Bianca Mith. Doktor muda arogan yang selalu saja mencari masalah setiap hari saat sedang bekerja. Ayahnya yang seorang pebisnis terkenal tidak tahan dengan kelakukan anaknya itu. Maka dari itu perjodohan itu diadakan.
Bianca menikah dengan Aether Beatrice. Dosen muda dari Universitas Mith. Sesuai kesepakatan awal, beberapa tahun setelah menikah, salah satu dari mereka harus mengorbankan cita-cita mereka untuk memimpin perusahaan keluarga.
Namun tepat setelah satu hari setelah pernikahan, Aether baru mengetahui bahwa ia memiliki penyakit serius pada bagian otaknya. Membuat Aether akan kehilangan sedikit demi sedikit ingatannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athena_Shou, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sedikit Bantuan
Saat sedang berjalan menyusuri koridor universitas, Aether tidak sengaja bertemu dengan seorang anak muda yang sedang memungut bukunya yang berjatuhan di lantai. Tak butuh waktu lama, Aether mendekat dan mengambil beberapa buku yang jatuh. Berdiri saat melihat laki-laki itu berdiri.
Laki-laki itu menggunakan almamater High School. Yang menandakan bahwa laki-laki itu bukanlah mahasiswa. Melainkan murid yang sedang menjalani ujian masuk. Sama seperti beberapa murid yang lainnya yang sedari pagi ramai memenuhi wilayah kampus.
"Siapa namamu?" tanya Aether memberikan buku itu pada pemiliknya.
"Ethan Aurora," jawab laki-laki muda itu mengambil kembali bukunya.
"Ethan? Nama yang bagus," ujar Aether.
"Kenapa belum pulang? Peserta ujian masuk sudah pulang dari tadi," tanya Aether.
"Aku sedang menunggu kakakku," jawab Ethan menatap ke arah Aether.
Saat pertama kali melihat wajah Aether, Ethan sempat berpikiran bahwa usia mereka sama. Ethan berpikir bahwa laki-laki itu adalah peserta sepertinya. Namun saat melihat laki-laki itu menggunakan jas, Ethan baru sadar bahwa laki-laki itu adalah dosen.
"Apakah Anda seorang pengajar?" tanya Ethan.
"Ya. Aku seorang dosen. Aku mengajar di jurusan Artificial Intelligence," balas Aether mengangguk pelan.
"Aku juga sedang mencoba masuk jurusan itu. Hanya saja aku mengambil progam beasiswa," balas Ethan memeluk erat tumpukan buku yang ada di dalam dekapannya.
"Oh, benarkah? Bukankah itu artinya kamu percaya diri dengan kemampuan berpikir mu? Itu bagus. Aku menunggumu di kelasku. Aku berharap lebih padamu," balas Aether dengan wajah bahagia.
Itu bukan tanggapan yang Ethan pikirkan. Universitas Mith adalah universitas terpandang. Hanya anak-anak orang kaya yang berhasil masuk ke sana. Dan ada rumor buruk mengenai perilaku mahasiswa umum serta para dosen yang memberikan tekanan pada mahasiswa progam beasiswa.
Namun melihat respon Aether tadi, Ethan merasa bahwa pengajar yang sekarang ada di hadapannya berbeda dengan orang-orang itu. Terasa seperti, laki-laki itu lebih menghargai kepintaran dibandingkan dengan uang.
"Kamu menunggu kakakmu, bukan? Memangnya di mana kakakmu berada sekarang?" tanya Aether menatap ke arah luar.
"Langit sudah gelap," balas Aether memandang ke arah langit.
"Kakakku seorang dokter. Kami berasal dari keluarga miskin. Jadi dia akan menjemput ku menggunakan sepeda. Itu yang membuatnya membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai di sini," jawab Ethan.
"Seorang dokter?" tanya Aether terkejut.
"Benar, apa ada yang salah?" tanya Ethan balik.
"Ah, tidak. Istriku juga seorang dokter. Jadi aku sedikit terkejut saat mendengar ceritamu."
Ethan kembali mengamati wajah Aether. Wajah laki-laki itu masih sangat muda. Membuat Ethan merasa ragu bahwa pengajar itu sudah menikah.
"Mau makan bersamaku?" tanya Aether.
"Tidak perlu. Nanti kakak saya akan kebingungan jika saya tidak berada di sini," tolak Ethan menggelengkan kepalanya.
"Kamu hanya perlu menghubunginya. Dan juga aku akan mengajarimu beberapa hal. Mungkin itu akan memudahkan mu untuk ujian seleksi berikutnya. Kamu sangat ingin masuk ke universitas ini, bukan?"
"Benar. Saya sangat menginginkannya."
Aether memberikan tawaran yang bagus. Makan dan belajar bersama dosen adalah sebuah keuntungan bagi Ethan. setidaknya, Ethan bisa lebih paham tentang apa yang harus ia pelajari dan itu akan mempermudahkannya untuk ujian tertulis ataupun lisan di hari esok. Progam beasiswa hanya menampung sedikit orang. Jika Ethan tidak memanfaatkan kesempatan ini, maka kemungkinan Ethan akan tersisihkan oleh murid lain.
"Tidak perlu takut. Kita hanya makan di restoran yang ada di samping universitas. Kakakmu tidak akan kebingungan saat mencari lokasinya," bujuk Aether tersenyum kecil.
"Baiklah. Terima kasih," ujar Ethan membungkukkan badannya.
"Tidak perlu kaku seperti itu. Lagipula kita masih sama-sama muda," balas Aether mengusap puncak kepala Ethan dan berjalan melenggang.
"Sudah berapa tahun Anda mengajar di sini?" tanya Ethan mengikuti Aether dari belakang.
"Sekitar satu tahun," balas Aether.
"Lalu Anda menikah?"
"Benar. Aku menikah. Jika dihitung-hitung pernikahanku masih belum seminggu."
"Kenapa Anda menikah di usia muda?"
"Karena ada banyak hal yang tidak bisa aku hadapi seorang diri. Maka dari itu, aku membutuhkan seseorang yang siap membantuku kapanpun aku sedang lemah."
Aether tidak mungkin menceritakan tentang kebenaran perihal pernikahannya pada calon mahasiswa. Karena itu akan memberikan kesan buruk. Lalu, Aether takut laki-laki itu akan mengambil keputusan yang sama sepertinya dan menghabiskan seluruh hidupnya dengan penyesalan.
"Apa kamu sudah memiliki pacar?" tanya Aether berbelok ke arah kanan.
"Tidak ada. Saya menghabiskan waktu saya untuk belajar. Saya kurang berinteraksi saat masih belajar di High School," jawab Ethan.
"Belajar itu bagus. Aku tau kamu mengincar beasiswa. Tapi pertemanan itu juga penting. Karena mungkin saja membutuhkan mereka di masa depan nanti. Memperbanyak koneksi itu akan memudahkan mu dalam segala hal," jelas Aether.
"Terlebih lagi, kebanyakan orang menemukan cintanya saat berada di High School, bukan? Masa-masa di mana seharusnya kamu belajar apa itu cinta, bagaimana rasanya memiliki sahabat, dan bagaimana rasanya menggantungkan harapan pada orang lain. Ada banyak hal yang kamu lewatkan. Tapi, 'ya, itu adalah keputusanmu. Aku tidak berniat menghukum ataupun mencela pilihanmu. Setidaknya dengan begitu, kamu bisa memiliki persiapan lebih matang dari peserta lain, bukan?" lanjut Aether.
Ethan diam. Aether mengatakan hal yang benar. Namun perkataan Aether tadi tidak terasa menyakitkan. Terasa seperti dukungan yang diberikan oleh kakaknya. Yang membedakannya hanyalah cara Aether menggambarkan kondisi yang ada pada diri Ethan.
"Murid beasiswa di sini cukup sibuk dengan semua tugas yang ada. Kamu tidak akan memiliki banyak waktu untuk mencari pacar ataupun berpacaran. Apakah kamu tidak masalah dengan itu?" tanya Aether memandang ke arah Ethan sebentar.
"Tidak masalah. Lagipula saya memang berniat untuk fokus pada kuliah saya dan lulus secepat mungkin," balas Ethan.
"Baguslah. Kamu bisa datang ke ruanganku kapanpun kamu mau. Tanyakan saja semua hal yang tidak kamu mengerti. Aku akan membantumu."
"Anda lebih baik dari semua pengajar yang pernah saya temui."
"Benarkah? Aku pikir, aku tidak sebaik yang ada di pikiranmu. Aku mengajakmu saat ini memang karena aku sedang lapar. Dan mengenai aku yang akan membantumu itu, aku hanya akan membantumu saat memiliki waktu luang."
"Benar. Tapi tetap saja, saya tetap terbantu."
"Senang mendengarnya."
Aether merasakan apa yang dirasakan oleh Ethan saat ini. Berasal dari keluarga menengah ke bawah. Sulitnya mengikuti ujian seleksi melalui jalur beasiswa. Dan menghabiskan banyak waktu hanya untuk belajar.
Aether pernah merasakan segala hal menyakitkan akibat itu semua. Maka dari itu, Aether tidak ingin Ethan merasakan hal yang sama. Setidaknya jika memang laki-laki itu lulus pada tahap ujian seleksi, Aether akan memberikan sedikit dorongan dan sedikit bantuan terhadap tugas-tugas yang dimiliki oleh laki-laki itu.