Rangga, seorang pria biasa yang berjuang dengan kemiskinan dan pekerjaan serabutan, menemukan secercah harapan di dunia virtual Zero Point Survival. Di balik kemampuannya sebagai sniper yang tak terduga, ia bercita-cita meraih hadiah fantastis dari turnamen online, sebuah kesempatan untuk mengubah nasibnya. Namun, yang paling tak terduga adalah kedekatannya dengan Teteh Bandung. Aisha, seorang selebgram dan live streamer cantik dari Bandung, yang perlahan mulai melihat lebih dari sekadar skill bermain game.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yudhi Angga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23: Kebaikan yang Tak Terduga
Setelah event Jakarta, suasana di antara Rangga dan Aisha terasa lebih hangat, lebih intim. Kecanggungan yang dulu membayangi setiap pertemuan mereka kini telah menguap, digantikan oleh kenyamanan dan pengertian yang mendalam. Mereka bukan lagi hanya rekan streaming atau mentor-murid; ada benih-benih perasaan yang mulai tumbuh, perlahan namun pasti.
Suatu sore yang cerah di Bandung, Aisha mengajak Rangga jalan-jalan. "Ren, setelah seminggu penuh nge-game dan meeting, kamu butuh udara segar. Ayo, kita keliling Bandung!" ajak Aisha, senyumnya cerah.
Rangga, yang kini lebih terbuka dan berani, mengangguk setuju. "Ide bagus, Teteh Aisha. Mau kemana kita?"
"Rahasia! Ikut saja!" Aisha tertawa, mengamit lengan Rangga dan menariknya menuju motor maticnya yang sporty. Kali ini, Rangga duduk di belakang Aisha tanpa rasa canggung yang berlebihan. Aroma parfum Aisha memudar seiring angin yang menerpa, namun kehangatan di hatinya tetap ada.
Mereka menyusuri jalanan Bandung yang ramai, menikmati suasana kota. Aisha mengajaknya ke berbagai tempat yang belum pernah Rangga kunjungi, mulai dari toko buku independen yang tenang, kafe dengan live music akustik, hingga sebuah taman kota yang asri. Rangga menikmati setiap momennya. Ia bisa berbicara lepas dengan Aisha, menceritakan impiannya di masa depan, dan mendengarkan cerita Aisha tentang perjalanannya membangun karir sebagai influencer.
Saat mereka berjalan kaki di sebuah ruas jalan yang agak sepi, melewati area pertokoan yang mulai tutup, pandangan Rangga terpaku pada seorang anak kecil yang duduk sendirian di pinggir jalan. Anak itu, mungkin berusia sekitar delapan atau sembilan tahun, mengenakan pakaian lusuh dan tangannya memegang karung goni yang terlihat sudah penuh dengan botol plastik bekas. Ia adalah seorang pemulung.
Hati Rangga terasa perih. Ia teringat masa lalunya sendiri, bagaimana ia juga pernah merasakan kesulitan hidup, bagaimana ia berjuang setiap hari hanya untuk makan. Anak itu mengingatkannya pada dirinya sendiri, pada Dodi, pada kawan-kawan lamanya di kafe. Aisha, yang menyadari Rangga berhenti melangkah, menoleh ke arah pandangannya.
"Kenapa, Ren?" tanya Aisha lembut, melihat sorot keprihatinan di mata Rangga.
Rangga tidak menjawab. Tanpa banyak bicara, ia merogoh dompetnya. Dompet yang kini berisi puluhan lembar uang seratus ribuan, hasil dari kerja kerasnya sebagai Ren. Ia menghampiri anak kecil itu dengan langkah pelan.
"Dek," sapa Rangga, suaranya tenang. Anak itu mendongak, matanya yang polos terlihat lelah dan sedikit takut. "Ini, buat makan ya." Rangga mengeluarkan beberapa lembar uang seratus ribuan dan menyerahkannya.
Mata anak itu membelalak melihat uang sebanyak itu. "Beneran, Kak?" tanyanya, suaranya kecil.
"Iya, ambil saja," Rangga tersenyum. "Jangan lupa makan yang kenyang ya. Dan semangat terus." Ia mengusap kepala anak itu pelan.
Anak itu menatap Rangga, lalu ke uang di tangannya, dan akhirnya ke Aisha yang berdiri agak jauh. Senyum tulus merekah di wajahnya. "Terima kasih banyak, Kak! Terima kasih!" Anak itu berseru, suaranya dipenuhi kebahagiaan yang tulus.
Rangga tersenyum, hatinya menghangat melihat kebahagiaan kecil itu. Tanpa ia sadari, di seberang jalan, seorang pria muda dengan ponsel di tangannya sedang merekam seluruh kejadian itu. Pria itu adalah salah satu pengikut setia Ren, yang kebetulan berpapasan dan mengenali Ren di dunia nyata. Ia takjub melihat sisi humble dan kebaikan idolanya, dan ia langsung merekamnya untuk dibagikan.
Rangga yang tidak menyadari telah direkam, melanjutkan harinya bersama Aisha. Mereka pergi makan malam di sebuah restoran yang nyaman, suasananya remang-remang, memberikan privasi bagi mereka berdua. Obrolan mereka semakin dalam, menyentuh topik-topik pribadi, impian, dan ketakutan.
"Aku tidak menyangka kamu sepeduli itu, Ren," kata Aisha, menatapnya dengan kekaguman. "Kamu punya hati yang besar."
Rangga tersipu. "Aku... aku cuma ingat masa lalu, Teteh Aisha. Aku tahu bagaimana rasanya."
Aisha tersenyum. "Itulah kenapa kamu itu istimewa, Ren. Kamu tidak melupakan dari mana kamu berasal."
Malam itu, di tengah alunan musik lembut dan bisikan percakapan, Rangga merasakan kedekatan yang belum pernah ia alami dengan siapapun. Ia merasa dicintai dan diterima sepenuhnya, bukan hanya sebagai Ren yang sukses, tapi juga sebagai Rangga yang memiliki hati.
Saat mereka sedang menikmati hidangan penutup, Rangga mulai merasakan ada sesuatu yang janggal di restoran itu. Beberapa pasang mata di meja-meja lain, yang tadinya sibuk dengan urusan masing-masing, kini terlihat melirik ke arah mereka. Ada bisikan-bisikan samar yang terdengar.
"Itu Ren, kan?"
"Sama Aisha! Wah, so sweet banget!"
"Video yang di upload itu beneran dia ya?"
Rangga mengernyitkan dahi. Bisikan-bisikan itu semakin jelas. Ia menatap Aisha yang juga mulai merasakan hal yang sama. Wajah Aisha berubah serius. Ia segera mengambil ponselnya, membuka aplikasi media sosial. Matanya membelalak.
"Ren," Aisha berbisik, nadanya tercengang. "Lihat ini."
Aisha menunjukkan layar ponselnya. Di sana, sebuah video singkat tengah menjadi trending nomor satu. Judulnya: "REN SI SNIPER DEWA, DITEMANI AISHA, TAK LUPA AKAN ASALNYA!"
Video itu adalah rekaman kejadian sore tadi, saat Rangga memberikan uang kepada anak pemulung. Kualitasnya memang tidak terlalu bagus, diambil dari jarak jauh, namun cukup jelas untuk memperlihatkan Rangga yang memberikan uang dan mengusap kepala anak itu, dengan Aisha yang berdiri tak jauh di belakangnya. Video itu telah dilihat jutaan kali, dibagikan ribuan kali, dan comment section-nya dipenuhi dengan pujian yang meluap-luap.
"Ren memang panutan!"
"Dari ex-pelayan kafe, sekarang jadi pahlawan buat anak-anak jalanan! Respect!"
"Pasangan idola banget Ren dan Aisha ini! Berhati mulia!"
Rangga menatap video itu, lalu ke Aisha, dan kembali ke sekeliling restoran. Kini ia tahu mengapa semua orang berbisik. Wajahnya memerah, bukan karena malu seperti dulu, melainkan karena kaget dan sedikit... bangga. Kebaikan yang ia lakukan secara spontan, tanpa niat mencari perhatian, kini telah menyebar luas. Dunia tidak hanya mengakui bakatnya sebagai Ren, tapi juga hatinya sebagai Rangga. Dan Aisha, yang duduk di depannya, adalah saksi dan bagian dari semua itu. Kemitraan mereka kini telah terekspos dalam dimensi yang jauh lebih pribadi dan menyentuh hati banyak orang.