Mencintaimu bagai menggenggam kaktus yang penuh duri. Berusaha bertahan. Namun harus siap terluka dan rela tersakiti. Bahkan mungkin bisa mati rasa. - Nadhira Farzana -
Hasrat tak kuasa dicegah. Nafsu mengalahkan logika dan membuat lupa. Kesucian yang semestinya dijaga, ternoda di malam itu.
Sela-put marwah terkoyak dan meninggalkan noktah merah.
Dira terlupa. Ia terlena dalam indahnya asmaraloka. Menyatukan ra-ga tanpa ikatan suci yang dihalalkan bersama Dariel--pria yang dianggapnya sebagai sahabat.
Ritual semalam yang dirasa mimpi, ternyata benar-benar terjadi dan membuat Dira harus rela menelan kenyataan pahit yang tak pernah terbayangkan selama ini. Mengandung benih yang tak diinginkan hadir di dalam rahim dan memilih keputusan yang teramat berat.
'Bertahan atau ... pergi dan menghilang karena faham yang tak sejalan.'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwidia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 14 Calon Menantu Idaman
Happy reading
"Ya Allah, Dira. Apa yang terjadi, Sayang?" Nisa terkejut melihat kondisi Dira. Tersirat rasa khawatir yang terlukis jelas di mimik wajahnya.
Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Dira. Hanya seutas senyum samar yang mewakili.
Sama seperti Nisa. Firman dan Milah pun terkejut melihat kondisi Dira.
Wajah pucat, tubuh lemah, dan rambut yang sedikit berantakan.
Milah berpikir, Dariel yang membuat Dira seperti itu.
Tidak menutup kemungkinan jika Dariel kembali menggau-li Dira.
Milah mengunci rapat-rapat bibirnya. Ia takut salah bicara jika turut bersuara dan malah mencipta keributan.
"Riel, bantu Om memapah Dira," pinta Firman.
"Iya, Om." Dariel mengangguk pelan, lalu memapah Dira dan membawanya masuk ke dalam rumah.
Dengan sangat hati-hati, Dariel mendudukkan Dira di sofa, dibantu oleh Firman.
"Riel, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Dira bisa seperti ini?" Tanya yang terucap dari bibir Firman mengalihkan atensi Dariel yang semula tertuju pada Dira.
"Panjang ceritanya, Om. Lebih baik, Dira segera diantar ke kamar untuk ganti baju dan beristirahat."
Firman mengindahkan ucapan Dariel. Ia meminta Milah dan Nisa untuk segera membawa Dira ke kamarnya.
"Ayo, Sayang. Kita ke kamar." Nisa memapah Dira dan dibantu oleh Milah.
Mereka berjalan pelan, menyelaraskan ayunan kaki Dira yang lemah.
Pandangan netra Dariel tak lepas dari Dira, hingga ketiga wanita itu sampai di ujung tangga dan masuk ke dalam kamar.
"Riel, ceritakan sekarang!" Suara Firman kembali mengalihkan atensi.
Dariel menghela napas dalam, lalu mulai menceritakan kemalangan yang menimpa Dira dan kejahatan yang dilakukan oleh Arga. Tak ada sedikit pun yang terlewat.
"Kurang ajar! Dia harus mati di tanganku."
Tangan Firman mengepal kuat. Netranya dipenuhi kobaran api amarah.
Ia teramat murka dan berkeinginan untuk menghukum Arga dengan tangannya sendiri.
"Tadi, saya juga berkeinginan untuk menghabisi dia, Om. Tapi dicegah oleh Dira --"
"Kalau begitu, antarkan Om untuk menemui manusia lak-nat itu, Riel! Kita bogem dia sampai mati." Firman tampak berapi-api.
"Tenang, Om. Saya sudah meminta dua teman saya untuk mengurus Arga dan menyerahkannya pada polisi." Dariel berucap pelan seraya menenangkan Firman.
"Kamu percaya dengan orang-orang berseragam coklat itu, Riel?"
Dariel mengendikkan bahu, lalu menggeleng pelan.
"Entahlah, Om. Semoga saja, mereka bisa dipercaya."
"Kalau mereka tidak menunaikan tugas sebagaimana mestinya, apa yang akan kamu lakukan?"
"Tentu saja mengerahkan kekuatan netizen di sosmed, Om. Selain itu, saya akan menyewa puluhan pengacara untuk menjebloskan Arga ke dalam penjara dan meminta hakim untuk menjatuhkan hukuman yang sangat berat. Kalau perlu, saya akan menemui pimpinan negara kita, supaya turut turun mengawal kasus ini."
"Kalau hukuman yang mereka jatuhkan terlampau ringan dan jauh dari ekspektasi kita?"
"Saya akan meminta keadilan pada Tuhan, Om. Jika diizinkan, saya sendiri yang akan menghukumnya."
"Om pun akan seperti mu, Riel. Apapun akan Om lakukan untuk menghukum orang yang telah berani menyakiti Dira dan berniat menghancurkan hidupnya. Kalau perlu, Om akan mengirimnya ke neraka," tutur Firman menimpali ucapan Dariel.
Dariel merasa tertampar. Perasaan bersalah kembali hadir menyelimuti kalbu. Meremas ulu hati, mencipta rasa ngilu, sebab ia pun turut andil menghancurkan hidup Dira. Menodai marwahnya dan menjadi penyebab kandasnya hubungan Dira dengan Aldi.
"Andai kita meyakini iman yang sama, Om pasti mempercayakan Dira padamu. Tapi --" Firman menggantung ucapannya dan menghela napas dalam.
"Tapi apa, Om?"
"Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan ucapan Om tadi. Lebih baik, kamu segera pulang. Om yakin, papa dan mama mu pasti sudah menunggu."
"Besok pagi, antar Om ke penjara untuk menemui manusia lak-nat yang sudah berbuat jahat pada Dira," sambungnya.
"Siap, Om. Besok pukul enam pagi, saya akan datang menghampiri Om."
Dariel beranjak dari posisi duduk, begitu juga Firman.
"Saya pulang dulu, Om," ucapnya sambil menjabat tangan Firman.
"Hati-hati, Riel. Terima kasih sudah menjaga dan melindungi Dira." Firman memeluk singkat tubuh Dariel dan menepuk pelan punggung sahabat putrinya itu.
Bagi Firman, Dariel merupakan calon menantu idaman.
Selain santun dan tampan, ia juga serasi bila disandingkan dengan putri semata wayangnya.
Perhatian dan ketulusannya pada Dira pun tidak diragukan lagi.
Namun dua hal yang membuat Firman menepis keinginan untuk menjadikan Dariel sebagai menantu.
Iman yang mereka yakini dan rencana kedua orang tua Dariel untuk menjodohkan putra mereka dengan seorang gadis yang seiman.
Nama gadis itu Maria.
Gadis berparas cantik, keturunan Jawa dan Austria. Papanya rekan bisnis Firman dan Anton--Papa Dariel. Sementara mamanya, seorang artis terkenal.
Anton dan istrinya sengaja merahasiakan rencana perjodohan itu pada Dariel. Mereka hanya memberitahu Firman dan Nisa yang sudah dianggap sebagai sahabat sekaligus saudara.
Anton berpikir, hari ulang tahun Dariel merupakan waktu yang tepat untuk mengumumkan rencana mereka.
Sebagai surprise yang mungkin akan membuat Dariel merasa teramat senang, sebab Maria bukan gadis biasa.
Selain parasnya yang cantik, Maria memiliki suara merdu dan otak yang cerdas.
Sungguh, gadis yang teramat pantas jika dijadikan menantu. Itu menurut Anton dan Natalie.
Mereka tidak tahu, jika sosok Hawa yang dicintai oleh Dariel hanya Nadhira Farzana, bukan yang lain. Apalagi Maria.
"Mbak Dira, tidur yang nyenyak ya. Simbok akan selalu menjaga Mbak Dira." Milah mengusap punggung tangan Dira dan menatap sendu.
Semalaman Milah menemani Dira dan enggan beranjak dari posisi duduk, meski Nisa dan Firman sudah memintanya untuk beristirahat di kamar.
Milah teramat khawatir, sebab Dira demam dan berulang kali mengigau, menyebut nama Dariel.
Adzan subuh berkumandang. Membangunkan Milah yang sejenak tertidur dengan merebahkan kepala di tepi ranjang.
"Ya Allah, sudah subuh," ucapnya sambil mengucek mata.
Milah segera membawa tubuhnya bangkit dari kursi, lalu masuk ke dalam kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Seusai mensucikan diri, Milah menggelar sajadah dan mengenakan mukena. Kemudian bersiap menunaikan ibadah sholat subuh dan melepas rindu pada Rabb-nya.
"Allahu Akbar." Suara Milah terdengar lirih. Namun mampu menggetarkan hati Dira dan membuatnya terjaga.
Sepasang kelopak mata terbuka perlahan. Mengejap, menyesuaikan cahaya lampu kamar.
Ya Allah, aku sering mengabaikan panggilan-Mu. Mungkin semua yang terjadi padaku adalah hukuman. Atau mungkin sentilan lembut dari-Mu, agar aku kembali rajin bersujud pada-Mu. Batinnya berbisik lirih.
Titik-titik air menganak di kelopak mata, lalu jatuh membasahi pipi.
"Ya Allah, izinkan aku bersujud," pintanya sambil menyeka air mata dengan jemari lentik.
Karena terdorong keinginannya untuk segera menunaikan ibadah sholat subuh, Dira memaksa tubuh yang masih terasa lemas untuk bangkit dari posisi berbaring.
Sepersekian detik ia duduk terdiam, mengumpulkan daya untuk beranjak dari ranjang tanpa meminta bantuan Milah yang tampak khusyu melangitkan pinta.
Dira merasa malu pada Milah. Meski usianya tak lagi muda, Milah selalu rajin menunaikan kewajiban sebagai seorang hamba dan belum pernah sekali pun mengabaikan.
Simbok memang seorang pendosa, tapi ampunan dan kasih sayang-Nya lebih besar dari murka-Nya. Itu yang membuat Simbok merasa malu jika mengabaikan kewajiban sebagai seorang hamba Allah, tutur Milah kala itu. Menjawab pertanyaan yang terlontar dari bibir seorang gadis kecil.
Gadis kecil itu kini telah tumbuh menjadi seorang dokter cantik.
Dia ... Dokter Nadhira Farzana.
🌹🌹🌹
Bersambung
sukses selalu buat Autor yg maniiiss legit kayak kue lapis.
apalagi aku..
itu memang nama perusahaannya..??
wawww
aku aminkan doamu, Milah
ya pastilah hasratnya langsung membuncah