Bukan menantu pilihan, bukan pula istri kesayangan. Tapi apa adil untuk ku yang dinikahi bukan untuk di cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Alex mengerutkan keningnya, sementara Wati langsung menunduk saat Alex menatapnya tajam.
“Anak dan istri, salah paham? Jangan konyol, Wati. Atau kau sedang mengejek ku hem?”
“Aku mengejek mu? Mana berani… ada juga kau pak Alex, kau yang sejak tadi, ralat… maksud ku sejak semalam terus mengejek ku, mengusik ku, mengganggu ku! Sudah paham sekarang! Biarkan aku pulang!” Wati ngegas.
Kedua tangan Wati berusaha menyingkirkan tangan besar Alex dari pinggangnya. Namun sayangnya, bukannya terlepas. Alex justru tanpa ragu mendekap erat Wati. Membuat tubuh depan keduanya saling bertautan dengan pakaian mereka yang menjadi jurang pemisah.
“Jelaskan dulu pada ku, apa yang menyebabkan mu berpikir seperti itu?” tanya Alex.
“Kau sudah berumur, pak! Semua orang juga tau. Setiap pria berumur, kaya raya, pasti sudah memiliki anak dan istri.”
Alex menahan tawa, “Apa setiap wanita akan menjadikan pria berumur, harta, sebagai patokan jika pria itu sudah memiliki keluarga?”
Wati sedikit berpikir dengan bibir yang bergerak ke kiri dan kanan.
“Mungkin seperti itu. Kan mustahil pria seperti bapak yang tampan di usia gak lagi muda gak ada istri dan anak. Siapa yang akan menikmati hasil kerja keras bapak, kalau bapak gak memiliki keluarga?” beo Wati dengan bijaknya versi Wati sendiri.
“Jadi menurut mu begitu? Aku masih tampan di usia ku yang gak lagi muda?”
Wati mengangguk, “Untuk itu, tolong menyingkir pak! Hargai perasaan istri mu! Aku akan melupakan kejadian semalam. Di mana bapak meni duri ku! Aku tidak akan minta bapak untuk tanggung jawab. Dan aku mohon pak, lain kali jangan pernah izinkan mas Hasan menginjakkan kakinya di tempat usaha mu. Aku juga gak mau kamu dibuat terus merugi karena mas Hasan!”
“Justru aku senang, Hasan berhutang banyak pada ku. Dia gak ada pilihan lain selain menjadikan mu alat untuk penukaran. Dan perlu kamu tau, Hasan gak tau jika Night club itu milik ku!”
Wati mencengkram erat punggung Alex, membuat pria itu mau tidak mau melepaskan pelukannya.
“Kenapa kau mencengkram punggung ku? Apa kau sudah merindukannya lagi?” tanya Alex dengan tatapan menggoda.
Wati bergidik, “Gak sekali pun aku merindukan dari apa yang ada pada diri mu, pak. Aku sudah bersuami. Dan kamu sudah beristri. Tolong jangan usik hidup ku! Maaf jika suami ku sudah membuat mu merugi, pak! Sekali lagi aku minta maaf!” beo Wati dengan menangkupkan kedua tangannya di depan wajah.
Alex terkekeh, “Apa aku perlu menghantam kepala mu, Wati? Membuat mu sadar akan posisi mu di hati ku!”
Wati mengerutkan keningnya gak percaya, “Maksudnya, pak? Bapak mau bunuh saya?”
“Bukan untuk membunuh mu, tapi untuk menyadarkan mu dari kebutaan cinta yang kamu miliki untuk Hasan. Ingat Wati, Hasan sudah memperlakukan mu bak barang.”
“I- itu urusan ku, bu- bukan urusan bapak! Bapak gak berhak ikut campur dengan urusan rumah tangga ku dengan mas Hasan.”
“Naif sekali kamu, Wati! Kau yakin gak ingin aku ikut campur dengan pernikahan mu? Bukan kah ibu mertua mu gak beda jauh dengan Hasan… mereka berdua tidak peduli pada mu!” ujar Alex, seakan menampar Wati pada kenyataan.
Deg.
Wati menelan salivanya sulit, ‘Bagaimana bisa pak Alex ini tau, ibu mertua ku tidak peduli pada ku?’
“Aku tau segalanya tentang mu, Wati… pernikahan yang kau jalani dengan Hasan pun aku tau, tidak berjalan mulus bukan? Kebahagiaan kalian hanya seujung kuku, selebihnya banyak air mata yang kau keluarkan untuk pria bodoh dan ibu mertua tak punya perasaan.”
“Jika kau sudah tau semua itu, untuk apa pak Alex masih menahan ku di sini? Kau sudah berjanji akan melepaskan ku jika kita melakukannya kan! Maka sekarang tepati janji mu itu!” beo Wati dingin.
‘Aku sebenarnya ingin dengar dari pak Alex sendiri. Apa yang dikatakan pak Kadir itu benar… jika benar.. aku juga bingung sih harus gimana. Kalo pun cinta pak Alex hanya untuk ku. Rasanya jadi terkutuk bangat aku ini. Tapi aku bisa balas seribu kali kesakitan pada mas Hasan dan Ida.’ pikir Wati.
“Aku tidak mengatakan akan melepaskan mu, Wati … tapi aku bilang akan memikirkannya! Sudah jelas bukan!” tegas Alex.
Brugh.
“Dasar penipu!” Wati memukul lengan Alex.
“Aku tidak menipu mu, jadi lah wanita ku, tetap lah tinggal di mansion ini! Aku rasa itu harga yang setimpal untuk membayar tagihan jasa pelayanan mu semalam.” ucap Alex, yang membuat Wati semakin merasa direndahkan.
“Jangan mimpi, aku ini wanita yang sudah bersuami. Tunggu, tadi kau bilang tagihan atas pelayanan ku? tanya Wati.
Alex menganggukkan kepalanya, membenarkan perkataan Wati.
Wati menggaruk kepalanya frustasi, “Sadarkah kamu, pak! Kamu yang memak sa ku! Astagaa, bisa gila aku lama lama di sini!”
Wati tertawa sinis, kembali menegaskan pernyataan Alex.
“Jadi semalam aku yang harus membayar mu? Disini aku yang dirugikan, pak Alex ummpp…”
Gak ada lagi kata yang dapat keluar dari bibir Wati. Alex dengan rakusnya melu mat bibir ranum Wati. Satu satunya wanita yang berhasil memporak porandakan hatinya yang beku.
Wati membola, memukul dada bidang Alex, ‘Dasar pria me sum, bisa bisanya dia mencium ku, bagaimana jika istri dan anaknya melihat. Belum lagi pak Kadir, Joni dan pelayan lainnya. Hancur sudah harga diri dan nama baik ku!’ jerit Wati meski dalam hati.
Preeet.
Dengan sengaja, Alex menarik dan melepaskan tali kait aset kembar Wati dari balik punggung wanitanya itu, membuat Wati memekik.
“Akkhhh a- apa yang kau lakukan, pak? Pria me sum!”
Hap.
“Aku me sum hanya pada mu, Wati!” Alex menggendong Wati dengan kedua tangan kekarnya, menuju kamar di lantai atas.
“Turunkan aku, aku harus pulang, tolong biarkan aku pulang! Aku bisa kehilangan pekerjaan ku, pak!” Wati terus memberontak dalam gendongan Alex, dengan wajah panik.
“Layani aku, baru aku akan membiarkan mu. Tapi jika permainan mu bagus. Jika permainan mu buruk, jangan harap aku akan membebaskan mu!.” Alex berseringai.
“Tidak, aku tidak butuh janji mu, kau pasti membohongi ku lagi! Aku tidak mau melayani mu, pinta sana istri mu untuk melayani mu!” Wati ngegas.
“Aku mau memintanya pada mu, kau yang bisa melayani ku! Aku gak masalah di jadikan selingkuhan mu sampai kau resmi bercerai dari Hasan! Apa kau sudah tidak berminat untuk membalas perbuatan Hasan dan kekasihnya?” tanya Alex mengompori.
Wati diam tanpa berkutik, “Aku akan membalasnya dengan cara ku, aku tidak butuh bantuan mu.”
“Yakin kau tidak butuh bantuan ku? Sayangnya orang ku sudah bergerak, aku tidak suka melihat wanita ku di tindas.”
Alex membaringkan tubuh Wati di atas tempat tidur dengan hati hati.
“Sejak kapan aku bilang mau jadi wanita mu?” Wati menatap wajah tegas Alex, tampan juga, sayang pria jahat.
“Aku memang tampan, tidak kau katakan pun, faktanya sekarang kau jadi wanita ku, menghangatkan ranjang ku!”
Alex kembali menyerang Wati, meski wanita muda itu berusaha menolak, tetap saja tenaga Wati tidak bisa mengalahkan Alex.
.
Sementara di rumah yang cukup terbilang besar dan mewah jika dilihat dari rumah lain yang ada di dekatnya. Nampak wanita paruh baya tengah cemas dengan umpatan yang gak lepas dari mulutnya.
“Kemana lagi nih si Wati, pergi dari semalam gak pulang pulang. Gak ingat kerjaan di rumah banyak apa! Dasar menantu gak tau diri! Menantu durhaka! Udah dikasih numpang sama mertua, masih aja ngelunjak!” Juleha berjalan mondar mandir di depan pintu, sembari tangannya memegang gagang sapu.
Matahari sudah menjulang tinggi, tidak ada tanda tanda kepulangan dari Wati.
Sebuah mobil merah berhenti di depan halaman rumah Juleha, membuat wanita paruh baya itu memicingkan matanya, menatap tajam penumpang mobil yang hendak turun.
Hasan turun dari pintu depan bagian penumpang, lalu jalan memutar ke arah pengemudi.
Hasan mencondongkan tubuhnya, menyamakan wajahnya dengan seseorang yang ada di dalam mobil.
“Kamu hati hati ya sayang, jangan ngebut” seru Hasan yang lantas melumat bibir Ida, wanita yang berada di belakang kursi kemudi.
Ida menepuk nepuk pipi Hasan pelan, “Oke sayang, kamu juga… jangan lupa jika jalang sudah pulang, kabari aku. Apa saja yang sudah dilakukan bos besar padanya, apa jalang mengalami penyiksaan! Aku harap sih, iya. Biar kena mental.”
Ida terkekeh senang dengan seringai licik di bibirnya, begitu senangnya membayangkan Wati mengalami tindak kekerasaan dari bos Night club.
“Pasti itu, sekarang kamu pulang lah. Langsung istirahat ya! Terima kasih yang semalam, nanti aku mau lagi ya!” goda Hasan.
Mobil merah menyala itu berlalu meninggalkan halaman rumah orang tua Hasan.
“Kamu pulang sama Ida lagi, San? Lalu dimana Wati? Kalian semalam pergi bersama kan? Kenapa pulangnya gak barengan?” cecar Juleha, melihat Hasan tapi gak liat keberadaan Wati.
Hasan gak langsung menjawab, seakan tengah berfikir dalam diamnya, ‘Alasan apa yang tepat untuk mama, gak mungkin aku bilang terus terang ke mama. Yang ada mama bakal marah sama aku.’ Hasan langsung duduk di kursi yang ada di teras rumah.
Plak.
Juleha menggeprak lengan Hasan dengan gagang sapu yang sejak tadi di tangan.
“Awwhhh mah! Sakit, anak baru pulang bukannya di buatin kopi malah di geprak, gak tau orang cape apa!” Maki Hasan dengan tatapan nyalang kesal pada sang ibu.
“Jangan lancang mulut kamu kalau lagi ngomong sama mama ya! Aku ini wanita yang udah melahirkan mu! Mama tanya, di mana Wati! Istri kamu itu kenapa gak pulang bareng kamu?” sentak Juleha gak kalah kesal.
Hasan bangkit dari duduknya, menatap tajam sang ibu, kedua tangan mengepal kencang, “Ngerusak mood aja! Wati lagi kerja, pulang bawa duit segepok!” Hasan langsung berlalu masuk ke dalam rumah.
Brak.
Bersambung...