NovelToon NovelToon
"Blade Of Ashenlight"

"Blade Of Ashenlight"

Status: sedang berlangsung
Genre:Dunia Lain
Popularitas:524
Nilai: 5
Nama Author: stells

Di tanah Averland, sebuah kerajaan tua yang digerogoti perang saudara, legenda kuno tentang Blade of Ashenlight kembali mengguncang dunia. Pedang itu diyakini ditempa dari api bintang dan hanya bisa diangkat oleh mereka yang berani menanggung beban kebenaran.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon stells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bayangan Di Meja Bangsawan

Langit malam menggantung berat di atas menara emas Arvendral. Dari jendela-jendela tinggi istana, cahaya obor menari-nari, menorehkan bayangan panjang di dinding marmer putih. Di ruang pertemuan utama, meja bundar dari kayu hitam tua dipenuhi cangkir anggur, gulungan naskah, dan wajah-wajah yang bersembunyi di balik topeng sopan santun.

Dewan Bangsawan berkumpul. Dua belas kursi terisi penuh malam itu, sesuatu yang jarang terjadi kecuali ketika bahaya mengintai kerajaan. Dan malam ini, bahaya itu tidak datang dari negeri asing, tapi dari darah mereka sendiri: Edrick Hale.

Di ujung meja, Lady Corvane duduk anggun, gaun hitamnya menyerap cahaya obor. Matanya dingin, senyumnya tipis. Dialah yang pertama membuka suara.

---

“Pangeran Edrick muncul di pasar bawah tadi pagi,” katanya, suaranya tenang tapi menusuk. “Ia bicara pada rakyat. Bicara tentang harapan, tentang melawan bayangan, tentang melindungi mereka.”

Beberapa bangsawan terkesiap. Lord Veynar, pria gemuk dengan janggut tebal, menepuk meja. “Itu pengkhianatan terang-terangan! Rakyat bawah tidak boleh diberi harapan. Harapan membuat mereka lupa tempat mereka.”

Lady Corvane mengangguk pelan, pura-pura setuju. “Benar. Tapi dengarkan ini: mereka mendengar. Bahkan seorang anak kecil berani maju ke arahnya. Itu berarti ia mulai mendapatkan sesuatu yang lebih berbahaya dari pedang biru—ia mendapatkan telinga rakyat.”

Lord Kaelith, bangsawan muda dengan rambut pirang terikat rapi, bersuara lebih hati-hati. “Dan apakah salah jika rakyat memiliki sesuatu untuk diyakini? Bayangan menghancurkan desa, kota melemah. Kalau Edrick bisa melindungi mereka, bukankah itu lebih baik daripada membiarkan semuanya terbakar?”

Suara kursi berderit tajam. Lord Veynar mendengus. “Kau terdengar seperti budak yang jatuh cinta pada tuannya. Ia bukan penyelamat. Ia kutukan berjalan! Api biru itu tidak pernah muncul tanpa menelan korban. Berapa banyak rumah yang harus terbakar lagi sebelum kau menyadari?”

---

Suasana meja menghangat. Bangsawan lain ikut menimpali.

“Jika ia membangkitkan rakyat, pemberontakan akan tak terelakkan.”

“Lebih baik kita menyingkirkannya diam-diam sebelum itu terjadi.”

“Tapi jika kita membunuhnya terang-terangan, rakyat akan menjadikannya martir.”

Lady Corvane hanya mendengarkan, jemarinya mengelus permukaan cangkir anggur. Matanya berkilat seperti ular menunggu mangsa.

Akhirnya ia berkata, “Membunuhnya sekarang hanya akan menyalakan api yang lebih besar. Tidak. Kita harus membuat rakyat percaya bahwa pedang biru bukan anugerah, melainkan kutukan yang akan membakar mereka semua. Biarkan ia berbicara, biarkan ia menanam benih. Lalu, saat benih itu tumbuh… kita cabut dari akarnya, dan rakyat sendiri yang akan bersorak saat kita melakukannya.”

Beberapa bangsawan mengangguk, sebagian lain masih gelisah. Lord Kaelith menunduk, menyembunyikan sesuatu di balik ekspresinya.

---

Saat perdebatan terus berlangsung, pintu ruang pertemuan berderit. Seorang utusan masuk, wajahnya pucat.

“Yang Mulia… kabar dari perbatasan barat. Desa Elaran jatuh. Tidak ada yang selamat. Kabut menelan segalanya.”

Ruangan hening. Bahkan Lady Corvane berhenti menggerakkan jemarinya.

Lord Veynar memukul meja keras. “Lihat? Dan kita masih membuang waktu membicarakan anak Hale, sementara bayangan menelan desa demi desa!”

Corvane menoleh perlahan. “Dan siapa yang akan kau kirim, Veynar? Prajuritmu yang setengah mabuk? Tentara yang sudah kelaparan karena kau potong ransumnya? Tidak. Tidak ada yang bisa menahan kabut… kecuali api biru itu.”

Suara rendahnya membuat ruangan terasa lebih dingin. Bangsawan-bangsawan lain bertukar pandang. Kata-kata itu benar, dan itulah yang membuat mereka semakin takut.

---

Setelah sidang usai, para bangsawan bubar. Hanya Lord Kaelith yang tertinggal, berdiri sendirian di balkon marmer yang menghadap kota. Dari atas sana, ia bisa melihat kabut tipis bergulung di atap-atap rumah miskin.

Seseorang melangkah ke sampingnya. Seorang wanita tua berkerudung kelabu, wajahnya penuh keriput tapi matanya tajam seperti belati.

“Gawat sekali, bukan?” katanya, suaranya seperti bisikan daun kering. “Rakyat mulai melihat cahaya di tengah kabut. Dan dewan mulai takut kehilangan cengkeraman.”

Kaelith menoleh cepat. “Siapa kau?”

Wanita itu tersenyum samar. “Seseorang yang ingin kau pilih jalan dengan hati-hati. Pangeran Hale bukan kutukan. Ia kesempatan. Dan kesempatan tidak datang dua kali.”

Kaelith menegang. “Kalau aku memilih membantunya, aku melawan seluruh dewan.”

“Benar,” jawab wanita itu. “Tapi kalau kau tidak memilih… kau akan kehilangan kerajaan bersama mereka.”

---

Di dalam ruang pribadinya, Lady Corvane berdiri di depan cermin besar. Rantai emas berkilau di tangannya, ia belai dengan lembut seperti seorang ibu membelai anak.

“Segera,” bisiknya pada pantulan dirinya sendiri. “Segera kau akan kembali ke tempatmu. Dan saat itu tiba, Arvendral tidak akan lagi memiliki pahlawan. Hanya rantai. Rantai yang indah, yang tak bisa dipatahkan.”

Di luar, angin malam membawa suara samar: gonggongan anjing, teriakan penjaga, dan bisikan kabut yang semakin mendekat dari perbatasan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!