NovelToon NovelToon
Theresia & Bhaskar

Theresia & Bhaskar

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / Keluarga / Romansa
Popularitas:588
Nilai: 5
Nama Author: Elok Dwi Anjani

Menyukai Theresia yang sering tidak dianggap dalam keluarga gadis itu, sementara Bhaskar sendiri belum melupakan masa lalunya. Pikiran Bhaskar selalu terbayang-bayang gadis di masa lalunya. Kemudian kini ia mendekati Theresia. Alasannya cukup sederhana, karena gadis itu mirip dengan cinta pertamanya di masa lalu.

"Setiap orang ada masanya, setiap masa ada orangnya. Aku yang bodoh telah menyamakan dia dengan masa laluku yang jelas-jelas bukan masa depanku."
_Bhaskara Jasver_

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elok Dwi Anjani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Linsi

Menikmati udara malam seraya berdiri di atap gedung yang tinggi membuat Theresia kedinginan karena ia masih mengenakan rok dari seragam sekolahnya yang sebatas lutut kaki. Ia mendongak melihat langit yang gelap dengan meneteskan rintikan air hujan yang kian semakin deras.

Theresia duduk dengan menekuk lututnya dan menangis sekeras-kerasnya saat hujan benar-benar deras menghujani kepalanya yang menjadi wadah cerita kehidupan.

Gadis itu sengaja melakukannya karena melihat langit yang akan hujan. Maka dari itu ia memanfaatkannya untuk menangis sekencang-kencangnya bersamaan dengan suara hujan deras yang menyamarkan suaranya.

Di sisi lain, Bhaskar bersembunyi dari balik pintu melihat apa yang Theresia lakukan sejak pulang sekolah yang berlawanan arah untuk pulang. Laki-laki itu menatap iba ke arah Theresia. Di balik hoodie coklatnya, Bhaskar juga membawa susu untuk Theresia. Namun suasana hati Theresia sedang tidak baik untuk diajak berbicara.

Setelah setengah jam diguyur hujan, Theresia menyudahi pelampiasannya dan pergi dari tempat tersebut tanpa mengenakan payung ataupun benda lainnya agar tubuhnya tidak terus-menerus dihujani.

Di sepanjang jalan, gadis itu berjalan dengan langkah kaki lemas dan membiarkan tubuhnya dihujani. Ini lebih baik, ditusuk-tusuk air hujan dibandingkan ditusuk-tusuk dengan omongan orang.

Beberapa saat kemudian, pandangannya memburam, kepalanya semakin sakit dan tubuhnya lemas begitu saja. Mendadak ia terjatuh dan tergeletak di sisi jalanan dengan guyuran air hujan yang tidak henti-hentinya berjatuhan.

Dengan cepat Bhaskar menghampiri Theresia dan melepaskan hoodienya untuk menutupi badan Theresia sebelum mengangkatnya. Ia membawa gadis itu ke rumahnya karena kebetulan tidak terlalu jauh.

...••••...

Setelah diantar oleh sopir keluarga Bhaskar, Theresia melangkahkan kakinya memasuki rumahnya yang sudah mati lampu di terasnya, itu menandakan orang rumah sudah terlelap. Beruntung ia memiliki kunci cadangannya.

Theresia mengendap-endap memasuki rumahnya dengan memeluk tasnya yang ia bawa sembari menaiki tangga. Tiba-tiba lampu menyala dari ruang tengah. Seorang gadis dengan menyilangkan kedua tangannya serta kakinya di atas sofa membuat Theresia menelan ludahnya dengan kasar.

“Lin..”

“Dari mana? Cucian tadi kagak ada yang angkat, makan malam nggak ada yang siapin, kamar gua belum selesai lo beresin, dan lo malah enak-enakkan pergi keluar sama Bhaskar di saat hujan-hujan kayak gini? Abis ngapain lo? Jual diri?”

Ternyata di rumah tidak ada siapa pun selain Theresia dan Linsi yang memasang wajah meremehkan lagi menyeramkan.

“Gua nggak ngapa-ngapain, dan jangan ngomong sama hal-hal yang bener-bener gua lakuin,” balas Theresia yang hendak meninggalkan Linsi.

Dengan langkah cepat, Linsi mendorong tubuh Theresia saat gadis itu akan membuka pintu kamar hingga sampai di depan cermin besar dan mendudukkan Theresia di depannya.

“Lo itu aslinya cantik, tapi masih cantikan gua. Anak yang nggak bisa digugurin dan lahir secara haram kayak lo itu nggak pantes bahagia dengan cowok setajir Bhaskar, lo itu aslinya di panti asuhan atau di bawah kolong jembatan sama baju jelek dan rambut nggak terawat. Bukannya dapat identitas sebagai anak kedua di keluarga gua.” Linsi menatap wajah Theresia dengan tidak mengenakkan melalui cermin.

Lidahnya tercekat dan tubuhnya tidak bisa digerakkan untuk melawan kelakuan Linsi terhadap dirinya. Theresia diam dengan mata yang tertuju pada pantulan dirinya di cermin.

Pakaian menghangatkan milik Bhaskar yang laki-laki itu berikan beberapa waktu yang lalu sekarang telah kusut. Bahkan wajah Theresia terlihat lesu.

“Kenapa lo nggak balas? Udah menerima kalau lo seharusnya nggak hidup?” tanya Linsi dengan tersenyum jahat yang dapat Theresia lihat dari cermin.

“Gua lebih kasihan lagi ke elo, cewek nggak ada harganya untuk dihargai.”

“Ngapain dihargai? Gua bukan barang.”

“Lo bukan barang berharga ataupun barang biasa, mangkanya nggak ada harganya.”

Linsi menjambak rambut Theresia dengan menggertakkan giginya karena tersulut emosi perihal ucapan adiknya. “Gua lebih bahagia kalau lo mati, kenapa nggak sekalian lo bunuh diri aja? Demi kebahagiaan gua.”

“Kebahagiaan? Lo suka bahagia di atas roh kematian orang yang bunuh diri? Munafik banget sih lo, sok-sokan pemberani padahal penakut.” Theresia merasakan jambakan di rambutnya saat ia membalas ucapan Linsi.

“Elo yang MUNAFIK!”

“THERE! LINSI!” panggil Papa dari bawah yang baru saja memasuki rumah dengan Mama.

“Nggak usah turun lo,” titah Linsi sembari menutup kamar Theresia dengan keras.

Saat Linsi menuruni tangga, gadis itu memasang raut wajah semringah seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya. Sementara itu, Theresia mengganti pakaiannya dan menatap pakaian Bhaskar yang laki-laki itu berikan kepadanya.

Beberapa waktu yang lalu, Bhaskar membopong tubuh Theresia ke sofa ruang keluarga di rumahnya dengan perasaan khawatir kepada gadis yang sedang hilang kesadaran itu. Ia bolak-balik mencari bibi yang biasanya menyambutnya pulang dengan tersenyum hangat.

“Bi! Bibi!”

Seorang wanita dengan sedikit kerutan di wajahnya tergopoh-gopoh menghampiri Bhaskar yang basah kuyup dengan sebuah handuk di tangannya.

“Ya ampun, Den. Kenapa nggak bawa payung atau jas hujan tadi?” tanya Bibi yang khawatir.

“Aku lupa, Bi. Aku minta tolong gantiin cewek itu, ya? Aku ambil dulu pakaiannya di kamar.” Bhaskar menunjuk Theresia di sofa.

“Aduh, Den. Ceweknya ditaruh di kamar lah, masa Bibi harus gantiin di sini?” Bhaskar menggaruk tekuknya dengan tertawa garing saat menyadari apa yang ia lakukan.

Barulah Bhaskar membawa Theresia ke kamarnya dan memberikan pakaian untuk mengganti seragam basah yang gadis itu kenakan. Selagi Theresia di kamarnya bersama Bibi, Bhaskar ke dapur untuk membuat teh hangat agar menghangatkan tubuh Theresia yang dingin sebab kehujanan. Tidak lupa ia juga sudah mengganti pakaiannya dengan kaos biasa.

Setelah Bibi keluar dari kamarnya, wanita itu tersenyum ke arah Bhaskar yang membawa nampan menuju kamar. “Buat ceweknya ya?”

Laki-laki itu tersenyum mendengar ucapan bibinya yang belum menjadi sebuah hal fakta. “Udah digantiin, Bi?”

“Udah, Den. Kayaknya dia kecapekan, perutnya juga belum terisi apa-pa, dan bibirnya pucat. Ngomong-ngomong... dia mirip sama neng Leta ya?”

“Bibi juga sadar?” Wanita itu mengangguk. "Selain wajahnya, kelakuannya juga kadang mirip. Tapi aku nggak sama-samain keduanya karena aku tahu mereka itu berbeda. Same but different.”

“Tapi kenapa merasakan hal yang sama pada orang yang berbeda?”

Bhaskar terdiam, tidak bisa membalas untuk ucapan bibinya yang itu. “Udahlah, Bi, aku mau kasih ini ke dalam.”

Bibi tersenyum melihat reaksi Bhaskar yang kebingungan melewatinya. “Tuh, kan..”

Menutupi tubuh Theresia dengan selimut dan menatap wajah tenang gadis itu membuat tangan Bhaskar terangkat untuk menyentuh kening Theresia. Selain wajahnya yang pucat, keningnya juga hangat tapi tangannya yang dingin.

Theresia membuka matanya saat merasakan ada yang menyentuh kepalanya. Awalnya buram, kepalanya terasa pening dan berat untuk diangkat, namun ia berusaha untuk bangkit sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran tempat tidur serta tangan yang memegangi kepalanya.

Setelah pandangannya membaik, Theresia membulatkan matanya saat sorot matanya bertabrakan dengan mata Bhaskar. Ia juga beberapa kali mengedipkan matanya karena tidak percaya dan melihat ruangan yang bernuansa abu-abu dengan gambaran-gambaran di kanvas kecil yang dipajang di rak-rak.

“Ini di mana?” tanya Theresia.

“Di kamar gua.”

Sontak Theresia menyingkap selimut yang menutupi tubuhnya dan melihat pakaiannya yang telah berganti. “Ja-jangan bilang kalau lo ya-"

“Bukanlah, gua bukan cowok bejat yang ada di pikiran lo.”

Theresia kembali menatap mata Bhaskar dengan tatapan datar. “Kenapa lo nolongin gua?”

“Sederhana aja, lo manusia.”

“Jawab gua sesuai niat dan tujuan lo kenapa deketin gua,” pinta Theresia.

"Emang nggak boleh? Gua cuman bantuin lo doang. Gua juga udah tahu tentang lo, Re."

"Emang lo tahu dari mana?"

“Ya, kemarin gua ketemu ibu-ibu yang mencurigai gua karena ngikutin elo dan tiba-tiba ngumbar sesuatu tentang keluarga dan tentang kelahiran lo," jelas Bhaskar yang mengejutkan Theresia.

"Jadi? Lo masih mau deketin gua setelah tahu itu?" Theresia menatap mata Bhaskar dengan serius.

"Itu bukan kesalahan lo, lagian gua juga nggak mempersalahkan hal itu."

Bhaskar memberikan teh hangat dan roti yang terdapat di nampan pada Theresia. “Makan, abis gitu diantar sopir gua pulang, atau mau gua antar?”

“Makasih, tapi nggak perlu.”

...••••...

...Bersambung....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!