NovelToon NovelToon
Deonall Argadewantara

Deonall Argadewantara

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mycake

Deonall Argadewantara—atau yang lebih dikenal dengan Deon—adalah definisi sempurna dari cowok tengil yang menyebalkan. Lahir dari keluarga kaya raya, hidupnya selalu dipenuhi kemewahan, tanpa pernah perlu mengkhawatirkan apa pun. Sombong? Pasti. Banyak tingkah? Jelas. Tapi di balik sikapnya yang arogan dan menyebalkan, ada satu hal yang tak pernah ia duga: keluarganya akhirnya bosan dengan kelakuannya.

Sebagai hukuman, Deon dipaksa bekerja sebagai anak magang di perusahaan milik keluarganya sendiri, tanpa ada seorang pun yang tahu bahwa dia adalah pewaris sah dari perusahaan tersebut. Dari yang biasanya hanya duduk santai di mobil mewah, kini ia harus merasakan repotnya jadi bawahan. Dari yang biasanya tinggal minta, kini harus berusaha sendiri.

Di tempat kerja, Deon bertemu dengan berbagai macam orang yang membuatnya naik darah. Ada atasan yang galak, rekan kerja yang tak peduli dengan status sosialnya, hingga seorang gadis yang tampaknya menikmati setiap kesialan yang menimpanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mycake, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Deonall Story

Deon menyeringai lebar, matanya berkilat dengan kegembiraan yang sulit disembunyikan. "Gue suka cara lo mikir, Gwen."

Gwen menaikkan bahu santai, ekspresinya tetap tenang seperti biasa. "Baguslah kalau lo suka."

Tapi Deon sudah sepenuhnya terinspirasi. Dia menyeimbangkan tumpukan map di lengannya, lalu membusungkan dada seolah-olah ini bukan beban sama sekali.

Senyum tengil khasnya semakin melebar saat dia melayangkan pandang ke arah Bayu yang masih mengawasinya, cekikikan bareng senior lainnya seolah menikmati penderitaan anak magang.

Deon tak kehilangan momentum. Dia memutar tubuh sedikit ke arah mereka, menyeringai lebar. Senyum yang begitu menjengkelkan sampai siapa pun yang melihatnya bakal gatal ingin menampar.

"Oke, Bang Bayu! Gue antar semua dokumen ini dengan penuh semangat!" katanya dengan suara yang sok berapi-api, seolah-olah dia baru saja mendapatkan promosi, bukan ditumpuki kerjaan tambahan.

Bayu menyipitkan mata, curiga. "Heh, lo nggak ngelawan?"

Deon menggeleng polos, ekspresinya seakan tanpa dosa. "Ngapain? Ini ‘kan tugas mulia! Bahkan, kalau perlu, gue bisa sekalian bikinin kopi buat lo, Bang!"

Sekarang Bayu dan gengnya saling pandang, tampak bingung. Mereka jelas nggak nyangka Deon bakal seceria ini. Seharusnya dia mengeluh, marah, atau minimal menggerutu. Tapi ini? Ini aneh.

Sementara itu, Gwen di belakangnya hanya menghela napas, namun Deon bisa melihat secercah kekaguman di matanya, walaupun hanya sekilas. Ya, dia tahu, Gwen nggak akan pernah terang-terangan mengakui kalau dia terkesan.

Saatnya Deon bermain.

Dengan langkah besar dan penuh percaya diri, dia mulai berjalan menuju lift. Tentu saja, naik tangga? Bukan pilihan. Seorang Deon tidak akan membiarkan dirinya tersiksa lebih dari yang diperlukan.

Begitu lift terbuka, dia masuk, berbalik dengan dramatis, lalu menatap Bayu yang masih berdiri di luar, ekspresinya setengah bingung, setengah kesal.

Deon mengedipkan sebelah mata dan berkata dengan nada penuh kemenangan, "Bang, lo pasti bangga punya anak magang sekeren gue."

Pintu lift menutup tepat sebelum Bayu sempat bereaksi.

Dan Deon? Dia ngakak sendirian.

Bersandar santai di dinding lift, dia menggoyang-goyangkan kakinya dengan cuek, menikmati momen kejayaannya.

Hari ini bakal seru, Pasti!

Dia menatap tumpukan map di tangannya dan menyeringai kecil.

Senior-senior itu pikir gue bakal nurut? Kasihan banget otaknya ketipu.

Tapi kemenangan kecilnya nggak bertahan lama. Baru saja dia hendak menikmati sensasi bebas dari tatapan mengintimidasi para senior, tiba-tiba lift berbunyi dan berhenti di salah satu lantai.

Pintu terbuka, dan seseorang masuk.

Gwen.

Deon menaikkan satu alis, separuh penasaran, separuh curiga. "Lo lagi? Lo ngikutin gue, ya?"

Gwen hanya menatapnya datar sambil menyandarkan tubuh di dinding lift, menyeruput kopi dengan santai. "Percaya diri banget, lo. Gue nggak sebegitu peduli sama lo."

Deon mendengus. "Tapi lo tetep aja muncul tiap gue lagi kena sial. Jangan-jangan lo peri pelindung gue yang punya sifat nyebelin."

Gwen terkekeh kecil. "Peri? Gue lebih suka dibilang iblis."

Deon memutar mata, lalu mengangkat tumpukan map di tangannya. "Oke, lo pinter. Lo kasih gue ide. Sekarang jelasin, gimana gue bisa beresin ini semua tanpa disiksa?"

Gwen melirik map-map itu dengan ekspresi malas, lalu menyeringai. "Gampang. Lo cuma butuh..."

Dia berhenti sebentar, menatap Deon dengan senyum licik yang membuat anak magang itu semakin tertarik.

"Keahlian akting dan sedikit keberanian buat ngeprank."

Deon menyipitkan mata, penasaran. "Gue suka arah pembicaraan ini."

Gwen melangkah lebih dekat, lalu berbisik di telinganya. "Dengerin baik-baik, bocah. Kalau lo mainin ini dengan benar, lo bukan cuma bisa kabur dari kerjaan, tapi juga bisa bikin senior lo kena batunya."

Deon menyeringai lebar, matanya berkilat dengan antusiasme yang tak terbendung. "Gue udah siap, terus gue harus gimana?"

Gwen menepuk pundaknya. "Gampang. Lo tinggal-"

Tapi sebelum Gwen sempat menyelesaikan kalimatnya, lift berbunyi lagi. Mereka berdua langsung diam.

Dan begitu pintu terbuka, ekspresi mereka langsung berubah drastis.

Karena yang berdiri di luar, menatap mereka dengan alis terangkat dan tangan terlipat di dada, bukan sembarang orang.

Bayu.

Dan dia tidak sendirian.

Di belakangnya, ada dua senior lain yang terkenal paling jahil di divisi mereka, dengan ekspresi yang nyaris menantang. Seolah-olah mereka baru saja memergoki konspirator yang hendak melakukan sesuatu yang mencurigakan.

Gwen dan Deon saling pandang dalam diam.

Sial.

Deon menelan ludah. Oke. Ini baru tantangan.

Gwen menyeringai tipis, nyaris tak terlihat. "Yah, bocah. Ini saatnya lo membuktikan keahlian akting lo."

Deon menarik napas panjang, lalu menyeringai.

"Santai. Gue punya rencana cadangan."

Tapi sebelum Deon sempat mengutarakan idenya, Gwen tiba-tiba melangkah keluar dari lift, melewati Bayu dan kedua senior lain dengan ekspresi netral seolah tak ada yang terjadi. Tanpa melihat ke belakang, dia hanya mengangkat satu tangan dan melambaikan jari ke arah Deon.

"Good luck, bocah. Ketemu juga lo akhirnya."

Pintu lift menutup, mengunci Deon dalam ruangan sempit bersama Bayu dan dua senior jahil itu.

Deon berkedip.

"Oh, brengsek."

Bayu menyeringai, melipat tangan di dada. "Jadi, maksud lo apa kayak begitu tadi? Nyerobot lift gue?!"

Deon berkedip lagi, otaknya bekerja cepat.

"Eh… gue gak ada maksud apa apa bang, sumpah! Lagian gue.. gue.. ahiya. Bang Bayu mau gue bikinin? Spesial! Pakai susu, gula… atau air mata anak magang?" ucapnya mengalihkan pembicaraan.

Salah satu senior tertawa, sementara Bayu menyipitkan mata.

"Lucu. Tapi gue lebih suka kopi yang lo bikin sambil jongkok seratus kali."

Deon menelan ludah.

Sial. Gwen harusnya nggak ninggalin dia sendiri.

Dia menatap langit-langit lift, berharap ada tombol teleportasi. "Ya Tuhan, kalau gue bisa kabur dari ini, janji gue nggak bakal pura-pura kerja lagi… selama seminggu."

Tapi Tuhan sepertinya lagi sibuk, karena alih-alih tombol teleportasi, yang ada hanya tombol darurat. Tetapi sayangnya, tombol tersebut tidak bisa digunakan untuk kabur dari senior-senior kejam.

Bayu melangkah lebih dekat, menatap Deon dengan seringai penuh kemenangan. "Jadi gimana, magang? Mau langsung mulai, atau perlu pemanasan dulu?"

Deon mengerjapkan mata cepat, otaknya berpacu mencari jalan keluar. Lalu, tiba-tiba, dia memasang ekspresi syok dan menatap Bayu seolah baru menyadari sesuatu yang sangat mengerikan.

"Bang… astaga… lo nggak denger kabarnya?"

Bayu mengernyit. "Apaan?"

Deon menarik napas dramatis, lalu menurunkan suaranya, seolah-olah dia hendak membisikkan rahasia negara. "Gue nggak tahu lo udah denger atau belum, tapi… ada cerita kalau lift ini… angker."

Kedua senior di belakang Bayu langsung saling pandang. Satu dari mereka menelan ludah.

Bayu mendengus. "Bullshit."

"Terserah lo percaya atau nggak, Bang." Deon mengangkat bahu, lalu melirik sekilas ke sudut lift dengan ekspresi seolah-olah dia melihat sesuatu. Matanya melebar, bibirnya sedikit bergetar.

Senior yang tadi ketawa langsung merapat ke rekannya. "Eh, tunggu, seriusan? Angker gimana maksud lo?"

Deon menundukkan kepala sedikit, lalu berbisik pelan, cukup untuk membuat suasana makin mencekam. "Katanya, kalau ada lebih dari empat orang di dalam, sering ada… penumpang tambahan."

Salah satu senior otomatis melirik ke refleksi di dinding lift.

Dan saat itulah, Deon menahan napas, menatap layar lantai dengan mata membesar, lalu…

Dia menjatuhkan salah satu map dengan ekspresi seolah-olah ada tangan tak terlihat yang merobeknya dari genggamannya.

Senior yang tadinya paling santai langsung loncat setengah meter. "ANJIR DEON JANGAN MACEM-MACEM!"

Deon memasang ekspresi horor yang terlatih, menggigit bibirnya. "Lo juga liat, kan?!"

Bayu tampak ragu. Dia menatap dua rekannya yang mulai tampak gelisah.

Sempurna. Ini saatnya.

Deon menahan napas, lalu berbisik dengan suara lirih yang hampir tidak terdengar.

"Jangan lihat ke cermin."

Senior yang tadi refleksnya paling cepat langsung mencet tombol lift terdekat. "GUE KELUAR! KELUAR!"

Begitu pintu terbuka, dua senior langsung kabur tanpa menoleh.

Bayu menghela napas panjang, lalu menatap Deon lama-lama.

Deon menyeringai kecil, mengangkat bahu. "Tugas magang bukan cuma soal kerja keras, Bang. Kadang, butuh… strategi."

Bayu menggeleng-geleng, lalu menepuk pundaknya. "Lo selamat kali ini, bocah. Tapi percaya sama gue… lo nggak bakal selalu seberuntung ini."

Deon menyeringai. "Mungkin nggak. Tapi hari ini? Gue menang."

Pintu lift menutup lagi, menyisakan Deon sendirian. Dia bersandar, menghela napas panjang, lalu ngakak.

Gwen bakal bangga banget sama dia.

Deon masih cekikikan ketika lift mulai bergerak lagi, tapi tiba-tiba lampunya kedap-kedip sebentar.

Dia langsung berhenti ketawa.

…Oke. Itu barusan cuma kebetulan, kan?

Tapi kemudian, speaker lift berbunyi dengan suara statis aneh, dan entah kenapa, udara di dalam jadi lebih dingin.

Deon menelan ludah.

"Haha… oke Tuhan, tadi gue cuma bercanda soal lift angker. Lo tahu gue nggak serius, kan?"

Tidak ada jawaban.

Tapi saat lift akhirnya berhenti di lantai tujuan, dan pintu terbuka perlahan…

Di depan sana, berdiri seseorang.

Seseorang yang seharusnya nggak mungkin ada di sana.

Mata Deon langsung membelalak.

"HOLY SH-"

1
🌻🍪"Galletita"🍪🌻
Ga nyesel banget deh kalo habisin waktu buat habisin baca cerita ini. Best decision ever!
Isabel Hernandez
ceritanya keren banget, thor! Aku jadi ketagihan!
Mycake
Mampir yukkk ke dalam cerita Deonall yang super duper plot twist 🤗🤗🤗
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!