“Aku sudah membelimu, jadi menurutlah. Patuhi semua keinginanku! Kau hanya budak di sini, tidak ada pilihan lain selain menuruti semua yang kukatakan!” Zico Archiven berkata pada seorang gadis cantik yang baru dibelinya dari tempat pelelangan.
Zico Archiven adalah seorang Tuan Muda generasi penerus dari keluarga Archiven di Italia. Dia adalah pebisnis sukses yang mempunyai beberapa usaha yang tersebar di seluruh dunia. Tak hanya jadi pebisnis sukses, dia juga menjabat sebagai ketua Mafia warisan dari sang Ayah yang sudah meninggalkannya lima tahun yang lalu.
Zico mempunyai kelainan aneh, dia tidak suka melihat wanita yang terlahir dari keluarga kaya raya. untuk itu dia mencari seorang budak untuk dijadikannya sebagai tempat pelampiasan hasr4tnya.
Bagaimana kelanjutan kisah Zico? Saat melihat gadis budaknya, Zico merasakan sesuatu yang beda. Dia seperti pernah melihat gadis tersebut. Siapakah gadis itu? Rahasia apa dibalik rasa penasarannya itu? Baca selengkapnya di sini, ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neoreul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 6 Calon tunangan
Pintu ruang kerja terbuka memperlihatkan Celine yang berdiri di ambang pintu. Gaun malamnya yang mewah tak mampu menutupi kegugupan saat melihat Zico. Wanita itu melangkah masuk sedikit tergesa-gesa menunjukkan ketidaksabaran yang terpendam.
"Zico," panggil Celine, nada suaranya sedikit manja dan bercampur dengan kekesalan. "Akhirnya kau pulang juga. Aku sudah bosan menunggumu! Mengapa kau pergi lama sekali?"
Celine berhenti sejenak, dia menarik napas dalam-dalam kemudian melanjutkan dengan nada yang lebih lembut. "Apa kau tidak merindukanku sama sekali?"
Zico mengangkat wajahnya, dia menatap Celine dengan tatapan datar tanpa ekspresi. Kehadiran wanita itu hanya membuatnya terbebani. Zico tidak mencintainya, pertunangan mereka hanyalah sebuah kesepakatan bisnis saja.
“Apa yang kau lakukan di sini, Celine. Aku sedang sibuk dan tidak ada waktu," kata Zico dingin.
“Selalau saja seperti itu! Aku ingin kau luangkan waktu sebentar saja untukku! Apa tidak boleh aku memintanya darimu?” tanya Celine, dia mendekati Zico.
"Aku sibuk, besok ada rapat yang cukup penting," jawab Zico. Suaranya terdengar dingin dan formal. Dia menghindari kontak mata dengan Celine.
Zico berusaha seprofesional mungkin mencoba untuk tidak menunjukkan ketidaknyamanannya. Celine melangkah mendekat dan menghentikan langkahnya beberapa sentimeter dari meja kerja Zico.
Wanita itu menatap Zico dengan tatapan yang sulit diartikan campuran antara harapan dan kekecewaan. "Rapat? Selalu saja rapat. Kau selalu mengutamakan pekerjaanmu daripada aku."
Zico menghela napas panjang, suara desahannya terdengar berat di tengah keheningan ruangan. Dia tahu bahwa penjelasan apapun tidak akan mampu menenangkan Celine.
"Lalu apa yang kau inginkan?" Zico bertanya, suaranya terdengar datar tanpa sedikitpun nada emosi.
Zico berusaha menjaga jarak. "Aku benar-benar tidak punya waktu, Celine."
Namun, Celine tidak menghiraukan penjelasan itu. Ia tetap berdiri di sana, menatap Zico dengan tatapan yang semakin intens. Keinginan di matanya tak akan membuatnya menyerah begitu saja.
Zico mencoba berbagai cara untuk mengusir Celine. Dia kembali ke pekerjaannya, menatap layar komputer dengan tatapan fokus dan berharap wanita itu akan mengerti dan pergi. Namun, Celine bergeming. Dia malah semakin mendekat, menunjukkan sikap manjanya yang selama ini Zico hindari.
Dengan gerakan yang tiba-tiba, Celine memeluk Zico dari belakang. Kedua tangannya dengan lembut membelai wajah tampan Zico. Jari-jarinya menyentuh kulit Zico dengan sentuhan yang begitu lembut.
Sikap manja Celine yang berlebihan itu, justru membuatnya semakin merasa terganggu. Zico merasakan ketidaknyamanan yang luar biasa.
"Zico ...." Celine berbisik di telinga Zico dengan suara lembut. Namun terasa berat di telinga Zico. "Jangan seperti ini ... Aku merindukanmu ...."
Tubuh Zico menegang dan membeku seketika. Sentuhan Celine yang inntim membangkitkan sesuatu di dalam dirinya. Sebuah reaksi fisik yang tak terkendali. Zico tak pernah membayangkan hal ini akan terjadi.
Celine dengan sengaja memanfaatkan situasi itu untuk memainkan perannya. Dia ingin memiliki Zico secara utuh tanpa peduli perasaan Zico yang sebenarnya.
Zico membiarkan Celine menjamahi tubuhnya untuk beberapa saat. Dia terpaku, tak mampu bereaksi. Pikirannya kacau dengan perasaan yang campur aduk. Tangan Celine dengan berani membuka k4ncing kemeja Zico.
Sentuhannya begitu berani tanpa ragu-ragu. Kulit Zico terasa terbakar saat bibir Celine mendarat di lehernya. Ciuman lembut yang terasa begitu panas. Celine benar-benar sudah berg4irah, ia tak mampu lagi menahan desakan n4fsunya.
"Zico bolehkah aku ...?" tanyanya dengan sorot mata penuh harap. Dengan gerakan yang cepat dan penuh percaya diri, Celine berjongkok di samping Zico.
Tangannya bergerak dengan berani ke arah ikat pinggang Zico, jari-jarinya menyentuh kulit Zico dengan sentuhan yang menggoda. Ia tak peduli dengan perasaan Zico. Dia hanya ingin memuaskan nafsunya.
Zico terdiam, dia sengaja membiarkan Celine melakukannya. Dia tahu ke mana arah tujuan tangan lentik itu. "Kau bekerjalah sendiri, aku masih belum ingin melakukannya denganmu. Jadi, tahu diri itu lebih penting.”
Jantung Celine berdebar kencang saat izin dari Zico didapatkannya. Sensasi menegangkan sekaligus menjalari tubuhnya. Dengan tangan sedikit gemetarnya jemarinya menemukan resleting celana Zico. Perlahan Celine memperlihatkan isinya.
Tidak ada ragu-ragu lagi, Celine segera melakukan kesempatannya. Dia ingin mengambil hati Zico lewat sentuhan itu. Zico mulai merasakan sebuah kenikmatan saat aset miliknya masuk ke dalam mulut Celine.
Kemudian senyum tipis terukir di bibir Zico. Senyum yang menandakan jika Zico sedang menikmati permainan itu. Celine merasa bangga dan sangat senang. Dia merasakannya dari cara Zico memegang dirinya, dan dari perubahan halus dalam napasnya.
Zico merasakan kenikmatan itu dengan membayangkan saat bercinta denga Aurora. Sensasi itu membuat g4irah Zico membuncah. Dia mencengkram kuat rambut Celine yang terkoyak karena kepalanya naik turun.
"Celine, lebih cepat lagi ...." Zico bergumam dengan suaranya yang berat.
Celine tak menjawab, tetapi merespon permintaan Zico. Dia mempercepat gerakannya hingga membuat Zico mengerang merasakan kenikmatan. Hingga beberapa menit kemudian, Zico mengeluarkan hasr4tnya ke dalam mulut Celine.
Napas Celine terengah, dia berdiri dan menyeka mulutnya dengan tisu. Zico membenarkan celananya. Kemudian, Celine duduk di pangkuan Zico.
“Kapan aku bisa memilikimu seutuhnya, Zico. Aku ingin merasakan sentuhanmu juga!” Celine bertanya menginginkan jawaban.
Sementara itu, Zico masih dalam mode enggan menjawab. Dia merespon secara malas. “Apa kau sangat menginginkan aku menyentuhmu?”
“Ya, aku ingin sekali berada di bawah tubuhmu!” jawab Celine. Dia ingin mencium bibir Zico, tapi tidak bisa.
Zico tidak ingin dicium oleh sembarang orang. “Kalau kau menginginkan sesuatu dariku. Bekerjalah dengan baik sampai aku mendapatkan bukti kerja kerasmu. Kau pasti tahu aku suka sesuatu yang bersifat timbal balik.”
Celine cemberut, dia kesal karena Zico masih menganggapnya sebagai orang lain.“Oke, aku akan bekerja dengan keras. Aku harap kau menepati janji itu.”
“Ya, aku akan melihat hasilmu. Sekarang pergilah, aku sedang sibuk. Aku ingin melanjutkan pekerjaan,” ujar Zico kembali ke setelan awal.
Celine bangun dari pangkuan Zico. Wanita itu pergi dengan perasaan kesal. Zico yang mengetahui itu pun hanya diam. Dia berharap Celine menyerah dan tidak lagi mengganggunya.
Saat kembali bekerja, Sean teringat tentang Aurora. Dia membayangkan sensasi bercintanya kemarin.
“Shiitt, mengapa aku teringat dengan gadis itu? Dia sudah sadar belum, ya?" Zico bertanya dalam hati sehingga membuat terus kepikiran.
“Ahhh, lebih baik aku ke paviliun sekarang. Bisa-bisanya aku tidak bisa tenang karena gadis itu.” Zico beranjak dari tempatnya. Dia ingin menemui Aurora.
Zico mengambil remot mobil dan berjalan menuju ke garasi. Dia tidak diantar oleh Fedric karena asistennya itu belum pulang. Mengenai Aurora, Zico sudah berniat untuk terus menyembunyikan keberadaannya. Orang lain tidak boleh tahu tentang Aurora.
Sesampainya di paviliun, Zico segera masuk ke dalam. Bangunan besar dengan interior jaman kuno itu tidak banyak yang tahu. Zico naik ke atas menuju ke kamar Aurora.
Sesampainya di kamar, pria itu melihat Aurora yang sedang tertidur pulas. Pria itu membuka jasnya, kemudian menuju ke ranjang.
“Wajahnya masih pucat, apa dia masih kesakitan?” tanya Zico dalam hati. Zico terdiam, muncul sesuatu dalam pikirannya.
Zico menyingkap piyama tidur Aurora. Lalu, dia mencari sesuatu yang ada di sana. Pria itu penasaran, apa benar kesakitan Aurora berasal dari bagian itu yang bengkak?
“Ternyata bengkak itu tidak bohong! Baiklah, kau kuberikan istirahat kali ini gadis lemah,” kata Zico, dia ikut merebahkan diri di samping Aurora. Dia memeluknya dari samping. “Kau membuatku nyaman, entah apa yang terjadi?”