👑 Academy Animers, sekolah elit untuk pelajar berkekuatan unik dan bermasalah mental, dijaga Kristal Kehidupan di Crown City. Dipimpin Royal Indra Aragoto, akademi berubah jadi arena Battle Royale brutal karena ambisi dan penyimpangan mental. Indra dan idealis (Akihisa, Miku, Evelia) berjuang mengembalikan misi akademi. Di lima kota inti, di bawah Araya Yamada, ketamakan dan penyalahgunaan kekuatan Kristal merusak moral. Obsesi kekuatan mendorong mereka menuju kehancuran tak terhindarkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IΠD, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
King & Queen of Crown City with 5's Royals
Suatu hari di Crown City, di dalam ruang belajar yang mewah namun penuh teknologi canggih di Istana Royal, dua gadis muda sedang tenggelam dalam pelajaran. Mereka adalah Royal Riana (14 tahun), anak kedua dari Keluarga Royal, dan Royal Raina (12 tahun), anak kelima. Riana duduk di sisi kiri, tampak fokus menjelaskan rumus sihir yang terpantul pada hologram di udara. Raina, di sisi kanan, menatap dengan mata lebar dan penuh semangat.
Meskipun usia mereka masih sangat muda, penampilan mereka tampak dewasa karena rambut mereka yang diwarnai hitam pekat menggunakan ramuan khusus yang aman. Aslinya, seperti Pangeran Mahkota Indra, rambut mereka berwarna terang—Riana berambut merah dan Raina berambut jingga. Ini adalah tradisi untuk memberikan privasi dan keamanan ekstra bagi anggota keluarga di luar Istana.
Riana mengetuk pena digitalnya pada hologram yang menampilkan model energi. "Jadi, Raina, kau lihat? Untuk menguasai Elemental Magic tingkat tiga, kita tidak hanya butuh energi Kristal Kehidupan, tapi juga stabilitas emosional. Jika kau terlalu bersemangat, seperti saat Kakak Indra menggunakan Railgun-nya, energinya akan meluap dan tidak terkendali," jelas Riana dengan nada tenang dan logis.
Raina, yang terlihat antusias, menyandarkan dagunya di meja. "Aku mengerti, Kak Riana! Tapi kan Kak Indra bilang meluap itu seru! Aku ingin sihirku lebih besar dan kuat dari sihirnya Kak Araya!" seru Raina. Riana menggelengkan kepala. "Tugas kita bukan hanya kuat. Sebagai Royal, tugas kita adalah menjaga keseimbangan dan ketertiban. Kekuatan yang tak terkendali hanya akan menyebabkan kehancuran."
"Benar juga," gumam Raina. "Tapi kenapa kita harus belajar semua hal ini? Aku lebih suka bermain game daripada belajar tentang aliansi politik Ranox City." Riana tersenyum sabar. "Karena kehidupan seorang bangsawan, terutama Keluarga Royal, adalah tentang tanggung jawab. Kita harus memahami sihir, politik, dan ekonomi. Jika suatu hari nanti Kakak Indra tidak bisa memimpin, kita yang harus siap untuk melindungi Crown City dan seluruh alam semesta."
Raina menghela napas, meskipun semangat belajarnya masih tinggi. "Baiklah, Kak Riana. Aku akan mencoba fokus pada pelajaran. Tapi setelah ini, kita harus meminta Kak Indra untuk mengajarkan kita cara mengendarai mobil GT-R-nya, ya?"
Riana menggelengkan kepala, tatapan matanya yang merah kini terlihat geli namun tegas. "Raina, kita masih terlalu kecil untuk menyentuh GT-R Kakak Indra! Kita bahkan belum mencapai usia legal untuk mengemudi, apalagi mengemudikan mobil sport," jawab Riana, dengan nada heran.
Raina mengembungkan pipinya dengan lucu, membuat Riana tertawa kecil. "Tapi kan kita sudah belajar fisika dan navigasi, Kak! Itu sudah setengah jalan menuju mengemudi!" rajuk Raina, kembali merengek dengan nada yang menggemaskan.
"Tidak ada negosiasi," putus Riana, kembali serius. "Tapi, aku janji," Riana tersenyum, "saat kau cukup dewasa, aku akan secara pribadi meminta Indra untuk mengajarimu. Sekarang, singkirkan pikiran tentang mobil sport itu dan fokus pada pelajaran."
Raina akhirnya menghela napas pasrah. "Baiklah, janji, ya?" tanyanya, memastikan. Riana mengangguk. "Janji. Ayo, kita lanjutkan ke subjek berikutnya: Aliansi Perdagangan antara Crown City dan Hamel City."
Saat Riana kembali memfokuskan dirinya untuk mengajar, matanya yang merah tiba-tiba melirik cepat ke belakang, ke arah jendela raksasa yang menampilkan pemandangan luar Istana. Dari jarak yang sangat jauh, Riana merasakan adanya aura yang cukup berbahaya. Aura itu tebal, gelap, dan terasa sangat dingin—bukan dinginnya es, melainkan dinginnya kekosongan.
Riana tidak tahu apa itu, tetapi sensasi itu sangat mengerikan, mengirimkan getaran tak nyaman di sepanjang tulang punggungnya. Itu adalah sensasi kekuatan yang tidak murni dan sangat berpotensi destruktif. Meskipun khawatir, Riana memaksa dirinya untuk kembali fokus. Tugasnya saat ini adalah mengajar Raina, dan melindungi adiknya adalah prioritas. Ia memaksakan senyum di wajahnya dan kembali memusatkan perhatian pada hologram di depan mereka, meskipun bayangan ancaman di luar sana telah terpatri di benaknya.
.
.
.
.
.
.
.
Di puncak gedung tertinggi di Soryu City, yang menjulang jauh di atas keramaian kota, seorang gadis kecil dengan rambut abu-abu diikat ekor kuda dan bermata merah sedang duduk santai di tembok pembatas. Ia adalah Royal Liini (10 tahun), anak keenam dari Keluarga Royal dan adik kandung Indra, Riana, dan Raina. Meskipun usianya baru sepuluh tahun, Liini sudah sangat lihai menggunakan sniper rifle berukuran besar yang teronggok di sampingnya.
Sama seperti kakak-kakaknya, Liini juga memiliki rambut asli berwarna merah terang, tetapi ia mewarnainya dengan ramuan khusus untuk menjaga kerahasiaan identitasnya. Saat ini, ia terlihat menikmati sepotong roti sambil memandang pemandangan kota. Di sampingnya tergeletak sniper rifle yang tingginya hampir sama dengan tubuhnya.
Liini adalah anggota termuda Keluarga Royal yang sudah diizinkan untuk melakukan misi pengintaian dan pembersihan secara mandiri. Ia menunggu arahan selanjutnya dari atasannya, yang ternyata adalah sepupunya sendiri, Nuita Elysion, sang jenius dari Kelas S Akademi Animers.
Tiba-tiba, suara statis terdengar dari earpiece yang terpasang di telinganya. Itu adalah suara tenang dan logis milik Nuita. "Liini, ini Nuita. Target telah dilenyapkan sesuai rencana. Misi selesai. Kembali ke titik ekstraksi sekarang juga," perintah Nuita melalui radio.
Liini, tanpa mengubah posisi duduknya atau menghentikan kunyahannya, menjawab dengan nada cuek dan singkat. "Roger," jawabnya, sambil mengunyah remahan roti. Ia menghabiskan sisa rotinya, lalu dengan kekuatan yang tidak terduga untuk anak seusianya, Liini mengangkat sniper rifle besar itu ke bahunya.
Ia melirik ke bawah sekali lagi, memastikan tidak ada jejak yang tertinggal, lalu menghilang dari atap gedung, meninggalkan Soryu City yang damai, tak sadar bahwa ia baru saja berpartisipasi dalam bagian dari jaringan operasi rahasia Nuita Elysion.
Liini yang sudah memasukkan sniper rifle-nya ke dalam tas khusus, melangkah menuju pintu masuk tangga gedung tertinggi di Soryu City. Tepat sebelum masuk, ia berhenti mendadak.
Ia menoleh ke belakang, matanya yang tajam memicing ke arah langit. "Nuita," panggil Liini melalui earpiece-nya, suaranya yang cuek kini terdengar sedikit penasaran. "Apa itu yang baru saja kurasakan? Ada gelombang yang terasa menekan dan... membunuh. Sangat jauh, tapi terasa."
Suara logis Nuita Elysion menjawab melalui radio, "Aku juga merasakannya, Liini. Itu adalah energi yang tidak stabil, mungkin ulah para pengguna Kristal Kehidupan yang melanggar batas di kota lain. Bukan urusan kita. Abaikan saja." Liini hanya mengangguk kecil, tidak mengambil pusing. Ia tahu, di dunia ini, gelombang kekuatan aneh adalah hal yang biasa. Ia kemudian membuka pintu dan mulai menuruni tangga.
Sambil menuruni tangga yang panjang, Liini kembali berbicara kepada Nuita. Kali ini, topiknya jauh lebih santai. "Nuita, malam ini kau yang memasak, kan? Ibu Nia Sayaka dan Ayah Railord menitipkanku padamu untuk makan malam."
Nuita terkekeh ringan. "Tentu saja, Liini. Itu sudah menjadi tanggung jawabku. Jadi, apa yang diidamkan sniper muda kita malam ini?" tanya Nuita.
"Aku mau Chicken Katsu Curry pedas dengan cheese ekstra! Dengan smoothie mangga!" pinta Liini tanpa ragu, menyebutkan makanan kesukaannya. Nuita menghela napas geli. "Baiklah, permintaanmu dikabulkan, Liini. Aku akan mulai menyiapkan bahan-bahannya. Sampai jumpa di rumahku." Liini tersenyum tipis, rasa kantuknya hilang digantikan antisipasi makanan enak. "Sampai jumpa, Nuita," balas Liini, mempercepat langkahnya menuruni tangga.
.
.
.
..
.
.
.
Setelah Riana dan Raina sibuk dengan pelajaran, kini giliran dua anggota Royal lainnya yang mengambil panggung di Istana. Royal Natsuya (14 tahun), anak ketiga Keluarga Royal, dan Royal Agito (13 tahun), anak keempat, duduk di ruang tamu yang cerah dan modern. Natsuya adalah seorang peneliti yang mendalami pengetahuan, sementara Agito lebih menyukai pertarungan dan aksi.
Untuk berbaur saat berada di luar Istana, Natsuya yang memiliki rambut asli merah (seperti Indra) memilih mewarnai rambutnya menjadi cokelat dan mengenakan kacamata, tampil layaknya seorang kutu buku yang rapi. Sementara Agito yang juga berambut asli oranye (seperti adik-adiknya), mewarnai rambutnya menjadi hitam pekat karena ia sangat menyukai warna itu.
Saat ini, mereka berada di ruang tamu. Natsuya duduk di sofa dengan smartphone di tangan, matanya yang tajam fokus pada data yang terpampang di layar. Sementara Agito duduk di sofa seberang, bersandar santai dengan kedua tangan dilipat di dada, mendengarkan celotehan kakaknya.
"Agito, kau lihat ini? Aku baru saja menemukan anomali data Kristal Kehidupan di Hamel City," jelas Natsuya, menunjukkan grafis di ponselnya. "Frekuensi resonansi tidak sinkron dengan Ley Lines utama. Ini berarti ada kemungkinan tinggi bahwa sihir yang digunakan di sana berlebihan dan dapat menyebabkan ketidakstabilan spasial."
Agito menghela napas, matanya yang merah tertutup sesaat. "Teori, teori, dan teori. Kenapa kau tidak pernah membicarakan hal yang seru, Natsuya? Lebih baik kau meneliti kekuatan Kakak Indra. Kekuatan Es Abadi-nya itu jauh lebih menarik daripada anomali di Hamel City," jawab Agito dengan nada bosan. "Aku lebih suka pergi ke Hamel City dan melawan siapapun yang menyebabkan 'ketidakstabilan' itu secara langsung."
Natsuya menghela napas melihat kepribadian adiknya yang selalu ingin bertarung. "Kita adalah Royal, Agito. Tugas kita adalah memahami, bukan menghancurkan," balas Natsuya. "Tapi baiklah, aku punya data terbaru tentang potensi kekuatan Heavy Railgun Kakak Indra, jika kau mau mendengarkannya. Ini melibatkan fisika kuantum yang sangat rumit, tapi sangat penting jika kau ingin tahu cara melawannya." Agito seketika membuka mata dan duduk tegak. "Nah, itu baru menarik!" seru Agito.
Natsuya kini berdiri, bersemangat menjelaskan kekuatan langka kakaknya kepada Agito yang duduk tegak penuh minat. Matanya yang merah berkilat saat ia memproyeksikan diagram mekanika kuantum kecil dari ponselnya. "Baik, fokus, Agito. Kekuatan Kakak Indra yang paling berbahaya adalah Warp Strike," jelas Natsuya.
"Warp Strike?" ulang Agito.
"Ya. Ketika Kakak Indra melempar Heavy Railgun raksasanya—yang merupakan purwarupa dengan Kristal Es Abadi—ke arah musuh, dia akan secara instan berteleportasi ke lokasi senjata itu meluncur! Ini adalah kombo kekuatan Es dan Space-Time Manipulation dasar!" Agito mengangguk, matanya yang merah bersinar. "Itu gila! Itu berarti dia bisa menyerang dari jarak jauh dan menutup jarak secara instan!"
Natsuya tersenyum puas. "Tepat! Dan yang lebih rumit lagi, Warp Strike ini... Bla bla bla, ini melibatkan konsep perpindahan energi sub-atomik yang terinduksi oleh resonansi Kristal Mahkota dengan frekuensi akselerasi Higgs-Boson..." Natsuya mulai melantur ke dalam istilah-istilah ilmiah yang rumit. Agito yang tadinya antusias, kini hanya menatap datar kakaknya, tidak mengerti sama sekali.
"Natsuya," potong Agito, nadanya serius. "Aku tidak mengerti satu pun kata yang kau ucapkan setelah 'resonansi Kristal Mahkota.' Bisakah kau menjelaskannya dengan istilah pertarungan?" Agito dan Natsuya mulai berdebat kecil. Natsuya dengan percaya diri membela rumusnya, sementara Agito menuntut penjelasan yang lebih praktis dan mudah dicerna.
Namun, di tengah perdebatan sengit mereka, tiba-tiba kedua bersaudara itu merasakan adanya aura tajam yang mendekat ke Istana. Spontan, Agito yang lebih fokus pada aksi, mensummon pedang energi gelap, dan Natsuya mensummon railgun kecil (bukan purwarupa Indra) ke arah jendela. Mereka berdua dalam posisi siap tempur. Tapi, tidak ada apa-apa yang muncul.
Agito dan Natsuya saling berpandangan, bingung. "Apa yang tadi itu?" tanya Agito, menurunkan pedangnya perlahan. Natsuya menghela napas, aura waspada masih terasa di matanya. "Aku tidak tahu. Rasanya seperti... seseorang sedang menguji pertahanan kita, tapi di saat yang sama, terasa seperti terdistraksi." Mereka berdiskusi sejenak, menyadari betapa anehnya kejadian itu, dan akhirnya setuju. "Kita rahasiakan ini dulu dari yang lainnya," putus Natsuya. "Termasuk dari Kakak Indra. Kita harus mencari tahu sumbernya sendiri."
.
.
.
.
.
.
Di ruang kerja megah Istana Royal, yang dihiasi dengan jendela kaca patri dan rak buku tinggi, Royal Nia Sayaka dan Royal Railord sedang duduk berdampingan, disibukkan dengan berkas-berkas kerajaan yang menumpuk. Nia Sayaka, yang anggun dalam kimono putih bermotif emas, terlihat memegang selembar dokumen, sementara Railord, mengenakan pakaian bangsawan dengan jubah emas, sedang menulis dengan pena bulu.
Royal Railord adalah Raja yang dihormati, ayah dari Indra dan adik-adiknya. Sementara Royal Nia Sayaka adalah Ratu yang bijaksana dan saudari kembar dari Amanda Yamada, yang merupakan ibu dari Araya dan Nina Yamada. Pasangan ini sangat dihormati oleh seluruh penjuru Sakura Flurry, kerajaan yang menjadi inti dari Crown City.
Nia Sayaka sesekali membahas perkembangan wilayah kerajaan. "Railord, aku khawatir tentang persediaan Kristal di Distrik Hamel. Kita perlu mengirimkan tim pengawas untuk memastikan alokasinya tepat," ucap Nia, memandang suaminya. Railord, yang tampak fokus, membenarkan perkataan istrinya. "Kau benar, Nia. Aku sudah merencanakan itu. Prioritas kita adalah stabilitas," jawabnya.
Setelah beberapa saat hening diselingi suara pena yang bergesekan dengan kertas, Nia Sayaka meletakkan berkasnya. Ekspresi serius terpancar di wajahnya. Ia menatap Railord dengan mata penuh kekhawatiran. "Railord," panggilnya, "apa yang akan kita lakukan jika ramalan itu ternyata nyata dan benar-benar akan terjadi?"
Railord menghentikan tulisannya. Ia memandang dalam mata Nia, melihat kekhawatiran yang mendalam di sana. "Ramalan itu sudah ada di benakku, Nia. Jika itu terjadi, aku akan menggunakan setiap kekuatan dan sumber daya yang kita miliki," ujar Railord, suaranya dipenuhi tekad seorang Raja. "Aku akan melindungi semuanya—anak-anak kita, rakyat, dan Kerajaan ini, apapun bayarannya."
Mendengar tekad suaminya, Nia Sayaka menghela napas lega. Ia tersenyum, keanggunan kembali ke wajahnya. "Aku tahu kau akan mengatakan itu," kata Nia. "Aku juga akan membantumu. Bersama-sama, kita akan hadapi ramalan itu, Railord."
Royal Nia Sayaka menarik napas dalam, melanjutkan pembicaraannya tentang ramalan yang menghantui mereka. "Railord, jika ramalan itu benar-benar terjadi, dan kita tidak bisa menghentikannya—aku berpikir untuk menitipkan anak-anak kita kepada Amanda," ucap Nia, nada suaranya menunjukkan kekhawatiran yang mendalam.
Royal Railord, sebagai Raja dan seorang ayah, memahami kekhawatiran istrinya. "Aku setuju, Nia," jawab Railord dengan tegas. "Amanda adalah wanita yang kuat dan yang terpenting, dia sangat sayang kepada anak-anak, termasuk anak-anak kita. Dia adalah satu-satunya yang aku percaya untuk menjaga mereka jika kita harus bertempur."
Namun, Nia Sayaka kembali dilanda keraguan. "Tapi... ramalan itu tidak pasti, Railord," katanya, matanya menunjukkan ketakutan. "Ada kemungkinan terburuk. Bahwa semua anak kita meninggal. Kita berdua juga..." Nia tidak sanggup melanjutkan kalimatnya.
Railord mengulurkan tangannya dan menggenggam tangan istrinya yang terbungkus kimono. Ia menatap Nia dengan keyakinan penuh. "Dengar, Nia. Aku akan berusaha memastikan semua anak kita tetap hidup, apapun yang terjadi. Aku akan mengerahkan semua daya dan sihirku untuk melindungi mereka," janji Railord.
Saat Railord hendak menambahkan strategi lain, Nia memotongnya, ekspresinya dipenuhi dengan tekad yang mulia. "Aku tidak masalah jika diriku harus berkorban, Railord. Asalkan anak-anak kita tetap hidup. Itu adalah prioritas," ucap Nia, air matanya sedikit menggenang. Railord tersenyum, senyum tulus seorang suami dan Raja. Ia tidak perlu mengatakan apa-apa lagi karena ia berpikir hal yang sama dengan istrinya.
Nia Sayaka membalas senyum suaminya dengan senyum tipis yang penuh kelegaan. "Terima kasih, Railord," bisik Nia. Mereka kembali berpegangan tangan, janji pengorbanan itu kini terpatri di antara mereka, membuat mereka siap menghadapi masa depan tak terduga yang menanti Sakura Flurry.