NovelToon NovelToon
Pesona Kakak Posesif

Pesona Kakak Posesif

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Anak Yatim Piatu / Identitas Tersembunyi
Popularitas:495
Nilai: 5
Nama Author: Dwi Asti A

Jika bukan cinta, lalu apa arti ciuman itu? apakah dirinya hanya sebuah kelinci percobaan?
Pertanyaan itu selalu muncul di benak Hanin setelah kejadian Satya, kakaknya menciumnya tiba-tiba untuk pertama kali.
Sayangnya pertanyaan itu tak pernah terjawab.
Sebuah kebenaran yang terungkap, membuat hubungan persaudaraan mereka yang indah mulai memudar. Satya berubah menjadi sosok kakak yang dingin dan acuh, bahkan memutuskan meninggalkan Hanin demi menghindarinya.
Apakah Hanin akan menyerah dengan cintanya yang tak berbalas dan memilih laki-laki lain?
Ataukah lebih mengalah dengan mempertahankan hubungan persaudaraan mereka selama ini asalkan tetap bersama dengan Satya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi Asti A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hanin Masih Marah

Tiba di rumah dengan naik ojek, Satya tampak ragu untuk memasuki rumah. Diperhatikannya lampu rumah di ruang tamu telah padam, itu artinya semuanya sudah tidur. Namun, di beberapa kamar terlihat lampu masih menyala. Dengan menggunakan kunci duplikat, Satya memasuki rumah melalui pintu samping. Mengendap-endap menaiki tangga menuju kamarnya di lantai dua, lalu menarik nafas lega akhirnya tiba di kamarnya tanpa ada yang menyadari.

Sebelum masuk kamar, dia melirik pada kamar milik Hanin yang masih terkunci rapat. Kamar itu beberapa hari selalu sepi selama Hanin berada di rumah sakit, dan malam itu pun masih sama. Sepertinya Miranda telah menyiapkan kamar untuk Hanin di lantai bawah supaya mudah untuk semunya saat merawat Hanin.

Satya masuk kamar, melempar tubuhnya di atas tempat tidur. Merasakan tubuh yang lelah Satya seketika memejamkan matanya.

••

Di kamar Hanin, gadis itu masih belum bisa memejamkan matanya, memperhatikan Miranda yang tengah sibuk memasukkan pakaian ke dalam lemari.

“Jika Mama ingin tidur di kamar Mama sendiri Hani tidak apa-apa, Mah,” ucap Hanin merasa tidak enak hati.

“Kenapa? Tidak suka mama temani?”

“Bukan, Mah, tapi kasihan juga Papa tidur sendirian.”

“Justru Papa yang menyarankan mama untuk menemani kamu di sini sampai kamu bisa mandiri, dan mama tidak masalah soal itu.”

“Lalu sampai kapan, Mah?”

Miranda mengerti akan kekhawatiran Hanin tentang kakinya. Walaupun hanya sebelah kakinya yang cedera. Namun, keadaan itu tentu saja belum terbiasa untuk putrinya. Hanin masih sensitif dan mungkin mudah putus asa jika kesulitan melakukan aktivitas dengan satu kaki. Miranda merasa masih perlu untuk memberikan semangat dan membantu putrinya untuk saat ini.

Miranda menghampiri Hanin dan duduk di sampingnya.

“Sampai kamu sudah tidak membutuhkan orang lain untuk melakukan aktivitas.”

“Apa Hani bisa?”

“Seperti kata dokter, kesembuhanmu juga tergantung pada dirimu sendiri, dan selama itu juga mama, Papa dan Kak Satya akan selalu ada saat kamu butuhkan.”

Mendengar nama Satya, wajah Hanin kembali murung.

“Kak Satya pasti malu memiliki adik yang cacat sekarang. Hani tidak mau bertemu dengan dia, Mah.” Kedua mata Hanin berkaca-kaca.

“Tidak, Hani, kakakmu tidak seperti itu, dia hanya ...,”

“Buktinya sampai sekarang dia tidak mau menemui Hani,” tukas Hanin. “Di mana dia saat Hani membutuhkan teman bicara. Dia pasti malu.” Tangis Hanin pecah. Miranda memeluknya sembari mengusap-usap bahu putrinya.

Hanin dan Satya selama ini memang selalu dekat, sudah seperti buku dengan penanya yang saling mengisi. Kebersamaan keduanya membuat rumah selalu terasa hangat dan ramai. Meskipun berbeda karakter. Namun, keduanya mampu saling mengimbangi.

Saat ini keduanya tak bertemu hampir satu minggu, Miranda dan Elvan sudah mencoba berbicara dengan Satya. Namun, masih tak ada gerakan dari Satya untuk menemui Hanin apa lagi meminta maaf, membuat Miranda gusar.

Melihat kesedihan Hanin, kali ini Miranda tak mau tinggal diam. Dia harus membuat Satya meminta maaf dan bertanggungjawab atas kesalahannya meskipun tak sepenuhnya itu adalah kesalahan Satya. Namun, demi Hanin pulih seperti sedia kala Miranda akan memaksanya.

“Sekarang istirahat dulu, mama keluar sebentar menemui papa, nanti mama kembali,” kata Miranda berbohong.

Sebenarnya Miranda pergi menemui Satya di kamarnya. Dia tahu Satya pasti sudah kembali saat itu.

Pintu kamar Satya tidak dikunci, Miranda seketika masuk setelah mengetuknya beberapa kali. Namun, tak ada sahutan dari pemiliknya, dan mendapati Satya sudah tidur terlihat pulas.

“Satya ..., bangun, Nak! Mama ingin bicara denganmu!” Panggil Miranda.

Satya tak bergerak, tapi dia menyahut panggilan Miranda dengan gumaman yang tak jelas dengan kedua mata masih terpejam.

“Kamu dengar mama, kan? Bangun dan temui adikmu sekarang! Mama masih tidak mengerti alasanmu tidak mau menemui Hani sampai saat ini. Biasanya kau yang paling khawatir jika adikmu kenapa-kenapa, sekarang kau malah menghindarinya.”

“Besok lagi, Mah, Satya masih mengantuk,” jawab Satya masih tak bergeming.

“Tidak ada esok!” bentak Miranda hilang kesabarannya melihat sikap santai Satya. “Mama capek mengurusi kalian berdua yang seperti anak kecil. Malam ini juga kalian berdua harus baikkan. Mama hanya ingin melihat Hani semangat untuk sembuh.”

Usai mengatakan itu Miranda berjalan keluar meninggalkan kamar dengan perasaan masih kesal. Namun, kali ini dia yakin kata-katanya akan membuat Satya berpikir. Dia pergi menemui Elvan di ruang kerjanya sebelum dia kembali menemani Hanin.

••

Semilir angin malam cukup membuat bulu kuduk merinding. Namun, langit malam yang cerah dengan keindahan bintang-bintang menghiasinya membuat Satya menyunggingkan bibirnya.

Dia ingat saat malam dirinya dan Hanin selalu duduk di luar di balkon sebelum mereka tidur. Memandang langit dan bintang sambil menghabiskan susu buatan Miranda. Wanita itu sampai saat kedua anaknya dewasa pun masih selalu memaksa mereka meminum susu. Hanin dan Satya tak berdaya harus menghabiskan minuman itu atau mereka tidak akan mendapatkan jatah uang jajan.

Senyuman Satya memudar saat dirinya ingat ucapan Miranda yang memaksa dirinya untuk menemui Hanin. Mengingat Hanin sangat menyukai bintang, Satya berpikir untuk menemui adiknya, meminta maaf, dan menjelaskan alasannya selama ini tak menemuinya, lalu membawanya ke balkon.

‘Dia itu gadis yang ceria dan tak pernah marah-marah terlalu lama, aku yakin Hani pasti memaafkanku.’

Penuh percaya diri Satya bergegas pergi menuju kamar Hanin. Saat itu masih pukul sembilan malam, Hanin biasanya belum tidur.

Tiba di depan kamar, mendadak Satya kembali ragu. Namun, dia melanjutkan langkahnya tanpa mengetuk pintu langsung masuk ke dalam kamar. Dia melangkah dengan hati-hati mendekati Hanin yang tidur dengan punggung membelakanginya.

Satya duduk mendekat dengan ragu-ragu, menyentuh bahu Hanin untuk membangunkannya. Namun, dia urungkan dan memilih mulai berbicara.

“Hani, apa kau sudah tidur? Kakak ingin memperlihatkan sesuatu padamu,” ucap Satya pelan.

Hening, tak ada sahutan. Satya berpikir Hanin terdiam karena masih marah. Dia pun melanjutkan kata-katanya.

“Kau suka bintang, kan? Malam ini di luar bintang sangat banyak, aku ingin mengajakmu keluar untuk melihatnya,” lanjut Satya, masih menunggu tanggapan Hanin dan berharap gadis itu membalikkan badannya.

Namun, setelah menunggu beberapa waktu, Hanin tak menunjukkan reaksinya. Masih membelakangi dirinya. Satya merasa Hanin benar-benar marah saat ini. Di saat yang sama pun dia berpikir Hanin mungkin benar sudah tidur.

“Baiklah, kakak tidak ingin mengganggumu malam ini, tidurlah, besok kakak akan datang lagi.”

Usai memperbaiki selimut di tubuh Hanin, Satya berjalan keluar dan menutup pintu. Di depan kamar dia bertemu dengan Miranda.

“Kalian sudah baikkan?” tanya Miranda.

Satya menggeleng pelan sebagai jawaban.

“Hani sudah tidur, Mah, besok lagi Satya akan menemuinya.” Satya ngeloyor pergi tanpa memberi kesempatan Miranda yang terlihat masih ingin berbicara dengannya.

‘Kalian masih saja seperti anak kecil, aku yakin Hani hanya pura-pura tidur saat ini.’

Benar apa yang dipikirkan Miranda. Sebenarnya Hanin masih terjaga ketika Satya mencoba mengajaknya berbicara. Namun, sepertinya kemarahannya akan sikap Satya membuat Hanin masih enggan berbicara dengannya. Diam-diam Hanin menangis sedih, karena sebelumnya dia belum pernah mengacuhkan Satya sampai seperti itu.

1
D Asti
Semoga suka, baca kelanjutannya akan semakin seru loh
María Paula
Gak nyangka endingnya bakal begini keren!! 👍
Majin Boo
Sudut pandang baru
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!