NovelToon NovelToon
PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

PESUGIHAN POCONG GUNUNG KAWI

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Menjadi Pengusaha / CEO / Tumbal / Iblis / Balas Dendam
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: triyan89

Rina hidup dalam gelimang harta setelah menikah dengan Aryan, pengusaha bakso yang mendadak kaya raya. Namun, kebahagiaan itu terkoyak setelah Rina diculik dan diselamatkan oleh Aryan dengan cara yang sangat mengerikan, menunjukkan kekuatan suaminya jauh melampaui batas manusia biasa. Rina mulai yakin, kesuksesan Aryan bersumber dari cara-cara gaib.
​Kecurigaan Rina didukung oleh Bu Ratih, ibu kandung Aryan, yang merasa ada hal mistis dan berbahaya di balik pintu kamar ritual yang selalu dikunci oleh Aryan. Di sisi lain, Azmi, seorang pemuda lulusan pesantren yang memiliki kemampuan melihat alam gaib, merasakan aura penderitaan yang sangat kuat di rumah Aryan. Azmi berhasil berkomunikasi dengan dua arwah penasaran—Qorin Pak Hari (ayah Aryan) dan Qorin Santi—yang mengungkapkan kebenaran mengerikan: Aryan telah menumbalkan ayah kandungnya sendiri demi perjanjian kekayaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon triyan89, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 6

Satu bulan telah berlalu sejak pemakaman Pak Hari.

Suasana duka di Desa Pucung Sari perlahan mereda, tapi misteri kematian Pak Hari masih menyisakan luka. Kata-kata terakhirnya yang menyebut nama Aryan terus terngiang di telinga warga, terutama di benak Bu Ratih.

Meski hatinya dipenuhi tanya, Bu Ratih memilih diam. Ia tak berani mendesak lebih jauh. Ia hanya menggenggam uang pemberian Aryan, uang yang entah dari mana datangnya, dengan tangan bergetar dan mata basah.

Aryan sendiri meninggalkan desa itu dengan hati yang berat. Ia membawa beban rasa bersalah… dan sesuatu yang jauh lebih berbahaya dari itu.

Di bawah kasur kos lamanya di Jakarta, ia menemukan tumpukan uang, yang mungkin jumlahnya hingga miliaran rupiah, hasil dari perjanjian yang bahkan dirinya sendiri tak sepenuhnya pahami.

Tanpa banyak berpikir, ia menyimpannya di bank, menutup kamar kos penuh kenangan kelam itu, dan memulai hidup baru.

Sesuai petunjuk Ki Sabdo, Aryan tidak boleh langsung membuka bisnis besar. “Kaya mendadak itu berbahaya,” kata lelaki tua itu dulu dengan mata tajam seperti bara. “Mulailah dari bawah. Biar manusia percaya, biar tidak curiga.”

Maka, Aryan membeli gerobak bakso bekas, dengan catnya yang sebagian sudah mengelupas, tapi rodanya masih kuat. Ia mulai berjualan di pinggir jalan raya Jakarta Timur yang padat.

Ia punya lasan yang sederhana, bakso adalah usaha rakyat, tak menonjol, dan cocok untuk penyamaran.

Namun di balik kesederhanaan itu, Aryan menyimpan rahasia paling gelapnya.

Setiap pagi, sebelum mendorong gerobak ke tepi jalan, ia mencuci Jimat Besi Kuning dengan air bunga tujuh rupa di kamar kos barunya. Air itu selalu berubah menjadi sedikit lebih dingin dari suhu ruangan, kadang bahkan beruap tipis seperti napas dari dunia lain.

Setelah ritual itu selesai, ia menyembunyikan Jimat tersebut di laci rahasia di bawah wadah sendok.

Dan sejak hari itu, keajaiban atau mungkin kutukan, itu bekerja.

Hari pertama Aryan membuka usahanya, tak ada yang istimewa. Beberapa orang lewat, sebagian menoleh, sebagian hanya melirik. Tapi dalam hitungan jam, keadaan mendadak berubah. Satu per satu orang mulai berhenti.

“Bakso Mas ini aromanya beda ya. Wangi banget,” ujar seorang pelanggan sambil menghirup kuah yang sebenarnya biasa saja.

“Padahal saya udah makan di rumah, tapi entah kenapa kok pengen banget mampir,” tambah yang lain dengan wajah bingung.

Mereka tidak sadar bahwa bukan aroma atau rasa yang memanggil mereka. Itu adalah aura dari Jimat Besi Kuning, energi gelap yang merayap dari logam kecil itu, menembus udara, dan menanamkan keinginan halus di kepala siapa pun yang lewat.

Antrean mengular panjang. Sampai Aryan kewalahan melayani pembeli. Tangannya gemetar bukan karena lelah, tapi karena merasakan getaran aneh di bawah gerobak, seolah ada sesuatu yang tertawa di dalam sana.

Setiap kali uang berpindah tangan, suara lirih menggema di benaknya.

“Lebih banyak lagi, Aryan… lebih banyak…”

Uang pun mengalir deras. Setiap malam, Aryan menghitung hasilnya dengan perasaan campur aduk antara girang dan takut.

Dua bulan berlalu.

Gerobak itu kini hanya simbol masa lalu. Keuntungan yang fantastis membuat Aryan berani melangkah lebih besar. Ia menyewa kios bakso sederhana di lokasi strategis, mengecat ulang dindingnya agar tampak bersih dan menarik.

Ia memberi nama usahanya “Bakso Bang Aryan”. Daru awal ia mulai membuka usahanya di kios barunya, pembeli sudah sangat ramai. Mereka rela mengantri bahkan di bawah terik matahari.

Aryan mulai mempekerjakan karyawan, membeli motor baru, ponsel mahal, pakaian bermerek. Ia makan di restoran setiap malam, dan hidupnya kini telah berubah total.

Namun di balik senyum itu, ia tahu satu hal yang pasti, kekayaan ini bukan miliknya. Ada sesuatu yang menunggu, sesuatu yang menuntut tumbal.

Setiap Malam Jumat Kliwon, Aryan menutup kios lebih awal.

Ia mematikan semua lampu di kamar belakangnya, menyalakan satu lilin kecil, dan menata bunga tujuh rupa di sekeliling Jimat Besi Kuning.

Udara menjadi dingin menusuk tulang. Api lilin bergetar seperti ditiup dari arah yang tak terlihat.

Dari kegelapan itu, muncul suara berat… serak… seperti napas yang berputar di antara dinding kamar.

“Kau menepati janjimu, Aryan…”

“Teruslah menambah hartamu. Nafsumu adalah makanan kami.”

Bersamaan dengan suara itu, bayangan gelap merayap di lantai. Sosok tinggi tanpa wajah mulai terbentuk dari asap lilin. Tubuhnya seperti terbakar dari dalam, dengan mata menyala merah seperti bara api. Iblis Pemberi Kekayaan.

Suara gemeretak terdengar dari arah jimat, besi kecil itu bergetar, memancarkan hawa panas yang menusuk kulit.

“Kau telah memberi persembahan. Bunga dan dupa cukup untuk sekarang.”

“Tapi ingat, perjanjian darah tak berhenti di sini. Akan ada yang lebih mahal.”

Lilin itu padam. Aryan jatuh terduduk, tubuhnya menggigil. Suara iblis itu menghilang perlahan, tapi hawa panas tetap menempel di kulitnya, seolah sedang menandai mangsanya.

Malam itu, Aryan benar-benar paham. Kesuksesan yang ia raih, adalah pinjaman dari Iblis kegelapan.

Dan setiap pinjaman, pasti ada saatnya harus dikembalikan, dengan bunga yang sangat tinggi.

 ---

​Beberapa minggu setelah ritual Malam Jumat Kliwon yang terakhir, pada suatu sore yang sangat ramai, Aryan sedang sibuk mengawasi para pekerjanya di dalam kios. Ia kini jarang turun tangan secara langsung, hanya bertugas mengatur keuangan dan memastikan Jimat Besi Kuning di laci kasir tetap tersembunyi.

​Kios Bakso Bang Aryan dipenuhi pelanggan. Musik dangdut yang diputar kencang beradu dengan suara sendok dan tawa riang. Di luar, mobil-mobil mewah diparkir rapi, membuktikan status pelanggan yang datang.

​Tiba-tiba, mata Aryan terpaku pada sebuah mobil sedan berwarna putih yang baru saja berhenti tepat di depan kiosnya. Dari mobil itu, turunlah tiga sosok wanita yang sangat ia kenal. ​Rina, Laras, dan Nirmala.

​Wajah-wajah yang selama ini menghantui mimpi buruknya, yang menjadi pemicu keputusasaannya, dan akhirnya mendorongnya ke jurang perjanjian.

​Mereka bertiga tampak semakin modis dan glamor, mengenakan pakaian mahal dan tas mewah. Mereka berjalan masuk, wajah mereka menunjukkan keheranan melihat keramaian di kios sederhana itu.

​Aryan segera bersembunyi di balik partisi dapur, menarik napas dalam-dalam. Jantungnya berdebar kencang, bukan karena takut, melainkan karena bahagia bisa melihat Rina, dan rasa dendam yang bercampur aduk.

​Rina, yang paling angkuh, tapi paling cantik di antara mereka, tampak mengernyit jijik melihat antrean di dalam sana. "Astaga, Laras, Nirmala. Kenapa kalian mengajakku makan di tempat semacam ini? Bau keringat."

​"Sabar, Rina. Temanku bilang bakso ini viral banget di TikTok. Katanya, kalau nggak makan di sini, nggak keren. Lagipula, Mas Aryannya mana?" jawab Laras, matanya mencari-cari sosok yang pernah ia hina.

​Nirmala, yang lebih santai, menunjuk ke arah papan nama. "Lihat, Bakso Bang Aryan. Siapa tahu nama pemiliknya kebetulan sama. Mana mungkin si Aryan itu bisa punya kios seramai ini?"

​Mereka akhirnya menemukan meja kosong. Seorang pelayan muda, yang bernama Dika, segera menghampiri mereka.

​"Pesan apa, Mbak?" tanya Dika ramah.

​Rina langsung memesan dengan nada angkuh. "Bakso komplit, kuahnya jangan terlalu berminyak. Dan jangan pake lama. Saya nggak punya banyak waktu."

​Laras menatap Dika. "Mas, mau tanya dong. Siapa sih pemilik kios bakso ini? Kok namanya Bang Aryan?"

​Dika, yang bangga dengan bosnya yang sukses, tersenyum lebar. "Oh, pemiliknya? Ya Mas Aryan, Mbak. Masih muda, baik banget. Dia yang ngurus semua dari awal."

​Mendengar konfirmasi itu, ketiga wanita itu terdiam sejenak. Mata mereka saling pandang, penuh kejutan dan keraguan.

​"Aryan? Maksudmu, Aryan yang dulu driver ojol itu?" tanya Nirmala, suaranya sedikit meninggi, tidak percaya.

​Dika mengerutkan kening. "Driver ojol? Wah, saya nggak tahu, Mbak. Tapi Mas Aryan ini memang orang sukses. Dulu ia merintis dari gerobak bakso di pinggir jalan sana, Mbak. Hebat, ya, padahal baru beberapa bulan buka, sudah seramai ini."

​Rina mendesis, wajahnya memerah karena malu dan terkejut. "Mustahil. Pasti dia cuma babunya pemilik asli. Paling cuma disuruh pakai nama itu biar menarik, atau mungkin, dia di kasi modal sama bosnya."

​Laras menyenggol Rina. "Sst... Jangan kencang-kencang. Tapi ya, itu mustahil. Ingat nggak Dia bahkan nggak bisa bayar kopi kita waktu di kafe itu."

​Saat Dika pergi membawa pesanan mereka, Aryan keluar dari balik dapur. Ia berdiri di dekat meja kasir, berpura-pura mengecek laci, namun matanya menatap tajam ke arah mereka.

​Ketiga wanita itu belum menyadari kehadirannya. Mereka sibuk berbisik-bisik, menertawakan kemungkinan bahwa Aryan yang miskin bisa sukses.

​"Baksonya lumayan juga, pantes si, kalo serame ini," kata Laras setelah mencicipi kuahnya, "Tapi tetap nggak masuk akal kalau dia pemiliknya."

​Tiba-tiba, Aryan berjalan mendekat, seolah tak sengaja melintas di dekat meja mereka. Ia kini mengenakan kemeja bermerek, jam tangan mahal melingkari pergelangan tangannya, dan postur tubuhnya memancarkan aura percaya diri yang dingin.

​Rina mengangkat kepala, hendak memanggil pelayan. Matanya langsung bertemu dengan mata Aryan.

​Seketika, Rina terdiam. Wajahnya yang tebal seketika memucat, terkejut melihat sosok Aryan yang berdiri di sana. Ini bukan lagi Aryan yang lusuh dan putus asa. Ini adalah Aryan yang rapi, sukses, dan matanya memancarkan kekuasaan yang mengerikan.

​Laras dan Nirmala ikut mendongak. Mereka pun terdiam, dengan sendok bakso menggantung di udara.

​Aryan tidak tersenyum. Ia hanya menatap Rina, Laras, dan Nirmala satu per satu, dengan tatapan yang penuh kemenangan dan kebencian yang mendalam.

​"Selamat menikmati Bakso Bang Aryan" katanya dengan suara pelan, dingin, dan penuh penekanan. "Jika ada kekurangan, bilang saja sama saya. Saya, Bang Aryan."

​Ia membiarkan kalimat itu tergantung di udara, menusuk kesombongan ketiga wanita itu. Setelah puas melihat ekspresi keterkejutan dan ketidakpercayaan yang tercetak jelas di wajah mereka, Aryan berbalik, meninggalkan mereka yang kini kaku di kursinya, dengan bakso yang terasa hambar di lidah.

1
Oriana
Kok susah sih thor update, udah nungguin banget nih 😒
bukan author: Masih review kak
total 1 replies
Dallana u-u
Gemes banget deh ceritanya!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
cocondazo
Jalan cerita seru banget!
bukan author: lanjutannya masih review kak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!