NovelToon NovelToon
Hanya Sebuah Balas Dendam

Hanya Sebuah Balas Dendam

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Hazelnutz

Wu Lan Cho, adalah sebuah Negeri yang sangat penuh dengan misteri, pertumpahan darah, perebutan kekuasaan. salah satu kekaisaran yang bernama Negeri Naga yang di pimpin oleh seorang Kaisar yang sangat kejam dan bengis, yang ingin menguasai Negeri tersebut.

Pada saat ini dia sedang mencari penerusnya untuk melanjutkan tekadnya, dia pun menikahi 6 wanita berbeda dari klan yang mendukung kekaisarannya. dan menikahi satu wanita yang dia selamatkan pada saat perang di suatu wilayah, dan memiliki masing-masing satu anak dari setiap istrinya.

Cerita ini akan berfokus kepada anak ketujuh, yang mereka sebut anak dengan darah kotor, karena ibunya yang bukan seorang bangsawan. Namanya Wēi Qiao, seorang putri dengan darah gabungan yang akan menaklukan seluruh negeri dengan kekuatannya dan menjadi seorang Empress yang Hebat dan tidak ada tandingannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hazelnutz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Latihan Yang Mempertaruhkan Nyawa

Saat fajar bahkan belum berani menampakkan sinarnya, seluruh kastil Kaki Naga masih terbungkus dalam selimut malam. Udara dingin menelusup ke setiap celah atap, membawa aroma embun dan batu basah. Di atas genting-genting yang licin, sebuah bayangan berkelebat, hampir tak terlihat mata. Langkahnya ringan, namun kecepatannya bagaikan kilat yang membelah kabut tipis.

Itu adalah Han Longwei, sang Penjaga Ketiga. Julukannya di medan perang — Naga Perkasa — bukan sekadar hiasan. Dialah tangan kanan Kaisar Naga, penguasa yang namanya membuat bangsa-bangsa gemetar. Menguasai ilmu bela diri tingkat superior tinggi, mengendalikan tenaga dalam dengan presisi maut, dan memiliki reputasi mampu menghabisi puluhan musuh hanya dengan tiga tebasan.

Dalam beberapa detik, ia telah meluncur ke atap bangunan tabib. Dengan satu gerakan ringan, ia lenyap dari pandangan dunia luar, seakan menyatu dengan udara. Saat berikutnya, ia sudah berada di dalam ruang rawat Wēi Qiao. Tidak ada pintu yang berderit, tidak ada lantai yang bergetar — hanya keheningan yang terlalu sempurna.

Namun keheningan itu dipecahkan oleh sebuah suara di dalam kepala Wēi Qiao.

"Penyusup, arah jam sepuluh," suara mekanis micro bots bergema dingin di benaknya.

Wēi Qiao tersentak. Matanya terbuka lebar, tubuhnya otomatis bergerak, otot-ototnya menegang. Begitu ia melihat siapa yang berdiri di hadapannya, ketegangan itu sedikit mencair.

“Guru,” ucapnya, memberi hormat sambil berusaha menyembunyikan rasa penasarannya. "Bagaimana dia masuk tanpa suara? Bahkan micro bots pun hanya bisa mendeteksi keberadaannya setelah dia ada di sini."

Han Longwei menatap murid barunya itu dengan mata tajam, lalu bertanya, “Formasi tenaga dalam yang kuberikan, sudah kau hafalkan?”

Pertanyaan itu memicu kilasan ingatan dari semalam. Wēi Qiao menghela napas dalam hati. Malam itu, ia duduk bersila dengan kertas formasi di depannya, menggaruk kepala berkali-kali.

“Apa-apaan ini?!” gerutunya waktu itu. “Simbol-simbol ini bahkan tidak ada di Buku-buku yang aku baca! Bagaimana aku bisa menghafal ini dalam semalam?”

Micro bots lalu bersuara lembut namun tegas di kepalanya.

"Tuan, izinkan saya memindai pola ini. Saya dapat menganalisanya dan menanamnya langsung pada ingatan serta jalur energi tubuh Anda."

“Menanam…? Seperti… Menyuntikan?” Wēi Qiao mengerutkan kening, tidak Mengerti.

"Tepat sekali. Namun, prosesnya membutuhkan Anda untuk tidur nyenyak."

“Aku tidak percaya ini bakal berhasil.”

"Izinkan Saya membuktikannya."

Sebelum ia sempat menolak, micro bots mengirim gelombang halus yang menidurkannya seketika. Saat ia bangun, seluruh formasi itu sudah terpahat jelas di ingatannya, seolah ia telah mempelajarinya bertahun-tahun.

Kembali ke masa kini, Wēi Qiao menjawab mantap, “Sudah, Guru.”

Di kepalanya, micro bots menyela, "Sama-sama, Tuan."

Ia menahan senyum dan menjawab dalam hati, "Terima kasih."

Han Longwei mengangguk dengan ekspresi puas. Dalam hati ia berkata, "Anak ini… benar-benar Anak dari Kaisar Naga, Dan mungkin Kaisar Naga sangat menyayangi Istri Ke tujuh nya, Anak ini mempunyai Bakat dalam hal ini"

“Duduk bersila,” perintah Han.

Wēi Qiao menurut, meski kebingungan. “Guru, untuk apa—”

“Bermeditasilah, dan biarkan guru yang bekerja.”

Tanpa bertanya lagi, ia memejamkan mata. Han duduk di belakangnya, menempelkan kedua telapak tangan ke punggung Wēi Qiao. Detik berikutnya, aliran panas dan sengatan listrik merambat masuk ke tubuhnya.

“Arghh!” Wēi Qiao meringis. Rasanya seperti disiram api cair sekaligus disambar petir. Keringat langsung mengalir deras, membasahi wajahnya.

Micro bots mulai menganalisa.

"Tuan, ini adalah energi yang mereka sebut chi. Mengalir melalui darah, meresap ke jalur pernapasan, dan membentuk sirkulasi kekuatan internal."

“Terima saja…” Wēi Qiao bergumam di antara napas yang terputus-putus.

Han mengangkat alis. "Dia bisa menyerapnya tanpa hambatan? Mustahil… bahkan prajurit terlatih pun akan pingsan. Jalur energi bocah ini… bersih? Tidak ada sumbatan sama sekali?"

Senyum tipis terukir di wajahnya. "Ini akan menarik."

Tiba-tiba, dunia di sekitar mereka berubah.

Wēi Qiao mendapati dirinya berdiri di sebuah ruang kosong — tanpa langit, tanpa tanah, hanya kehampaan putih yang tak berujung.

“Apa ini?!” Ia berputar panik.

Han menepuk bahunya. “Tenang. Ini adalah alam bawah sadar kita. Di sinilah kita akan berlatih.”

Menelan ludah, Wēi Qiao berdiri tegak. Tekadnya mengalahkan rasa takutnya. “Baik, Guru.”

Han tersenyum puas. “Kau akan melawan Aliran Pedang Bayangan.”

Begitu kata itu terucap, ratusan siluet bersenjata pedang muncul mengelilingi Wēi Qiao. Mereka bergerak cepat, seperti bayangan yang memantul dari satu sisi ke sisi lain. Pedang mereka berkilau dingin, siap merobek daging.

“Lho—bukannya guru akan mengajariku satu per satu?” protes Wēi Qiao.

Han tertawa pendek. “Di medan perang, musuh tidak akan mengajarimu dasar-dasarnya. Bertahanlah!”

Serangan pertama datang dari belakang. Wēi Qiao memutar tubuh, menangkis dengan pedang yang entah sejak kapan ada di tangannya. Serangan berikutnya datang dari kiri, lalu kanan, lalu depan — semuanya tanpa ampun.

Sabetan pedang itu nyata. Setiap sayatan meninggalkan perih, darah, dan nyeri yang menusuk.

"Tuan," suara micro bots muncul di tengah hiruk pikuk, "ingin kami memindai pergerakan Han Longwei dan menanamnya pada tubuh Anda?"

“Pindai saja dulu! Dan—hnghh—bantu aku bertahan!”

"Mengerti."

Sekejap kemudian, mata Wēi Qiao mulai menangkap pola. Bayangan pedang yang tadinya tak terbaca kini mulai memiliki ritme. Kakinya bergerak lebih mantap, tangannya menangkis lebih tepat. Micro bots mengirimkan jalur serangan dan pertahanan langsung ke sistem sarafnya, membuat gerakannya semakin sinkron dengan medan.

Namun Han tidak mengendurkan serangan. Setiap kali Wēi Qiao mulai menguasai satu pola, Han mengubah kecepatan, sudut serangan, dan tekanan tenaga dalamnya.

Keringat membanjiri wajah Wēi Qiao. Nafasnya berat, otot-ototnya seperti akan robek kapan saja. Namun di matanya, api tekad membakar.

Han melihat itu, dan dalam hatinya berkata, "Anak ini… siap mempertaruhkan nyawanya untuk berkembang"

Latihan itu berlangsung entah berapa lama — waktu di alam bawah sadar tak terikat pada dunia nyata. Bagi Wēi Qiao, setiap detik terasa seperti pertempuran hidup dan mati.

Dan itulah yang diinginkan Han Longwei.

Pedang Han Longwei berkelebat seperti kilatan petir di langit musim panas. Tidak ada jeda, tidak ada ruang untuk bernapas—setiap gerakan adalah gabungan dari serangan dan pertahanan, seolah setiap ayunan memotong udara menjadi dua.

Wēi Qiao mundur selangkah demi selangkah, napasnya terengah, matanya tak sempat berkedip mengikuti pergerakan gurunya. Keringat bercampur darah menetes dari pelipisnya, menandai setiap detik penderitaan yang ia alami. Di bawah alam sadar ini, rasa sakitnya nyata—terlalu nyata. Setiap luka dari pedang bayangan itu seperti membakar tulang dan dagingnya.

"Tuan, denyut jantung Anda meningkat tajam. Jika terus begini, tubuh fisik Anda bisa berhenti bekerja." suara micro bots bergema di kepalanya.

Wēi Qiao memaksa tersenyum getir dalam pikirannya. "Diam. Aku tidak mau kalah…"

Han Longwei menyipitkan mata, lalu mempercepat gerakannya. Serangannya kini seperti badai di tengah samudra—tidak ada pola yang bisa diprediksi, setiap gerakan mengalir dari satu bentuk ke bentuk lain, menguji batas mental dan fisik muridnya.

"Kau masih menahan diri, anak bodoh!," suara Han menggema di ruang kosong itu, dalam nada yang dingin tapi penuh tekanan. "Jika kau hanya mengandalkan kekuatan tangan dan kakimu, kau akan mati sebelum menyentuh dasar dunia ini. Gunakan napasmu! Gunakan hatimu!"

Namun Wēi Qiao semakin terpojok. Micro bots mencoba memberi prediksi arah serangan gurunya, tapi pedang Han terlalu cepat, melampaui batas pemrosesan mereka.

Hingga—

Satu tebasan melesat lurus ke arah lehernya.

Wēi Qiao mencoba menangkis, tapi pedangnya terpental keras. Mata Han Longwei memancarkan kilau dingin. Tebasan berikutnya datang dari arah berlawanan, menusuk tepat ke jantungnya.

Di detik itu, waktu terasa melambat. Micro bots berteriak: "Tuan! Ini serangan fatal! Opsi terakhir: integrasi penuh teknik musuh ke dalam jaringan otot dan saraf Anda!"

"Lakukan… SEKARANG!" teriak Wēi Qiao dalam hati.

Rasa panas yang luar biasa mengalir di seluruh tubuhnya, seperti ribuan kilat menyambar dalam waktu bersamaan. Tubuhnya bergetar hebat, matanya terbelalak. Dalam sekejap, setiap gerakan Han Longwei yang tadinya mustahil diikuti kini seperti tarian yang ia kenal seumur hidup. Ia melihat garis serangan, mendengar aliran angin, dan merasakan titik buta dalam setiap langkah gurunya.

Pedang Han yang hendak menembus jantungnya kini justru terhenti—terhalang oleh pedang Wēi Qiao yang bergerak nyaris tanpa pikir. Suara logam beradu memekakkan telinga.

Han Longwei tersenyum tipis.

Tapi latihan belum selesai. Gurunya justru meningkatkan tekanannya, membuat setiap gerakan semakin tajam. Namun kini Wēi Qiao melangkah maju, bukan mundur. Tubuhnya bergerak mengikuti arus, matanya memancarkan tekad yang membara.

Tebasannya kini membentuk bayangan yang berlapis-lapis, saling menimpa dan menipu, sama seperti teknik gurunya—Aliran Pedang Bayangan.

Benturan terakhir terjadi. Pedang Wēi Qiao melesat ke arah leher Han, berhenti hanya sejengkal dari kulitnya. Han pun menurunkan pedangnya, menatap muridnya dengan tatapan yang jarang ia berikan—tatapan bangga.

Namun tubuh Wēi Qiao goyah. Darah muncrat dari luka-luka di sekujur tubuhnya. Ia jatuh berlutut, napasnya berat, wajahnya pucat seperti kertas.

"Tuan, tubuh Anda berada di ambang kolaps. Saya akan memulai proses perbaikan jaringan." suara micro bots terdengar cemas.

Sebelum pingsan, Wēi Qiao melihat Han Longwei berjalan mendekat, mengangkatnya, lalu berkata dengan suara yang dalam:

"Kau hampir mati hari ini, tapi kau juga lahir kembali. Mulai sekarang, kau adalah pewaris sah Aliran Pedang Bayangan."

Kegelapan menelan kesadarannya, namun di sudut bibirnya, senyum tipis tetap terukir.

Tubuh Wēi Qiao terhuyung, napasnya berat. Darah seakan membanjiri tanah di bawah kakinya, pandangannya mulai buram. Han Longwei tetap berdiri di hadapannya, tegap, tenang, dengan tatapan tajam yang seolah menembus isi hatinya.

Lalu…

Suara denting logam memudar. Bayangan medan latihan itu mulai retak, seperti kaca yang dihantam palu. Retakan-retakan itu meluas, membelah langit, tanah, hingga sosok Han Longwei sendiri mulai diselimuti cahaya keemasan.

Sekejap kemudian—

Wēi Qiao membuka mata.

Ia mendapati dirinya Duduk dengan posisi kaki tersilang, di dalam ruang tabib. Udara di sini hangat, berbau rempah. Tidak ada luka, tidak ada darah, bahkan napasnya terasa ringan seolah tak pernah melalui pertarungan sengit tadi. Micro bots yang tertanam di tubuhnya berbisik pelan,

"Simulasi internal selesai. Tidak ada kerusakan fisik, namun saraf motorik dan refleks Anda telah beradaptasi penuh."

Wēi Qiao perlahan berdiri. Matanya mencari-cari gurunya, dan di sudut ruangan, Han Longwei berdiri bersandar pada tiang kayu, kedua tangannya terlipat. Tidak ada pedang di tangannya, tidak ada noda darah—hanya senyum tipis yang jarang sekali ia tunjukkan.

"Kau berhasil, Wēi Qiao." suaranya berat, namun hangat. "Teknik itu kini ada di darah dan napasmu. Hari ini kau mati… dan lahir kembali."

Wēi Qiao menunduk, menahan rasa haru.

"Guru… semua itu, tadi… hanya—"

"—Latihan batin. Dunia yang hanya bisa kau masuki jika siap mempertaruhkan jiwamu. Dan kau… telah melangkah keluar dengan selamat," potong Han, matanya memancarkan kebanggaan yang dalam.

Ia melangkah mendekat, menatap muridnya lekat-lekat.

"Besok… akan menjadi hari yang baru untukmu, muridku."

Tanpa suara, tubuh Han Longwei mulai memudar, cahaya lembut menyelimutinya hingga lenyap sepenuhnya dari ruangan, meninggalkan kehangatan samar di udara.

Wēi Qiao berdiri, menundukkan badan memberi hormat ke arah tempat gurunya berdiri tadi. Saat ia mengangkat kepalanya kembali, matanya bukan lagi mata seorang pemula—namun mata yang tajam, memancarkan tekad baja.

Di luar, fajar mulai menyinari dunia.

Hari yang baru… benar-benar telah datang.

1
aurel
hai kak aku udah mampir yuk mampir juga di karya aku
Nanabrum
Gila sejauh ini gw baca, makin kompleks ceritanya,

Lanjuuuuutttt
Mii_Chan
Ihhh Lanjuuuuutttt
Shina_Chan
Lanjuttt
Nanabrum
LANJUUUT THOOOR
Nanabrum
Uwihhh Gilaaa banget
Shina_Chan
Bagus, Tapi harus aku mau tunggu tamat baru mau bilang bagus banget
Gerry
karya nya keren, di chapter awal-awal udah bagus banget, semoga authornya bisa makin rajin mengupload chapter-yang bagus juga kedepannya
Gerry
Sumpaaah kereeeeen
Gerry
Gilaaakk
Teguh Aja
mampir bang di novel terbaruku 😁🙏🏼
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!