NovelToon NovelToon
Cinta 1 Atap Bareng Senior

Cinta 1 Atap Bareng Senior

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Cintapertama / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Irhamul Fikri

Galuh yang baru saja diterima di universitas impiannya harus menerima kenyataan bahwa ia akan tinggal di kos campur karena kesalahan administratif. Tidak tanggung-tanggung, ia harus tinggal serumah dengan seorang senior wanita bernama Saras yang terkenal akan sikap misterius dan sulit didekati.

Awalnya, kehidupan serumah terasa canggung dan serba salah bagi Galuh. Saras yang dingin tak banyak bicara, sementara Galuh selalu penasaran dengan sisi lain dari Saras. Namun seiring waktu, perlahan-lahan jarak di antara mereka mulai memudar. Percakapan kecil di dapur, momen-momen kepergok saat bangun kesiangan, hingga kebersamaan dalam perjalanan ke kampus menjadi jembatan emosional yang tak terhindarkan.

Tapi, saat Galuh mulai merasa nyaman dan merasakan sesuatu lebih dari sekadar pertemanan, rahasia masa lalu Saras mulai terungkap satu per satu. Kedekatan mereka pun diuji antara masa lalu Saras yang kelam, rasa takut untuk percaya, dan batasan status mereka sebagai penghuni kos yang sama.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irhamul Fikri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bagian 6 Jangan Dekat Kalau Nggak Mau Jatuh

Hujan turun pelan malam itu. Titik-titik air menghantam atap rumah kos seperti denting rindu yang tak bisa terucap. Di dalam kamar Saras, pelukan mereka masih menggantung dalam sunyi. Tak ada satu kata pun yang diucapkan, namun ribuan rasa berkecamuk di dada masing-masing.

Saras perlahan melepaskan pelukannya. Matanya menatap Galuh dengan ragu, seolah ia sendiri tak percaya bahwa ia membiarkan seseorang masuk sedekat ini lagi. Sedekat pelukannya, sedekat nafasnya, sedekat ketakutannya.

“Maaf,” ucap Saras pelan sambil menunduk. “Aku… terlalu lemah hari ini.”

Galuh menggeleng. “Bukan lemah, Kak. Kakak cuma… butuh seseorang buat dengerin. Dan kalau boleh, aku pengin jadi orang itu.”

Saras terdiam. Galuh terlihat sangat tulus. Tidak menuntut, tidak memaksa. Hanya hadir dengan ketulusan yang pelan-pelan mencairkan lapisan es yang lama membekukan hatinya.

“Tapi aku takut,” gumam Saras. “Takut kalau nanti kamu kecewa, kalau kamu tahu semuanya.”

Galuh menarik nafas dalam-dalam. “Aku nggak akan maksa Kakak cerita sekarang. Tapi kalau suatu saat Kakak siap, aku akan dengerin.”

Saras memandang Galuh lama. Lalu akhirnya mengangguk kecil. “Terima kasih, Galuh.”

---

Sejak malam itu, perubahan kecil terjadi di antara mereka. Masih ada jeda, tapi tidak sejauh dulu. Mereka mulai sarapan bersama, menonton film sepulang kuliah, bahkan kadang mencuci piring sambil bercanda ringan. Rumah kos itu tak lagi sepi. Kehangatan mulai menyelusup, menggantikan dingin yang dulu selalu menetap.

Namun, di tengah kedekatan yang tumbuh, Galuh juga mulai merasakan sesuatu yang menakutkan: perasaannya pada Saras makin dalam. Dan ia tahu, jatuh cinta pada seseorang yang belum pulih sepenuhnya adalah pertaruhan besar.

Suatu malam, Galuh melihat Saras duduk di ruang tengah, menatap kosong ke luar jendela. Di tangannya, sebuah mug coklat panas yang mengepul. Ia mengenakan hoodie favoritnya, rambutnya digerai begitu saja. Tampak sederhana, namun begitu memikat.

“Kak, boleh nanya sesuatu?”

Saras mengangguk tanpa menoleh.

“Kalau suatu saat aku bilang aku suka sama Kakak, Kakak bakal apa?”

Pertanyaan itu membuat Saras mematung.

Beberapa detik yang seakan jadi keabadian.

“Aku bakal bilang…” Saras menelan ludah, “jangan dekat kalau nggak mau jatuh terlalu dalam.”

Galuh tertawa kecil, meski hatinya terasa ngilu. “Kedengarannya justru bikin penasaran.”

Saras akhirnya menoleh, menatap Galuh dengan mata yang penuh peringatan.

“Galuh, aku serius. Aku bukan orang yang mudah dijalani. Aku nggak tahu caranya membalas perasaan. Aku... rusak.”

Galuh menatapnya lembut. “Semua orang punya bagian rusaknya masing-masing, Kak. Tapi aku nggak mau ninggalin Kakak cuma karena itu. Aku tahu risikonya, tapi aku juga tahu apa yang aku rasain.”

Saras terdiam, lalu kembali menatap ke luar jendela.

“Aku cuma nggak mau kamu tersakiti. Aku takut… aku nggak bisa nyembuhin siapa pun. Bahkan diriku sendiri.”

Galuh berjalan mendekat, duduk di sebelahnya. “Kak, aku nggak butuh Kakak buat nyembuhin aku. Aku cuma pengin Kakak tetap di sini. Pelan-pelan aja. Kita nggak harus buru-buru.”

Dan untuk pertama kalinya, Saras tersenyum kecil. Senyum yang tulus, meski masih malu-malu. Senyum yang membuat dada Galuh hangat.

---

Namun, saat segalanya mulai membaik, dunia luar mulai ikut campur.

Di kampus, gosip mulai beredar. Seorang junior laki-laki tinggal satu rumah dengan senior perempuan yang terkenal tertutup? Itu bahan empuk untuk dibicarakan. Beberapa teman Galuh mulai bertanya-tanya. Bahkan, ada yang terang-terangan menggodanya.

“Eh Gal, katanya tinggal bareng Saras? Gila sih lo,” ujar Tama, teman satu kelas Galuh.

Galuh hanya tertawa kecil, mencoba tidak memperpanjang.

“Nggak aneh tuh? Dingin-dingin gimana gitu. Tapi cantik sih. Wajar kalau lo suka.”

Galuh menoleh tajam. “Gue tinggal bareng karena kesalahan administrasi. Dan nggak semua cewek harus jadi objek buat lo nilai dari penampilan doang.”

Tama terdiam, lalu mengangkat tangan. “Santai, bro. Bercanda.”

Galuh mendesah. Terkadang, dunia luar terlalu ribut untuk mengerti.

---

Di sisi lain, Saras juga mulai resah. Ia tahu hubungan mereka mulai menarik perhatian. Dan itu membuatnya gelisah. Ia tak ingin Galuh terlibat masalah hanya karena dirinya. Ia tahu, mahasiswa yang tinggal serumah tanpa status apa-apa bisa jadi bahan omongan, apalagi di lingkungan yang penuh prasangka.

Malam itu, ia memanggil Galuh.

“Kita harus bicara.”

Galuh menoleh dari laptopnya. “Tentang apa, Kak?”

“Gosip yang mulai nyebar. Tentang kita.”

Galuh menghela napas. “Iya, aku juga denger. Tapi biarin aja, Kak. Toh kita nggak ngelakuin yang aneh-aneh.”

Saras menggigit bibir bawahnya, gelisah. “Tapi nama kamu bisa rusak. Aku juga. Mungkin… kita harus bikin batas yang lebih jelas.”

Galuh mengernyit. “Kakak nyuruh aku pindah kos?”

Saras terdiam. Lalu mengangguk perlahan.

Galuh tertawa getir. “Aku baru ngerasa deket. Baru ngerasa Kakak percaya. Tapi sekarang Kakak mau aku pergi?”

Saras menunduk. “Aku takut, Galuh. Aku nggak mau kamu tambah terlibat.”

Galuh bangkit dari duduknya. “Kalau semua orang ngejauh cuma karena takut, terus siapa yang mau tinggal?”

Kalimat itu membuat Saras terpaku.

Galuh berjalan ke arah pintu. Sebelum keluar, ia menoleh.

“Aku nggak akan pergi. Tapi kalau Kakak yang mau pergi, silakan. Aku nggak bisa lagi pura-pura nggak peduli.”

Dan malam itu, untuk pertama kalinya sejak mereka tinggal bersama, Saras merasa benar-benar takut kehilangan.

1
Esti Purwanti Sajidin
waaahhhhhhhh keren galuh nya,laki bgt
Serenarara: Ubur-ubur makan sayur lodeh
Minum sirup campur selasih
Coba baca novel berjudul Poppen deh
Dah gitu aja, terimakasih /Joyful/
total 1 replies
kalea rizuky
bagus lo ceritanya
Irhamul Fikri: Terima kasih kak
total 1 replies
kalea rizuky
Galuh witing tresno soko kulino yeee
ⁱˡˢ ᵈʸᵈᶻᵘ💻💐
ceritanya bagus👌🏻
Irhamul Fikri: terimakasih kak🙏
total 1 replies
lontongletoi
awal cerita yang bagus 💪💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!