Dikhianati dan difitnah oleh selir suaminya, Ratu Corvina Lysandre terlahir kembali dengan tekad akan merubah nasib buruknya.
Kali ini, ia tak akan lagi mengejar cinta sang kaisar, ia menagih dendam dan keadilan.
Dalam istana yang berlapis senyum dan racun, Corvina akan membuat semua orang berlutut… termasuk sang kaisar yang dulu membiarkannya mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Waktu seakan terhenti di antara mereka. Bibir Theon menempel lembut di bibir Corvina, tidak terburu-buru, tidak juga mendesak seolah ia memberi ruang bagi setiap detik untuk bisa merasakan lembutnya bibir Corvina. Namun bagi Corvina, rasa keterkejutan dan kebingungan itu bercampur, membuatnya terjebak antara kekacauan perasaan nya dan tindakan Theon yang tiba-tiba.
Setelah beberapa detik yang terasa lebih lama dari yang seharusnya, Theon melepaskan diri perlahan, namun matanya tetap menatap Corvina dengan intensitas yang membuat jantungnya berdebar lebih cepat.
Corvina menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Namun hatinya seperti dilemparkan ke dalam badai yang tidak bisa ia kendalikan. “Apa yang kau lakukan, Theon?” suaranya terdengar lebih lemah dari yang ia harapkan. “Kau sekarang sudah berani kurang ajar pada istri orang lain?”
Theon terdiam, tapi matanya tidak lepas dari Corvina. “Aku hanya ... ingin kamu tahu, aku mencintaimu Corvina. Aku tidak bisa lagi menyembunyikan perasaanku lebih lama lagi.”
Corvina terdiam, menatapnya dalam-dalam. Ia mencari sebuah tanda, sebuah petunjuk, apakah kata-katanya keluar dari perasaan yang tulus, ataukah hanya karena kedekatannya akhir-akhir ini? dan segala kekacauan yang ada?
“Apa aku harus percaya pada kata-katamu, Theon?” tanyanya akhirnya, suaranya tetap tenang, meski ada getaran yang jelas di baliknya.
Theon menatapnya lekat, dan untuk pertama kalinya, ada rasa ketulusan yang mendalam di dalam tatapannya. “Aku tidak berharap kau percaya padaku sekarang,” katanya pelan. “Tapi aku ingin kau tahu ... aku tidak akan berhenti. Apapun keputusanmu nantinya. Apapun yang terjadi, aku akan ada di sini untukmu, Corvina.”
Corvina memejamkan mata, perasaan yang membanjirinya sulit untuk dijelaskan. Ada rasa aman yang datang dari kata-katanya, dan di sisi lain, ada ketakutan yang mengikutinya, ketakutan akan sesuatu yang lebih besar dari sekedar pengakuan perasaan Theon.
“Itu bukan ide yang bagus, Theon,” katanya perlahan, suaranya tenang meskipun ada kesedihan yang tertinggal. “Aku masih istri Cassian, Ratu Kekaisaran ini.”
Theon mendekat, tapi kali ini, ia tidak berani lebih jauh. “Aku tidak peduli itu, Corvina. Di kalangan bangsawan bukan hal baru lagi jika seorang istri mempunyai kekasih. Mungkin kita bisa mulai dari sini. Tidak ada yang bisa kita ubah dalam satu malam. Tapi aku tidak akan membiarkanmu menolakku.”
Corvina mengangkat wajahnya, matanya lebih tenang daripada sebelumnya. Dia tahu, apa pun yang terjadi, hidupnya tidak akan sama lagi setelah malam ini. Tapi entah kenapa, untuk pertama kalinya, ia merasa bahwa mungkin ... hanya mungkin ... ada sedikit ruang untuk harapan yang baru.
“Aku tidak bisa menjanjikan apa pun, Theon,” katanya lembut. “Tapi jika ada jalan keluar dari ini, aku akan mengambilnya.”
Theon mengangguk, tanpa berkata lebih banyak. “Aku akan menunggu, Corvina. Aku akan menunggu sampai kamu siap.”
Tanpa terasa, malam semakin larut. Hujan turun sangat deras di luar, gemuruhnya terdengar seperti guntur yang memecah kesunyian. Theon menatap ke luar jendela, ragu-ragu, seolah mempertimbangkan apakah ia harus kembali ke kediamannya di tengah hujan yang begitu lebat.
Corvina berjalan ke dekat jendela, lalu menoleh ke arah Theon. “Sepertinya hujan tidak akan reda dalam waktu dekat,” katanya pelan. “Lebih baik kamu menginap saja malam ini.”
Theon menatapnya sejenak, ragu, sebelum akhirnya mengangguk. "Aku tidak ingin merepotkanmu," jawabnya, meski suara ragu itu jelas terdengar.
“Tidak masalah,” ujar Corvina dengan suara yang lebih lembut dari sebelumnya. “Kamu pasti tidak ingin basah kuyup, dan perjalanan dalam kondisi seperti ini bisa berbahaya.”
Theon menghela napasnya untuk menyembunyikan kegugupannya, sementara Corvina dengan sigap mengambil beberapa selimut dan meletakkannya di kursi dekat perapian. "Kamu bisa tidur di sini," katanya sambil menatapnya, meskipun ekspresinya tetap tenang, seolah hal ini adalah hal biasa.
“Kamu yakin menyuruhku menginap?” tanya Theon, suaranya tegas namun dengan nada yang sulit diartikan. “Apa kamu sama sekali tidak takut padaku?”
Corvina menatapnya dengan tenang, meskipun ada ragu yang muncul dalam matanya. “Takut kenapa? Aku percaya kamu tidak akan membunuhku,” jawabnya, suaranya tetap datar, mencoba menyembunyikan kegugupannya.
Theon tertawa rendah, matanya tidak pernah lepas dari Corvina. “Bukan tentang membunuh. Aku pria normal, Corvina,” katanya sambil mendekat sedikit, suara yang lebih berat dan menggoda. “Bisa saja nanti aku naik ke ranjangmu dan menerkammu.”
Wajah Corvina langsung memerah, dan ia menatap Theon dengan gugup. Tubuhnya menegang, matanya tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. “Jangan berlebihan, Theon,” katanya pelan, berusaha menjaga ketenangan meskipun hati dan pikirannya terasa kacau.
Theon berhenti beberapa langkah darinya, meskipun senyumnya masih tersungging, kini tampak lebih lembut. “Aku hanya bercanda, Corvina,” ucapnya, nada suaranya lebih ringan, mencoba meredakan ketegangan di antara mereka. “Aku tidak akan membuatmu merasa tidak nyaman.”
Corvina menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. “Kau memang suka bermain-main,” katanya, meskipun suaranya masih terdengar sedikit cemas.
“Kadang,” jawab Theon, kini berdiri lebih dekat di sebelahnya, “aku rasa kau butuh sedikit candaan karena aku lihat kau terlalu serius. Meskipun candaanku tidak mempan untukmu.”
bertele2