NovelToon NovelToon
Meluluhkan Hati Tuan Ferguson

Meluluhkan Hati Tuan Ferguson

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Anak Kembar / Pengantin Pengganti Konglomerat / Cinta Seiring Waktu / Pengasuh
Popularitas:933
Nilai: 5
Nama Author: Sang_Imajinasi

Isabella Rosales mencintai Alex Ferguson dan ketiga anak kembar mereka—Adrian, Eren, dan Alden—lebih dari hidupnya sendiri. Namun, kebahagiaan mereka direnggut secara paksa. Berasal dari keluarga Rosales yang merupakan musuh bebuyutan keluarga Ferguson, Isabella diancam oleh keluarganya sendiri: tinggalkan Alex dan anak-anaknya, atau mereka semua akan dihancurkan.

Demi melindungi orang-orang yang dicintainya, Isabella membuat pengorbanan terbesar. Ia berpura-pura meninggalkan mereka atas kemauannya sendiri, membiarkan Alex percaya bahwa ia adalah wanita tak berperasaan yang memilih kebebasan. Selama lima tahun, ia hidup dalam pengasingan yang menyakitkan, memandangi foto anak-anaknya dari jauh, hatinya hancur setiap hari.

Di sisi lain kota, Celine Severe, seorang desainer yatim piatu yang baik hati, menjalani hidupnya yang sederhana. Jiwanya lelah setelah berjuang sendirian begitu lama.

Takdir mempertemukan mereka dalam sebuah malam yang tragis. Sebuah kecelakaan hebat terjadi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 6

Rumah Awan Pelangi.

Bagi dunia, itu adalah mahakarya arsitektur modern, sebuah istana kaca dan baja yang bertengger di puncak Ferguson Tower, seolah benar-benar menyentuh awan. Bagi para staf, itu adalah labirin kemewahan yang diatur dengan presisi militer. Bagi anak-anak, itu adalah satu-satunya rumah yang pernah mereka kenal. Tapi bagi Alex Ferguson, setelah kepergian Isabella, tempat itu berubah dari surga menjadi penjara yang indah.

Setiap sudutnya adalah bisikan dari masa lalu. Dinding kaca melengkung di ruang keluarga ia ingat dirancang oleh Isabella agar mereka bisa melihat matahari terbit dan terbenam sebagai satu keluarga. Lantai marmer dengan pemanas di bawahnya adalah idenya agar kaki-kaki mungil anak-anak mereka tidak akan pernah kedinginan. Bahkan sistem pencahayaan yang bisa meniru warna fajar dirancang oleh wanita yang sama yang kini ia yakini telah mencampakkannya. Ia tinggal di dalam kenangan, dan setiap hari terasa seperti menyiksa diri sendiri.

Malam itu, Alex tidak bisa tidur. Ia duduk di ruang kerjanya yang gelap, hanya diterangi oleh cahaya monitor komputernya. Di hadapannya, berdampingan, ada dua gambar: sketsa Adrian yang dibuat oleh "Celine" dan sketsa dirinya yang dibuat oleh Isabella. Semakin lama ia menatapnya, semakin mustahil rasanya untuk percaya ini adalah sebuah kebetulan. Goresannya, jiwanya, sidik jarinya sebagai seniman—semuanya identik.

Ditambah lagi dengan lagu nina bobo itu.

Hatinya mengatakan sesuatu yang tidak bisa diterima oleh otaknya. Logikanya menjerit bahwa ini tidak mungkin, tetapi intuisinya berbisik bahwa hantu istrinya kini berjalan di lorong-lorong rumahnya, menempati tubuh orang asing. Ia merasa seperti sedang menjadi gila. Kerinduan dan kecurigaan berperang di dalam dirinya, menciptakan badai yang jauh lebih hebat daripada yang pernah terjadi di luar jendela.

Ia butuh kepastian. Ia tidak bisa lagi hidup dalam keraguan yang menyiksa ini. Ia harus mengujinya. Menjebaknya. Ia butuh sebuah tes yang tidak bisa dijawab oleh kebetulan atau kebohongan yang cerdik. Dan tiba-tiba, sebuah ide muncul di benaknya. Sebuah tempat di rumah ini yang menjadi rahasia mereka berdua. Sebuah tempat yang telah mati sejak Isabella pergi.

Taman di atap.

Keesokan harinya, Isabella (sebagai Celine) merasakan perubahan lain pada sikap Alex. Pria itu tidak lagi menghindarinya. Sebaliknya, ia tampak sengaja mencari kesempatan untuk berada di dekatnya, meskipun ia tidak berbicara. Tatapannya terus mengawasinya, mengamati setiap gerak-geriknya, setiap kata yang ia ucapkan pada anak-anak. Isabella merasa seperti spesimen di bawah mikroskop, dan itu membuatnya semakin gugup.

Saat makan siang bersama anak-anak, Alex pulang lebih awal dan bergabung dengan mereka, sesuatu yang sangat jarang ia lakukan. Suasana di meja makan menjadi tegang.

"Nyonya Diana," kata Alex tiba-tiba, matanya menatap lurus ke arah kepala rumah tangga itu, tetapi Isabella tahu pesan itu ditujukan untuknya. "Aku sudah membuat keputusan mengenai taman di atap."

Isabella, yang sedang membantu Alden membersihkan noda saus dari dagunya, membeku. Tangannya berhenti di udara.

Taman di atap adalah proyek impian Isabella. Sebuah oasis hijau di tengah hutan beton, tempat ia menanam bunga-bunga langka dan pohon buah-buahan kerdil. Itu adalah tempat di mana ia berencana mengajari anak-anaknya tentang alam. Itu adalah hatinya yang diekspresikan dalam bentuk taman.

"Taman itu sudah tidak terurus selama lima tahun. Semua tanamannya sudah mati," lanjut Alex, nadanya dingin dan final. "Aku ingin area itu dibersihkan minggu depan. Ratakan dengan semen. Kita akan mengubahnya menjadi landasan helikopter pribadi."

PRANG!

Sendok kecil dari tangan Isabella jatuh ke lantai piring, menimbulkan suara yang memekakkan telinga di ruangan yang hening itu. Wajahnya pucat pasi. Menghancurkan tamannya? Meratakannya dengan semen? Itu sama saja dengan meratakan hatinya.

"Ma-maaf, Tuan," gagapnya, buru-buru memungut sendok itu, tangannya gemetar.

"Ada masalah, Nona Severe?" tanya Alex, satu alisnya terangkat. Ada kilatan aneh di matanya, kilatan kemenangan yang dingin.

"Tidak, Tuan. Tentu saja tidak," jawab Isabella cepat, menundukkan kepalanya. "Itu... itu hanya ide yang praktis." Kata-kata itu terasa seperti abu di mulutnya.

"Benar, kan? Praktis," ulang Alex, seolah menikmati setiap detik penderitaan yang tak terlihat dari wanita itu.

Sepanjang sisa hari itu, Isabella bergerak seperti robot. Pikirannya dipenuhi kengerian. Taman surganya, tempat sucinya, akan dihancurkan. Ia tahu Alex melakukannya bukan karena alasan praktis. Ia melakukannya karena taman itu adalah pengingat paling kuat dari kehadiran Isabella. Menghancurkannya adalah cara Alex untuk akhirnya membunuh hantu istrinya. Dan Isabella tidak bisa membiarkannya.

Malam itu, ia tidak bisa tidur. Ia berbaring di tempat tidurnya, membolak-balikkan badan, hatinya terasa sakit. Ia harus melakukan sesuatu. Ia harus menyelamatkan taman itu.

Dan kemudian, ia teringat sesuatu. Sistem irigasi dan hidroponik canggih yang ia rancang sendiri untuk taman itu. Sistem itu terhubung dengan panel kontrol tersembunyi yang hanya ia dan Alex yang tahu. Sistem itu telah dimatikan sejak ia pergi, itulah sebabnya semua tanaman mati. Jika ia bisa menyalakannya kembali...

Risikonya sangat besar. Jika ia ketahuan, ia tidak akan punya alasan. Tapi gambaran buldoser yang menghancurkan petak-petak bunganya jauh lebih menakutkan.

Sekitar pukul dua pagi, saat seluruh Rumah Awan Pelangi diselimuti kegelapan dan keheningan, Isabella menyelinap keluar dari kamarnya. Dengan langkah tanpa suara, ia menaiki tangga servis menuju atap. Udara malam yang dingin menyambutnya saat ia membuka pintu.

Pemandangan di hadapannya menghancurkan hatinya. Tamannya yang dulu rimbun kini tampak seperti kuburan tanaman. Pot-pot kosong, tanah yang kering dan retak, dan ranting-ranting mati yang mencakar langit malam.

Dengan air mata yang mengaburkan pandangannya, ia berjalan ke sebuah dinding batu di sudut taman. Ia meraba-raba di antara tanaman merambat yang sudah kering sampai menemukan sebuah batu yang sedikit longgar. Di baliknya, ada sebuah panel digital kecil. Dengan jari gemetar, ia memasukkan kode akses empat digit—tanggal ulang tahun pernikahan mereka.

Panel itu menyala dengan cahaya hijau lembut. Ia menekan beberapa tombol dalam urutan yang ia hafal di luar kepala, mengaktifkan kembali pompa air utama dari tangki cadangan.

Untuk sesaat, tidak terjadi apa-apa. Lalu, ia mendengar suara desis lembut. Dari tanah yang kering, kepala-kepala sprinkler kecil mulai muncul, dan beberapa detik kemudian, tirai air yang lembut menyebar ke seluruh taman, membasahi tanah yang telah lama haus.

Isabella berdiri di tengah hujan buatan itu, membiarkan air membasahi rambut dan pakaiannya. Ia menutup matanya, merasakan kelegaan yang luar biasa. Ia telah berhasil. Tamannya akan hidup kembali.

"Menarik. Sangat menarik, Nona Severe."

Suara dingin dan tenang itu memecah keheningan malam.

Isabella membeku, matanya terbuka lebar karena ngeri. Ia berbalik perlahan. Di ambang pintu atap, bersandar di kusen dengan tangan terlipat di dada, berdirilah Alex Ferguson. Wajahnya tidak terkejar oleh bayangan, hanya matanya yang berkilauan di bawah cahaya panel kontrol, bersinar dengan ekspresi kemenangan yang dingin dan tak terbantahkan.

Ia tidak sedang tidur. Ia sudah menunggunya. Ini semua adalah jebakan.

"Jelaskan," kata Alex, suaranya pelan namun mematikan. "Bagaimana Anda melakukan itu."

1
Indah Ratna
bagus thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!