👍 Like
⭐️ Rate
🔔 Subscribe
👑 Vote
Bagaimana jika seorang putri calon ratu masa depan dari era moderen, berpindah keraga bayi merah yang baru lahir dizaman kuno...?
Apakah ia akan bisa menyesuailan diri..? karena keluarga barunya dizaman kuno ini hanya orangtua yang sederhana...?
Apakah ia bisa memenuhi tanggung jawab dalam membawa perubahan untuk zaman ini...?
Akankah kehidupannya akan jauh lebih menyenangkan atau malah sebaliknya...?
Jadilah orang yang menjadi skasi kisah perjalanan calon ratu masa depan yang kembali kemasa lalu, dalam novel ini....!!!
TERIMA KASIH.....!!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Datu Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memulai hal baru
Pagi hari setelah kegiatan belajar, kira-kira pukul sembilan. Semua warga yang akan ikut kehutan sudah berkumpul dirumah Duan Lei.
Peralatan seperti keranjang, golok, cangkul, parang, gerobak, pisau, sudah dipegang masing-masing orang. Dengan dikomandoi kepala desa, secara serempak mereka bergerak memasuki hutan.
Buah kelapa yang sudah tua langsung dipanen, setelah mereka tiba dilokasi. Batang bunganya juga dipotong kemudian airnya ditampung dengan bambu untuk esok hari dibuat gula merah.
Setelahnya, mereka memanen tebu dan tak lupa kembali menanami area itu dengan tangkal tebu, agar kelak bisa dipanen lagi.
Urusan tebu selesai, mereka menuju kepohon aren. Buahnya diambil, sedang untuk air niranya baru disadap saja dan akan diambil esok pagi.
Yu Shu juga menunjuk pohon yang bisa dimanfaatkan menjadi sagu, tapi mereka memutuskan untuk tidak mengambilnya dulu. Karena sekarang fokus mereka adalah membuat minyak dan gula.
"Singkong...!" teriak Yu Shu menunjuk pohon bercabang yang tumbuh subur didepannya.
"Kenapa Shu'er...?" tanya Duan Lei.
Yu Shu berlari menghampiri pohon singkong. "ayah ini ubi pohon bisa dimakan."
"Hah...!" semua melongo melihat batang keras yang dipegang oleh Yu Shu.
"Ck, aku lupa lagi...!" cicit Yu Shu menepuk gemas dahinya.
Yu Shu menggali tanah, lalu mencabut batang dengan sekuat tenaga. Muncullah singkong yang lumayan besar-besar dibagian bawah.
"Ini ubi pohon atau singkong. Dia sama seperti ubi jalar kemarin, bisa dimakan, bisa diolah menjadi kue, tepung dan bisa jadi nasi sama seperti jagung." jelas Yu Shu.
"Tapi bagaimana mungkin Yu Shu, itu kan akar pohon..?" sahut kepala desa.
"Nanti aku ajari cara mengolahnya, sekarang kita panen semua terus batangnya kita tanam lagi. Daunnya juga bisa kita olah menjadi sayur."
Para orangtua dan teman-teman Yu Shu menurut saja, memanen singkong juga daun mudanya. Setelah itu memotong batang menjadi seukuran sejengkal tangan lalu menanamnya.
"Setelah empat musim berganti, kita akan memanen singkong ini lagi." beritahu Yu Shu.
Lebih dari dua hektar lahan yang dibuka dan ditanami singkong, sama seperti lahan tebu juga.
Mereka pun kembali kedesa, setelah menangkap satu babi yang nanti akan diolah untuk makan bersama ketika mengolah kelapa, tebu, buah aren dan juga singkong.
Sesampainya dirumah Duan Lei, mereka semua berbagi tugas. Warga desa yang tidak ikut kehutan dan sudah tidak beraktifitas diladang. Dikumpulkan oleh kepala desa agar mau ikut membantu.
Ada yang mengupas kelapa, mencuci hingga bersih kemudian memarutnya. Ada yang membersihkan tebu lalu memerasnya, memisahkan buah kolang-kaling dari cangkangnya, dan juga membersihkan babi.
Setelah semua bersih, sari dan ampas kelapa juga tebu dipisahkan, proses mengolah dilakukan.
Para wanita ada yang memasak babi juga singkong dan kolang-kaling. Para lelaki mengaduk air tebu juga santan, semua sesuai dengan intruksi Yu Shu.
Air tebu diolah menjadi dua jenis pemanis. Gula putih dan gula kristal atau lebih dikenal dengan gula batu.
Mereka secara bergantian beristirahat, guna menyantap makanan yang sudah tersaji. Singkong rebus dengan gulai daunnya dan daging babi panggang. Semua lidah pun puas akan sajian itu.
Sisa singkong dibagi sama rata, dan ada sebagian penduduk yang ikut menanam batangnya kelahan mereka setelah tahu bagaimana rasanya.
Semalaman mereka secara bergiliran mengolah air tebu dan santan, yang memang memakan proses lumayan lama. Para lelaki rela terjaga demi hasil yang memuaskan.
Pagi hari tepat saat matahari terbit, gula dan minyak baru selesai dibuat. Yu Shu yang ikut begadang, tersenyum lebar melihat hasil yang terpampang didepan matanya.
Gula pasir seputih salju, gula kristal yang bening seperti kaca, minyak yang jernih dan harum. Sungguh amat sangat menggembirakan dan mampu menjadi pengobat lelah mereka semua.
Yu Shu mengambil kolang kaling, kemudian membuat manisan menggunakan gula putih.
Para wanita dengan seksama memperhatikan. Yu Shu juga memberi tahu kegunaan minyak dalam memasak, ia pun menggoreng singkong dan ubi sebagai bahan percobaan.
Kalau gula jelas penduduk desa sudah tahu semua fungsinya setelah diberitahu oleh Yu Shu.
"Ini luar biasa, sungguh berkah langit ada untuk desa kita." kata kepala desa senang.
"Betul sekali...! Kita bisa mulai membuat gula dan minyak lalu menjualnya. Jadi desa kita bisa lebih makmur lagi." sahut salah seorang penduduk desa.
"Besok kita semua kehutan, kita kumpulkan kelapa dan tebu lalu kita olah. Kita juga mulai menanamnya dilahan kita. Singkong, ubi, talas juga harus mulai dibudidayakan untuk persediaan bahan pangan." timpal warga lainnya.
"Iya setuju...!"
"Benar, aku setuju..!"
Pembagian gula dan minyak pun dilakukan, begitu juga dengan kolang-kaling. Setelahnya mereka semua beristirahat sebelum nanti siang akan kembali kehutan untuk mengambil air dari sadapan kelapa dan aren.