NovelToon NovelToon
Takdir Kedua

Takdir Kedua

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Murid Genius / Teen School/College / Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / Putri asli/palsu
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: INeeTha

Shinta Bagaskara terbangun kembali di masa lalu. Kali ini, ia tak lagi takut. Ia kembali untuk menuntut keadilan dan merebut semua yang pernah dirampas darinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon INeeTha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bos Baru di Lapangan

Seketika seluruh murid kelas 12D menatap Shinta Bagaskara dengan takjub. Bahkan beberapa yang biasanya jago matematika pun sampai melongo. Mereka baru mikir sebentar, tapi Shinta sudah menulis jawaban lengkap di papan tulis.

Dan… dia pakai cara perhitungan tingkat kuliah?!

Bukannya Shinta itu murid yang selama ini dianggap “gagal”?

Bu Rinjani buru-buru menghapus jawaban Shinta. Bagaimanapun, ini masih SMA, bukan waktunya anak-anak belajar hal-hal di luar kurikulum.

Setelah memberi kesempatan murid lain mencoba, barulah Bu Rinjani mulai menjelaskan. Cara mengajarnya serius tapi tetap hidup. Bahkan anak-anak kelas 12D yang biasanya malas pun ikut hanyut memperhatikan.

Shinta pun tidak merasa mengantuk lagi.

Tanpa terasa, bel tanda akhir pelajaran berbunyi.

 

Siang harinya, Shinta datang ke lapangan basket sesuai janji. Hampir seluruh murid kelas 12D ikut menyaksikan.

Berdiri di tengah lapangan, Raka Birawa memutar bola di ujung jarinya, lalu melemparkannya tinggi ke udara. Bola jatuh mulus masuk ring tanpa meleset.

Raka mengangguk puas, lalu menatap Shinta sambil menyilangkan tangan di dada. Dengan nada sok sombong, ia berkata,

“Shinta, kamu boleh pilih siapa aja buat jadi timmu.”

“Enggak perlu.”

Shinta menyipitkan mata, melirik ring basket. Tingginya… tidak terlalu sulit.

Urat leher Raka langsung menegang. Gak bisa begini! Kalau dia nggak kasih pelajaran ke cewek ini, muka dia mau ditaruh di mana?

“Mulai!”

Wasit meniup peluit. Pertandingan resmi dimulai.

Bola pertama direbut Raka. Satu lemparan—masuk!

“Bos Raka! Keren banget!” salah satu anak buahnya bersorak.

Bola kedua, masuk lagi.

“Bos Raka, ganteng!”

Bola ketiga, tetap masuk.

“Bos Raka, auramu mantap banget!”

Dengan napas sedikit terengah, Raka melirik Shinta dengan sombong.

“Kalau cepat-cepat nyerah, masih bisa selamat dari malu besar.”

“Bacotnya kurangin.”

Shinta mengambil bola, menghindar dari blok Raka, lalu berhenti di luar garis tiga poin. Satu hentakan tangan, bola melesat dengan lengkungan indah.

Semua mata mengikuti bola itu.

Raka mendengus meremehkan. Tiga poin? Dia kira siapa dirinya?

Dan hasilnya—sekali lagi kenyataan menampar wajahnya.

Bola masuk dengan mulus.

Masuk. Masuk lagi. Masuk terus!

Raka sampai melongo. Sementara Shinta tetap tenang, wajahnya datar, seakan ini hal biasa.

Raka pun mulai serius, tak berani main-main lagi.

Tapi… sudah terlambat.

Setiap kali Shinta pegang bola, ia tak bisa menyentuhnya. Semua lemparan Shinta masuk, dan sialnya, semuanya tiga poin.

Giliran Raka yang pegang bola? Shinta langsung merebutnya lagi.

Pertandingan berakhir dengan Raka tergeletak di lantai, kehabisan tenaga, nyaris tak bisa bangun.

Hasilnya jelas—Raka kalah telak.

Dengan wajah muram, ia menerima botol air dari anak buahnya dan meneguk rakus. Masih enggan mengakui kalau baru saja dipermalukan habis-habisan oleh seorang cewek.

“Shinta, kamu pernah belajar basket ya?” tanya Salsa Namira dengan mata berbinar.

“Enggak.” Shinta menoleh, sorot matanya jadi lebih lembut. Tangannya terulur, mencubit pipi bulat Salsa yang manis.

Hanya sedikit orang yang tahu, Shinta sebenarnya suka hal-hal imut.

“Enggak belajar tapi jago banget?” Salsa semakin kagum.

“Mungkin aku cuma belajar cepat.” Shinta melirik sekilas ke arah Raka, menjawab santai.

“Ck!” Raka yang lagi minum langsung keselek, airnya muncrat.

Berantem jago, main basket juga jago… ini masih bisa disebut perempuan?!

Dengan tergopoh, Raka bangkit, lalu tiba-tiba nyeplos, “Bos.”

Mendapat tatapan dingin Shinta, dia langsung ciut, buru-buru ganti ucapan.

“Eh, bukan! Maksudku… Shinta.”

“ Shinta, mulai sekarang aku, Raka Birawa, resmi anggap kamu bos besar.” Ia menoleh ke anak buahnya yang sudah dua tahun ikut dengannya, lalu dengan berat hati menambahkan, “Kalian juga sama. Ingat, panggil dia Bos Shinta.”

“Bos Shinta!” seru mereka kompak.

Shinta menerima botol air dari Salsa, tangannya sempat berhenti sebentar. “Aku nggak tertarik rebut posisi mu. Nggak minat.”

Raka langsung semringah. “Bos Shinta, mulai sekarang kalau kamu suruh aku ke timur, aku nggak bakal ke barat. Ada apa-apa, tinggal bilang aja.”

Setelah itu, ia terus mengumbar kata-kata manis.

Shinta hanya mengerutkan kening, wajahnya kesal, lalu beranjak pergi.

Raka masih sibuk memuji, sampai tak sadar Shinta sudah lama menghilang.

 

Malam harinya, begitu Shinta pulang ke rumah keluarga Bagaskara, ia langsung disambut wajah dingin Haryo Bagaskara yang duduk di sofa ruang tamu. Suaranya berat, penuh tekanan.

“Aku tanya kamu, kenapa tidak masuk ke kelas unggulan? Lalu, sebagai anak perempuan, pantaskah kamu berkelahi dengan orang lain? Menurutmu ini sikap yang benar?”

“Nilai aku nggak pantas masuk kelas unggulan, suka berantem, itu nggak bisa diubah lagi.” Suara Shinta terdengar dingin.

Wajah Haryo memerah menahan marah.

Shinta memiringkan kepala, seolah berpikir sebentar, lalu tersenyum tipis. Tatapannya penuh ejekan.

“Tenang aja, di sekolah nggak ada yang tahu aku ini anakmu, kecuali orang-orang yang kamu sendiri kasih tahu. Jadi nggak bakal bikin kamu malu. Lagipula, aku pinter atau nggak, kamu juga nggak peduli, kan?”

Dia memang tak pernah mau mengaku sebagai anak Haryo Bagaskara. Identitas itu sudah tidak berarti apa-apa baginya. Kalau bisa, darah yang mengalir dari keluarga itu pun ingin dia buang.

Ucapan itu menusuk hati Haryo. “Shinta! Kamu anakku! Ada anak yang ngomong gitu ke bapaknya sendiri?!”

Shinta melirik sekilas ke arah Dira Bagaskara, lalu menyeringai sinis.

“Emang kamu pernah nganggep aku anakmu? Buatmu, anakmu cuma Dira seorang.”

Selesai bicara, Shinta berbalik, naik ke lantai dua tanpa menoleh lagi.

Punggungnya tegak lurus, tubuh rampingnya tampak kesepian.

Langkahnya sendiri di tangga, terlihat rapuh.

Sayangnya, semua itu tak pernah dilihat Haryo. Dengan marah, ia menepuk meja keras-keras.

“Andai tahu begini, aku nggak bakal bawa dia pulang!”

Laraswati Bagaskara melirik malas ke arah suaminya, nadanya ketus.

“Aku udah bilang dari awal, kita cukup punya Dira saja. Tapi kamu yang maksa bawa dia balik.”

“Aku lakuin ini juga demi keluarga Bagaskara. Shinta wajahnya cantik. Kalau kita carikan pasangan yang sepadan, bisa bantu keluarga Bagaskara banyak hal.”

Kata-kata itu jelas-jelas terdengar oleh Shinta, yang baru sampai di depan pintu kamarnya. Bibirnya terangkat membentuk senyum penuh ejekan.

Akhirnya ia mengerti kenapa meski mereka membencinya, masih ngotot membawanya pulang. Ternyata wajahnya cuma dijadikan alat tukar demi keuntungan.

Putri kandung dijadikan alat dagang, sementara Dira, anak angkat, diperlakukan bak harta karun.

Ironis, bukan?

Shinta tak tertarik lagi mendengar. Ia membuka pintu kamar, masuk, dan menutup rapat. Membiarkan pintu itu memisahkan dirinya dari dunia keluarga yang tak pernah benar-benar menerimanya.

1
Narina Chan
ayo lanjutkan kaka
Robiirta
ayo lanjut update yg banyak kaka
Robiirta
lanjutkan kaka
Na_dhyra
2 bab gak cukup beb...hihihi
Awkarina
update yang banyak kaka
Awkarina
mam to the pus🤣🤣🤣
Awkarina
jurusnya teh hijau nih👍👍👍
Awkarina
dia jijik woy😄😄😄
Awkarina
bisa gitu🤭
Awkarina
antagonis pro nih👍
Awkarina
ini dia yang marah🤣🤣🤣
Awkarina
mati aja lo😄😄😄
Awkarina
lah dia mupeng😄😄😄
Awkarina
ko saya pengen nabok y🤣🤣🤣
Awkarina
lanjutkan 👍👍👍👍
Awkarina
lanjutkan 😍😍😍😍
Awkarina
Mantap ceritanya lanjutkan sampai tamat ya thor, aku menunggu
Robiirta
👍👍👍👍👍 LAnjutkan💪💪💪💪
Robiirta
lanjutkan💪💪💪💪
Robiirta
😍😍😍😍😍😍😍😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!