Marina, wanita dewasa yang usianya menjelang 50 tahun. Telah mengabdikan seluruh hidupnya untuk keluarganya. Demi kesuksesan suami serta kedua anaknya, Marina rela mengorbankan impiannya menjadi penulis, dan fokus menjadi ibu rumah tangga selama 32 tahun pernikahannya dengan Johan.
Tapi ternyata, pengorbanannya tak cukup berarti di mata suami dan anak-anaknya. Marina hanya dianggap wanita tak berguna, karena ia tak pernah menjadi wanita karir.
Anak-anaknya hanya menganggap dirinya sebagai tempat untuk mendapatkan pertolongan secara cuma-cuma.
Suatu waktu, Marina tanpa sengaja memergoki Johan bersama seorang wanita di dalam mobilnya, belakangan Marina menyadari bahwa wanita itu bukanlah teman biasa, melainkan madunya sendiri!
Akankah Marina mempertahankan pernikahannya dengan Johan?
Ini adalah waktunya Marina untuk bangkit dan mengejar kembali mimpinya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#22
#22
Malam harinya di rumah peristirahatan Tuan Gusman, tak biasanya pria itu datang ke tempat tersebut di hari kerja, tapi hari ini adalah hari peringatan meninggalnya almarhumah istrinya, jadi ia datang kendati bukan weekend.
Dan pelayan di rumah itu cukup kaget, karena ia tak menyangka sang tuan akan datang malam itu. Maka ia bergegas masak dengan lauk seadanya, itu pun tak masalah karena tuan Gusman selalu makan dengan porsi kecil.
Usai mandi dan membersihkan diri, tuan Gusman duduk di meja makan. “Maaf, Tuan, ini hanya menu seadanya, nasi merah, sambal, lalap, dan pepes ayam. Menu makan para pekerja sore tadi.” Dengan wajah mengkerut ketakutan, pelayan tersebut menyebutkan menu yang terhidang di meja makan.
Tuan Gusman tersenyum, namun pelayang tersebut tak menyadarinya. Wanita itu sudah ketakutan setengah mati, karana menyajikan menu sisa makan malam para pekerja, alih-alih memasak menu baru.
“Tidak apa-apa, terima kasih,” ucap tuan Gusman. Pria itu tak pernah protes dengan menu makannya, karena sejak istrinya meninggal, makanan apapun terasa hambar di lidahnya, jadi ia makan hanya sekedar untuk menyambung hidup.
“Agung, Kamu tidak makan?” tanya tuan Gusman ketika melihat asistennya mendatangi dapur untuk mengambil air minum.
“Silahkan, Tuan duluan, nanti Saya minta makan di dapur umum,” jawab Agung.
“Makan saja denganku, Aku bosan makan sendiri.” Tuan Gusman mulai menuang nasi serta lauk, dan pendamping lain ke piringnya, tak ada yang menemaninya makan, atau sekedar menuangkan nasi selain Almarhum istrinya. Karena kehormatan tersebut hanya almarhumah Anna yang boleh melakukannya, selain wanita itu, tuan Gusman tak memperbolehkan siapapun melakukan hal itu untuknya.
Tanpa banyak berkata, Agung pun mengambil piring untuk dirinya sendiri, sepertinya sang tuan sedang sangat kesepian, dan jenuh dengan kesehariannya tanpa pendamping serta anak-anak yang meramaikan hidupnya.
Sesaat sebelum mulai makan, pandangan Agung tertuju pada tuan Gusman, yang tampak mengunyah pelan makanannya, kedua mata pria itu terpejam seolah menghayati apa yang kini tengah ia nikmati.
“Tuan, Anda baik-baik saja?” tanya Agung.
“Hmm … “ jawab tuan Gusman tanpa mengatakan apa-apa, kembali ia menambahkan sambal ke piringnya, bahkan dalam jumlah yang cukup banyak.
Agung mulai makan, namun ketika hendak menyendok sambal, tuan Gusman mulai berulah, pria itu menjauhkan mangkuk berisi sambal agar Agung tak dapat meraihnya. “Tuan. tolong sambalnya,” pinta Agung, seperti sedang makan bersama temannya.
“Makan saja yang ada dihadapanmu, begitu sunnahnya.” Agung menatap miris mentimun, selada air dan tomat di hadapannya.
“Tapi makan lalapan harus pakai sambal, Tuan.” Agung mulai protes.
Tapi tuan Gusman justru semakin enggan memberikan sambal tersebut pada Agung, “Makan sayur baik untuk kesehatan, membuatmu tetap awet muda, dan membuatmu terhindar dari penyakit darah tinggi.”
Agung mulai kehabisan kesabaran, jika lalapan dimakan dengan benar memang efeknya lebih menyehatkan badan. Tapi justru kelakuan atasannya yang membuat penyakit darah tinggi mudah datang dan gak mau pergi.
“Ya memang Saya kambing, makan daun tanpa sambal.” Agung hanya bisa menggerutu. “Lagi pula Saya memang masih muda, beda dengan tuan yang … “ Agung tak berani melanjutkan kalimatnya karena tuan Gusman sudah menatapnya dengan pandangan dingin.
“Apa? Kenapa diam, ayo lanjutkan! Kamu mau bilang Aku pria tua pemarah?”
Agung mulai salah tingkah, namun pria itu tak mudah kehabisan kata-kata. “Tidak, bukan pria tua pemarah, tapi pria tua yang kelakuannya kayak balita …”
Tuan Gusman mendelik, “Apa Kamu bilang?” tanya tuan Gusman, entah apa yang ada di pikirannya usai mendengar celetukkan Agung, tapi Agung segera angkat piring dan pergi, lebih baik ia ke dapur umum dan makan di sana.
“Mau kemana, Kamu?”
“Minta sambal ke dapur umum.”
Tuan Gusman tak marah, karena menggoda Agung bisa jadi hiburan tersendiri bagi dirinya yang kesepian. Tapi sesungguhnya ia tengah terpukau dengan rasa sambal yang baru saja ia nikmati, entah siapa yang membuatnya, terasa begitu lezat hingga rasanya ia tak ingin berbagi dengan siapapun, termasuk Agung sekalipun.
***
Hatciihh!!
Hatciihh!!
Marina bersin beberapa kali usai Farida memulas bedak tabur dan blush on, agar wajah Marina terlihat lebih cerah merona. “Diam dulu kenapa sih, Aku sedang menjepit bulu matamu.”
“Tapi debu-debu ini membuat hidungku gatal,” protes Marina, seraya mengusap hidungnya yang sedikit beair.
“Jangan dihapus!” pekik Farida.
“Nggak kok, ini cuma membersihkan hidungku yang berair.
“Haiiissh dasar tukang sambal, kena serbuk bedak aja bersin,” omel Farida, sebagai orang yang ikut sakit hati karena suami marina tergoda wanita yang dulu merusak rumah tangganya, maka kini Farida seolah ingin membalaskan sakit hatinya melalui Marina.
Tapi Marina tak tersinggung mendengar ucapan Farida, karena memang demikian adanya, Farida hanya ingin membantu Marina agar berpenampilan menarik di sidang mediasinya hari ini.
“Nah sudah selesai, pakai gaun yang tadi kusiapkan, gaun itu lebih pantas Kamu pakai daripada Aku yang membelinya.”
“Kalau begitu aku pakai pakaianku sendiri,” pungkas Marina.
“Jangaaaaannn!! Kamu harus tampil cantik hari ini, jangan coba-coba memakai pakaianmu yang sudah tak jelas warnanya itu,” larang Farida.
“Kenapa, yang penting itu pakaian bersih, dan cukup sopan.”
“Kalau Kamu menunjukkan penampilan lamamu pada Johan, semakin pria durjana itu bahagia tanpa beban dengan perceraian Kalian.” Farida menyodorkan gaun berwarna biru laut pada Marina, gaun sederhana tapi tampak memukau jika Marina yang mengenakannya.
“Begitukah?” Tanya Marina, wanita itu benar-benar polos, karena itulah ia mudah dibodohi oleh Johan.
“Kamu ingin Johan menyesal karena menceraikanmu, bukan?” tanya Farida, yang dibenarkan oleh Marina dengan anggukan.
“Ini adalah langkah pertama, kamu tak boleh menunjukkan penampilanmu yang menyedihkan. Kamu harus cantik, menarik, tapi tak mudah tergoda sejumput rupiah yang tak seberapa.” Farida terus menyemangati.
Dan benar saja, kata-kata dan semua kalimat penyemangat itu teus Marina ingat dan akan ia terapkan nanti di sidang mediasi.
Tapi setibanya di pengadilan, bukan Johan yang ia temui, melainkan Diana yang menatapnya dengan tatapan penuh kemarahan.
“Diana,” gumam Marina dengan suara nyaris tak terdengar.
Bukannya menanyakan kabar Marina, Diana justru berpaling muka, rupanya ia telah terhasut dengan perkataan Johan, tanpa mau bertanya secara langsung pada Marina. “Mama sudah berubah,” desisnya tanpa menatap sedikitpun ke arah Marina.
“Apa maksudmu?” Tanya Marina pada putri sulung yang ia lahirkan, rawat, dan lindungi dengan sepenuh hati.
“Penampilan Mama, apa karena ini, Mama jadi marah pada Papa, lalu menggugat cerai?” Seperti biasa, Kalimat Diana selalu penuh dengan tudingan dan prasangka pada Marina.
Walau ucapan Diana terdengar menyakitkan, tapi Marina berusaha menahan air matanya, ia tak ingin terlihat lemah di depan siapapun, termasuk Diana, seperti pesan Farida.
“Sayang sekali, karena bukan itu penyebab utama Mama menggugat cerai,” jawab Marina.
“Nggak usah bohong, Ma! Papa sudah menceritakan semuanya padaku.”
bawang jahatna ya si Sonia
aku ngakak bukan cuma senyum2
itu bapak Gusman kira kira puber keberapa ya🤣🤣🤣