NovelToon NovelToon
Bring You Back

Bring You Back

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Cintamanis / Romansa / Cintapertama / Gadis Amnesia
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Aquilaliza

Kecelakaan yang merenggut istrinya menjadikan Arkana Hendrawan Kusuma tenggelam dalam perasaan kehilangan. Cinta yang besar membuat Arkan tak bisa menghilangkan Charissa Anindya—istrinya—dari hidupnya. Sebagian jiwanya terkubur bersama Charissa, dan sisanya ia jalani untuk putranya, Kean—pria kecil yang Charissa tinggalkan untuk menemaninya.

Dalam larut kenangan yang tak berkesudahan tentang Charissa selama bertahun-tahun, Arkan malah dipertemukan oleh takdir dengan seorang wanita bernama Anin, wanita yang memiliki paras menyerupai Charissa.

Rasa penasaran membawa Arkan menyelidiki Anin. Sebuah kenyataan mengejutkan terkuak. Anin dan Charissa adalah orang yang sama. Arkan bertekad membawa kembali Charissa ke dalam kehidupannya dan Kean. Namun, apakah Arkan mampu saat Charissa sedang dalam keadaan kehilangan semua memori tentang keluarga mereka?

Akankah Arkan berhasil membawa Anin masuk ke kehidupannya untuk kedua kalinya? Semua akan terjawab di novel Bring You Back.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aquilaliza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Alergi Tomat

Arkan turun dari mobil dengan wajah dingin tak bersahabat. Rasa kesalnya pada Vanesha masih belum bisa ia hilangkan. Vanesha sudah melewati batas. Vanesha sudah berani menyentuh bagian tubuhnya yang semuanya itu milik Charissa.

"Selamat Pagi, Pak."

Arkan mengabaikan semua sapaan selamat pagi yang karyawannya ucapkan ketika berpapasan. Langkahnya mantap menuju lift yang akan membawa ia ke lantai atas. Ketika lift berhenti, Arkan langsung disambut senyuman tipis Anin yang hendak menggunakan lift yang berada di sebelah lift khusus yang Arkan gunakan.

Dan ajaibnya, amarah Arkan yang tadinya meluap-luap seketika mulai reda.

"Selamat pagi, Pak," sapa Anin.

"Selamat pagi, Anin," balas Arkan. Sejak tiga hari lalu, Arkan mulai lebih hangat membalas sapaan selamat pagi dari Anin. Hanya Anin. Tidak ada satu karyawan pun yang mendapat perlakuan spesial seperti ini.

"Berkas itu?" Arkan menatap beberapa lembar kertas yang dipegang Anin. Membuat Anin ikut mengarahkan tatapannya pada kertas-kertas yang ia genggam.

"Ini, saya mau membawanya ke lantai empat untuk digandakan, Pak. Mesin copyan disini sepertinya rusak."

"Nanti saja. Pesankan sarapan, lalu antar ke ruangan saya."

"Pak Arkan ingin sarapan apa?"

"Apa saja."

"Baik, Pak."

Arkan berlalu ke ruangannya diikuti Anin yang tak jadi ke lantai empat. Perempuan itu kembali ke ruangannya, kemudian segera memesankan sarapan untuk Arkan.

Tak berapa lama kemudian, sarapan pesanan Anin tiba. Wanita cantik itu langsung mengantarkannya ke ruangan Arkan.

"Permisi, Pak. Sarapan Anda." Seperti biasa, Anin langsung meletakkan makanan yang dibawanya ke meja sofa. Arkan pun langsung mendekat.

"Terima kasih," ujar lelaki itu.

"Sudah tugas saya. Kalau begitu, jika tidak ada yang harus saya kerjakan lagi, saya—"

"Ada. Temani saya makan," potong Arkan cepat.

Anin cukup terkejut. Untuk pertama kalinya Arkan memerintahkan hal seperti itu. Biasanya dia sering menghabiskan makanannya sendiri tanpa minta ditemani.

"Duduklah."

Anin sedikit terkesiap saat Arkan menyuruhnya duduk. Berarti Arkan tak main-main dengan ucapannya. Dia benar-benar ingin ditemani makan. Tidak ada alasan untuk Anin menolak.

Perlahan Anin mendekat pada sofa. Ia duduk cukup berjarak dengan Arkan. Perasaan canggung sekaligus berdebar menyelimuti Anin. Tapi, Anin juga merasakan perasaan aman. Sungguh, ini sangat membingungkan untuk Anin.

"Mau sarapan juga?"

"Tidak, Pak. Saya sudah sarapan." Anin menolak sambil tersenyum tipis.

"Oh ya, jadwal saya hari ini—"

"Ah, maaf Pak. Saya lupa membacakannya. Kalau begitu saya—"

"Tidak perlu. Kau duduk saja. Saya masih ingat jadwal saya hari ini."

"Sekali lagi, saya minta maaf, Pak."

"Tidak masalah. Jangan ulangi lagi. Dan sebagai bentuk permintaan maaf mu, habiskan ini." Arkan mendorong box makanan yang tersisa setengah ke arah Anin.

Entah kenapa, ia ingin Anin menghabiskan separuh makanan yang memang sengaja tak ia habiskan. Ini memang kebiasaan nya ketika bersama Charissa, yang sekarang tak ia lakukan lagi sejak kepergian Charissa.

Dan untuk pertama kalinya sejak kematian Charissa, ia ingin mengulangnya bersama Anin—wanita yang begitu mirip dengan mendiang istrinya. Setidaknya ini bisa mengobati sedikit rasa rindunya pada Charissa.

Sementara Anin, ia terdiam. Tatapannya bergantian menatap makanan dalam box lalu beralih pada Arkan. Keanehan apalagi yang dilakukan atasannya ini? Sungguh, dia benar-benar sangat sungkan sekarang.

"Anin?"

"Hah? Iya, Pak?"

"Kau tidak ingin makan?"

Anin dengan cepat menggeleng, walaupun sebenarnya dia ingin mengangguk. Memakan makanan sisa dari atasan apalagi atasannya seorang lelaki, rasanya sangat aneh. Bukankah itu terlalu intim? Baiklah jika banyak orang tak menganggap seperti itu. Tapi bagi Anin, dia merasa itu terlalu intim, apalagi untuk seorang atasan dan bawahan sepertinya dan Arkan.

"Lalu?" pertanyaan itu kembali terlontar dari bibir Arkan.

"Saya hanya tidak suka tomat, jadi...."

Arkan sudah tak mendengar lanjutan perkataan Anin. Otaknya hanya memproses kalimat "saya hanya tidak suka tomat" yang ia dengar barusan. Bayang-bayang Charissa yang memberitahunya jika ia tak menyukai tomat terus berputar di ingatannya.

"Kau tahu, Ar? Aku tidak suka tomat."

"Ar, Kau lupa aku tidak suka tomat?"

"Jangan karena aku tidak suka makan tomat, kau juga tak mau makan. Kau harus makan. Tidak perlu mengikuti ku."

"Pak?" Anin memanggil, namun Arkan masih terdiam. "Pak Arkan?"

"Hah?" Lelaki itu tersadar saat Anin memanggil untuk kedua kalinya. Ia menatap wajah perempuan itu dengan intens. Dan ia menyadari satu hal lagi pada diri Anin. Iris mata. Iris mata Anin benar-benar sama dengan iris mata Charissa.

"Kau benar-benar tidak suka tomat? Alergi?"

Anin mengangguk pelan. "Iya, Pak," ujarnya. Sungguh, Anin tidak berbohong. Dia benar-benar tak bisa makan tomat. Bibirnya akan terasa gatal jika ia memakannya.

"Ya sudah. Kau tidak perlu makan."

"Tidak apa-apa? Pak Arkan tidak marah?"

Arkan terkekeh pelan. "Untuk apa saya marah?Putra saya juga tidak suka makan tomat. Bibir dan mulutnya akan terasa gatal jika ia memakannya. Jadi, saya paham apa yang kau rasakan."

Anin menghembuskan nafas lega. Syukurlah Arkan tak marah. Satu lagi kebaikan Arkan yang membuat Anin yakin, rumor yang beredar tentang Arkan yang kejam tidaklah benar.

"Kalau begitu, saya sudah boleh keluar?"

"Ya, kau boleh keluar."

"Terima kasih, Pak. Saya permisi." Anin beranjak dari duduknya lalu mulai melangkah meninggalkan ruangan Arkan. Setelah pintu ruangan tertutup, Anin sekali lagi menghembuskan nafas lega sambil menyentuh dadanya. Jantungnya berdegup sangat kencang.

Aneh.

...****************...

Jarum jam berputar dengan cepat. Tanpa terasa, waktu pulang kantor pun tiba. Anin mulai merapihkan barang-barang nya. Beberapa menit lalu Arkan menelpon, menyuruhnya untuk pulang lebih dulu.

Usai membereskan beberapa pekerjaannya dan menyimpannya, Anin bergegas menuju lantai bawah. Langkahnya langsung menuju gerbang depan perusahaan, lalu berjalan ke arah halte. Ia duduk tenang sambil menunggu taksi online yang di pesannya. Sesekali ia memeriksa handphonenya, memantau posisi taksi.

"Taksinya bergerak lambat. Sepertinya akan lama," gumam Anin. Wanita itu kemudian mengirimkan pesan pada Ibunya, memberitahu agar wanita itu tak khawatir jika ia pulang sedikit terlambat.

Ibu :

Kau tidak akan menunggu seperti itu seandainya diantar supir.

Anin terkekeh pelan. Dia tahu, Ibu nya masih tak terima ketika ia menolak menggunakan jasa supir di rumah mereka. Beliau ingin yang terbaik untuk Anin—putrinya, tapi Anin hanya ingin merasakan kehidupan seperti karyawan biasa yang pulang pergi dengan taksi atau ojek, atau bahkan transportasi umum lainnya.

Ibu :

Atau ibu kabari Dimas untuk sekalian menjemputmu?

^^^Anin : ^^^

^^^Tidak usah, Bu. Taksi ku sudah bergerak ke tujuan. ^^^

Ibu :

Baiklah. Kau hati-hati, Sayang. Kabari Ibu jika sudah naik taksi.

^^^Anin :^^^

^^^Iya, Bu. Jangan terlalu khawatir. I love you. ^^^

Ibu :

Love you too, Sayang. Hati-hati.

Anin sekali lagi terkekeh. Dengan cepat ia membalas Ibunya. Dia tidak ingin wanita itu terlalu khawatir.

Ketika sedang membalas pesan dari sang Ibu, tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti tepat di dapan halte. Anin langsung mendongak, berpikir jika mobil itu adalah taksi online yang di pesannya. Tapi, saat kaca mobil diturunkan, Anin sedikit tersentak melihat Arkan.

"Pak Arkan?" ujar Anin. Dan tepat saat itu, ia baru sadar jika itu adalah mobil Arkan. Terlalu fokus membalas pesan membuatnya tak segera mengenali mobil Arkan.

"Kau masih disini? Kenapa belum pulang?"

"Taksi pesanan saya masih di perjalanan, Pak."

"Ya sudah, ayo saya antarkan saja."

"Hah?" Anin sedikit membulatkan matanya, terkejut. "Ti-tidak perlu, Pak. Saya naik taksi saja. Sebentar lagi sampai taksinya."

Arkan mengangguk pelan. Dia masih terdiam dalam mobilnya, sebelum akhirnya ia mematikan mesin dan keluar dari mobil.

Kening Anin mengerut melihatnya turun dari mobil. Dan ia semakin tak mengerti saat Arkan duduk di bangku halte dalam jarak yang tak begitu jauh dari tempatnya duduk.

"Pak Arkan kenapa duduk disini?" tanya Anin masih diselimuti dengan kebingungan.

"Kenapa? Ada yang melarang saya duduk disini?"

Anin terdiam, lalu menggeleng pelan. Dari suaranya yang terkesan sedikit dingin, sepertinya Arkan tak suka dengan pertanyaannya.

"Saya tunggu taksi bersamamu disini." Anin yang sempat menundukkan kepalanya langsung mendongak menatap Arkan, yang kebetulan saat itu juga menatap ke arahnya. Mata keduanya bertemu, tapi Anin dengan cepat memutus kontak mata mereka.

"Tidak perlu, Pak. Anda lebih baik pulang. Saya tidak masalah menunggu taksi sendiri."

Ya, lebih baik saya menunggu sendiri daripada ditemani Pak Arkan. Saya tidak siap dibicarakan satu perusahaan karena ditunggu kan taksi oleh CEO HK Group.

"Tidak, saya akan tetap disini sampai kau naik taksi. Ini sebagai bentuk kepedulian atasan terhadap bawahan."

Anin mengangguk kaku. Sepertinya dia harus belajar untuk mengenal karakter boss nya lebih dalam lagi. Sikap Arkan selalu berubah-ubah, dan dia harus bisa memahami dan menyesuaikannya dengan baik.

Tidak ada percakapan diantara keduanya hingga taksi pesanan Anin tiba. Perempuan itu lekas berdiri dari duduknya, dan langsung diikuti Arkan untuk beranjak dari tempat duduk.

"Taksi nya sudah sampai. Terima kasih, maaf sudah merepotkan anda, Pak. Kalau begitu, saya permisi," ujar Anin sopan sekaligus canggung.

"Ya." Arkan hanya membalas singkat. Mata nya lekat menatap Anin yang berjalan meninggalkannya menuju taksi. Bahkan, hingga taksi itu mulai menjauh, tak sekalipun tatapan Arkan teralihkan.

Sampai dimana taksi itu menghilang dari jangkauan matanya, Arkan baru melangkah masuk ke mobil dan mulai mengendarainya kembali ke rumah.

1
Paradina
kok belum up kak?
Aquilaliza
Sangat direkomendasi untuk dibaca. Selamat membaca.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!