaca-kaca, tapi ia mencoba menahan diri.

"Kenapa? Apakah ada wanita lain menggantikan aku?" suaranya bergetar, antara sakit dan ingin tahu. Marcos membalikkan badan sedikit, bibirnya mengeras.

"Ada atau tidak, itu bukan urusanmu," katanya singkat. Hening menyergap balkon itu. Lina berjalan pergi dengan hati remuk, meninggalkan Marcos yang tegap seperti tembok batu, tegas dan tak tergoyahkan. Rasa harga dirinya tercecer di antara patah kata dan penolakan mentah itu.

Lina menatap cermin dengan mata yang masih sembap. Air mata yang baru saja tumpah ia usap pelan, tapi tekad di dadanya membara.

"Aku nggak bakal menyerah, Marcos," gumamnya pelan sambil menarik napas panjang.

"Kalau aku bisa bikin putrimu suka sama aku, kamu pasti nggak akan bisa nolak kalau Salsa mau aku jadi ibu tirinya."

Sementara itu, di dalam kamar sebelah, Marcos tergeletak di kursi sambil memegang gelas berisi minuman keras yang perlahan habis. Matanya merah, tapi sorotnya tajam dan penuh kebingungan. Ia mengangkat ponsel dan menekan tombol panggil dengan jari gemetar.

"Ini serius," katanya dengan suara serak, menatap kosong ke depan seolah sedang menimbang keputusan berat.

"Oke, selidiki wanita itu selama satu tahun ini. Sudah berapa pria yang ia dekati di luar negeri. Berapa pria yang dekat dengan Lina selama ini. Aku tidak mau wanita itu merusak kehidupan ku dan juga bisnis ku," ucap tuan Marcos.

Pria setengah baya itu sepertinya curiga dengan kedatangan Lina secara tiba-tiba. Mengingat saat ini perusahaan Marcos dengan di puncak. Apalagi dia mendapatkan proyek yang cukup besar yang kemungkinan akan mendapatkan keuntungan ratusan milyaran.

Marcos mengerutkan kening, matanya tajam menatap wanita yang baru saja keluar dari kamar putrinya.

"Lina, siapa suruh kamu datang dan mendekatiku lagi?" gumamnya pelan, suara penuh waspada. Hatinya selalu siaga, waspada pada wanita yang mencoba merayunya, menyembunyikan niat lain. Dengan langkah berat, pria setengah baya itu keluar dari kamarnya, hanya mengenakan celana pendek dan kaos oblong yang sudah agak kusut. Dia menoleh ke sekeliling, matanya mencari sosok putri semata wayangnya.

"Aku harus tahu, dia sedang di mana," bisiknya lirih. Saat melihat gadis remaja yang tidur di kamar itu, Marcos mendekat dengan ragu-ragu.

"Kamu... Salwa, kan?" tanyanya sambil menyipitkan mata. Suasana seketika jadi canggung karena putrinya, Salsa, tak terlihat di mana pun. Marcos berbalik, celingukan mencari Salsa dengan khawatir. Salwa mengangguk mantap.

"Iya, Om. Saya teman Salsa, sering main dan nginap di sini."

Marcos menggeleng pelan, matanya masih menyapu ruangan. "Kalau begitu, di mana Salsa? Kok dia tidak ada di kamar?" suara itu mengandung keheranan dan sedikit kecemasan yang tak bisa disembunyikan.

Salwa tampak sedikit bingung saat menceritakan, "Tadi Salsa diajak Tante Lina. Terlihat buru-buru, tapi nggak bilang mau ke mana. Aku juga baru sampai di sini, terus Salsa suruh aku tunggu di kamar." Tuan Marcos mengangguk pelan, matanya menyipit menatap ke arah Salwa yang duduk dengan tenang di sana.

"Lina pasti cuma pakai Salsa untuk narik aku balik,” pikirnya dalam hati, rahang tersipit. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatiran itu dengan senyum hangat,

"Ya sudah, kamu tunggu saja di sini, anggap rumah sendiri ya. Kalau lapar, tinggal ambil makan di dapur. Bebas mau apa saja, oke?" Salwa mengangguk patuh, wajahnya menampakkan rasa lega dan hormat,

"Baik, Om!" Tuan Marcos melangkah keluar dari kamar putrinya, namun pikirannya masih sibuk melayang,

“Kalau Lina beneran mendekati Salsa, dia pasti cari cara untuk dapat perhatian dariku. Kemana ya mereka pergi?” Sebuah ketegangan kecil merayapi dadanya meski ia berusaha menenangkan diri.

Tuan Marcos melangkah pelan menuju dapur, matanya sudah membayangkan semangkuk mie instan berkuah hangat. Ia duduk di meja makan dengan tangan yang sedikit gemetar, menunggu air mendidih dan mie lunak sempurna.

Di sudut ruangan, asisten rumah tangga muda sibuk mengaduk-ngaduk panci, wajahnya menampilkan fokus dan cekatan. Sesekali, Tuan Marcos melirik ke piringnya, seolah waktu berjalan terlalu lambat. Tiba-tiba, Salwa muncul di pintu dapur, langkahnya ragu tapi penuh hormat. Melihat gadis remaja itu, Tuan Marcos tersenyum lembut dan mengulurkan tangannya, mengajak Salwa duduk di kursi makan di sampingnya.

“Kamu lapar, ya? Tunggu mie kuah buatan mbak Juni ini matang, kita makan bareng di sini,” ucapnya penuh kehangatan, nada suaranya seperti berbicara pada anak sendiri. Salwa membalas dengan suara pelan,

“Baik, Om.” Ia menunduk sopan, tapi ada kilatan nyaman di matanya. Tuan Marcos membalas senyuman itu, hatinya tergerak oleh kesopanan dan sikap hormat Salwa. Suasana di ruang makan seketika terasa hangat dan akrab.

"Oh iya, menurut cerita Salsa putriku, kamu tinggal bersama kakakmu saja yah? Sebenarnya orang tua kamu di mana, nak?" Tuan Marcos memulai pertanyaan dengan suara pelan, seolah berusaha menyentuh bagian hati Salwa yang tersembunyi. Tapi ia lupa, Salsa pernah bercerita kalau orang tua Salwa sudah meninggal dunia. Salwa menunduk, jemarinya sibuk meremas ujung gaun.

"Orang tua saya sudah meninggal dunia, om," suaranya lirih.

"Oh, maaf!" Tuan Marcos cepat-cepat mengangkat tangan, wajahnya sedikit berubah serius dan penuh empati. Menurut cerita kakak saya, bapak dan ibu meninggal dunia karena kecelakaan. Saat itu saya masih kecil, om," lanjut Salwa pelan, matanya menatap lantai seolah mengingat ingatan yang pahit.

Tuan Marcos mengangguk pelan, rahangnya mengeras menahan rasa iba. Pandangannya menelusuri wajah Salwa yang polos, lugu, dan ada sedikit kegugupan saat duduk bersebelahan dengannya. Senyumnya tersungging tipis, berusaha menenangkan suasana yang mulai hening. Tiba-tiba, langkah kaki ringan terdengar dari dapur. Mbak Juni muncul membawa semangkuk mie kuah hangat, aroma sedapnya menyapa ruang tamu, memecah suasana haru yang membekap mereka.

Tuan Marcos menyerahkan semangkuk mie kuah spesial buatan Mbak Juni dengan senyum hangat, matanya penuh perhatian seolah melihat Salwa seperti putrinya sendiri.

“Nah ini dia, mie kuah spesial buatan Mbak Juni. Ayo, Salwa, kita habiskan!” ujarnya lembut.

Salwa hanya tersenyum kecil, mencoba menekan rasa canggung yang mengganjal di dadanya. Bagaimana mungkin dia bisa tenang, padahal sempat tanpa sengaja bibirnya menyentuh bibir Tuan Marcos? Kenangan itu terus membuatnya berdebar setiap kali duduk berdua. Mbak Juni, yang ikut duduk, menampilkan senyum lebar penuh kebanggaan.

“Mbak Juni, ayo kita makan bareng-bareng yuk!” ajak Salwa, berusaha mencairkan suasana. Namun, sebelum suapan pertama masuk, Mbak Juni menolak pelan,

“Aku sudah kenyang, dan malam ini aku sengaja tidak makan, supaya berat badan tetap terjaga.” Tuan Marcos hanya tertawa pelan, wajahnya tampak puas dan semakin lebar senyumnya.

"Sudahlah mbak Juni. Ayo ikutan makan. Lagipula kamu masaknya juga banyak banget. Sedangkan Salsa pergi bersama Lina. Mungkin saja tidak pulang dan tidur di rumah Lina," ucap tuan Marcos yang malas jika harus menghubungi Lina. Sedangkan handphone Salsa sendiri tertinggal di rumah.

"Baiklah, kalau tuan besar memaksa," sahut mbak Juni dengan nada santai, matanya menyipit menatap mangkuk mie kuah pedas di depannya.

"Sepertinya mie ini lebih menggoda daripada seorang duda." Ia tak sadar kata-katanya itu sudah mengiris hati tuan Marcos.

Tuan Marcos hanya tersenyum tipis, menatap mbak Juni dengan mata penuh arti. Sementara itu, mbak Juni dan Salwa saling bertatapan, bibir mereka bergetar sedikit dua wanita dari generasi berbeda, sama-sama kebingungan duduk makan berhadapan dengan duda tampan itu.

Baru beberapa detik kemudian, kesadaran muncul di benak mbak Juni. Tuan Marcos, duda kaya raya yang mereka bicarakan selama ini, ternyata duduk di depannya, memandang dengan senyum misterius yang tak mudah ditebak.

1
Ika Syarif
Luar biasa
꧁≛⃝❤️𝐌αgιѕηα❀࿐
Momyyy ..
kau ini punya kekuatan super, yaaakk?!
keren, buku baru teroooss!!🤣💪
Xiao Li: beliau ini punya kuasa lima, sekali seeeetttt... langsung melesat. kagak kek kita yang lelet kek keong🤣
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!