NovelToon NovelToon
Perfect Love Revenge

Perfect Love Revenge

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Mengubah Takdir
Popularitas:12.4k
Nilai: 5
Nama Author: Maple_Latte

Sinopsis

Rania, seorang gadis desa yang lembut, harus menanggung getirnya hidup ketika Karmin, suami dari tantenya, berulang kali mencoba merenggut kehormatannya. Belum selesai dari satu penderitaan, nasib kembali mempermainkannya. Karmin yang tenggelam dalam utang menjadikan Rania sebagai pelunasan, menyerahkannya kepada Albert, pemilik sebuah klub malam terkenal karena kelamnya.

Di tempat itu, Rania dipaksa menerima kenyataan pahit, ia dijadikan “barang dagangan” untuk memuaskan para pelanggan Albert. Diberi obat hingga tak sadarkan diri, Dania terbangun hanya untuk menemukan bahwa kesuciannya telah hilang di tangan seorang pria asing.

Dalam keputusasaan dan air mata yang terus mengalir, Rania memohon kepada pria itu, satu-satunya orang yang mungkin memberinya harapan, agar mau membawanya pergi dari neraka yang disebut klub malam tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maple_Latte, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab: 5

Rania terbangun pagi-pagi sekali, jauh sebelum matahari sepenuhnya muncul. Keheningan vila terasa berat, hanya ditemani suara AC yang berbisik. Ia berjalan ke dapur yang berkilauan, membuka pintu kulkas stainless steel besar. Harapannya untuk menemukan bahan sarapan langsung pupus. Kulkas itu kosong, hanya berisi botol-botol air mineral mahal dan kebekuan.

“Tidak ada apa-apa,” gumam Rania, nada kecewa tak terhindarkan.

Ia menarik kursi tinggi dan duduk, merenung. Dengan kemewahan rumah ini, seharusnya ia bisa menyajikan sesuatu yang pantas. Matanya lalu menangkap toples kopi premium. Kopi. Setidaknya ia bisa menyiapkan minuman untuk Airon, dan secangkir untuk dirinya sendiri.

Tak lama kemudian, Airon muncul, menuruni tangga. Ia sudah mengenakan setelan jas semi-formal, rapi, dengan aura kekuasaan yang dingin dan tak tersentuh.

“Selamat pagi, Tuan Airon,” sapa Rania dengan suara yang hati-hati.

“Mmm…” Hanya gumaman singkat yang menjadi balasan Airon. Ia tampak tak tertarik, fokusnya langsung tertuju pada ponsel di tangannya.

Rania meletakkan secangkir kopi hitam yang mengepul di meja coffee table di depan Airon. Aroma kafein yang kuat menyebar.

“Tadi saya ingin membuat sarapan, Tuan, tapi tidak ada bahan yang bisa saya masak,” Rania memberitahu, berharap ia tidak dianggap lalai.

Airon tidak memberikan respons verbal. Ia terus sibuk dengan layar ponselnya, mengabaikan kehadiran Rania.

“Ambilkan saya map kuning di atas meja kerja saya,” perintahnya, suaranya dingin dan bernada memerintah, tanpa mengangkat kepala.

Rania segera beranjak. Ia menaiki tangga spiral menuju ruang kerja di lantai dua, jantungnya berdegup karena terburu-buru. Setelah menemukan map tebal berwarna kuning, ia bergegas kembali turun, takut membuat Airon menunggu.

“Ini kali, ya, map-nya,” bisik Rania pada dirinya sendiri.

Namun, saat ia bergerak mendekati meja sofa, bencana datang secepat kilat.

Saat Rania mengulurkan map itu ke permukaan meja, tangannya yang gemetar karena tergesa tak sengaja menyenggol cangkir kopi Airon.

Klang!

Cairan hitam panas itu tumpah dengan deras, membentuk genangan cokelat pekat di atas karpet Persia yang mahal. Beberapa tetes panas bahkan memercik ke sepatu kulit Airon.

Keheningan seketika menyelimuti ruang tamu, lebih menakutkan daripada suara dentuman. Airon mengangkat wajahnya. Matanya yang tajam kini memancarkan api kemarahan. Ekspresinya mengeras menjadi topeng murka.

“Kamu sengaja menumpahkan kopi panas itu ke saya?!” Suara Airon rendah, namun mengandung getaran ancaman yang mematikan.

Rania tersentak mundur, tubuhnya gemetar hebat. Ia merasakan ketakutan yang mencekik. “Tidak, Tuan. Saya tidak sengaja. Saya benar-benar tidak sengaja, Tuan,” ucap Rania, suaranya tercekat dan hampir menangis.

Airon memejamkan mata erat, urat lehernya menegang. Ia sedang memaksa dirinya menahan ledakan amarah. Kejadian sekecil ini tidak boleh merusak mood yang harus ia bawa ke perusahaan.

“Bersihkan lantainya,” perintah Airon. Nadanya kini dipaksakan rendah, dikendalikan.

“Baik, Tuan,” sahut Rania cepat. Ia bergegas mengambil lap, berlutut di lantai yang kotor, membersihkan tumpahan dengan tangan gemetar.

Tanpa mengeluarkan kata perpisahan, Airon berbalik dan melangkah keluar, menuju kantornya.

Rania berhenti membersihkan, menatap punggung Airon yang menghilang. Perasaan bersalah yang luar biasa menusuk hatinya. Ia merasa dirinya sangat buruk, telah membuat Tuan yang memberinya tempat berlindung ini marah. Ia menyalahkan kecerobohannya.

Air matanya yang sedari tadi ia tahan kini tumpah, membasahi pipinya yang kotor.

Porsche Panamera Airon berhenti di depan menara perkantoran miliknya.

“Selamat pagi, Tuan Airon,” sapa Ergan, Asisten Pribadinya, yang sudah menanti.

“Pagi,” jawab Airon, ekspresinya tetap dingin.

Ergan mencium aura negatif. “Sepertinya pagi ini terjadi sesuatu yang tak menyenangkan,” katanya dengan hati-hati.

Airon tidak menggubris. Ia melangkah masuk ke dalam lobi perusahaannya, aura Bos Berdarah Dingin yang legendaris itu memaksa setiap karyawan menundukkan kepala.

“Tampaknya mood-nya memang buruk hari ini,” gumam Ergan, terpaksa berlari kecil mengikuti langkah panjang Airon.

“Selamat pagi, Pak,” sapa para pegawai. Airon hanya membalas dengan tatapan dingin, membuat mereka semakin menunduk takut.

“Apa hari ini ada meeting?” tanya Airon saat mereka memasuki lift pribadi.

“Pukul sepuluh, Anda harus bertemu dengan Pak Taufik untuk memperpanjang kontrak kerja sama kita,” lapor Ergan.

“Ada lagi?”

“Pukul dua, Anda ada janji dengan Nona Sintya.”

Mendengar nama Sintya, Airon menghentikan langkahnya yang hampir keluar dari lift.

“Batalkan,” ucapnya singkat, tanpa keraguan.

Ergan menghela napas pasrah. “Saya rasa itu pilihan yang kurang baik, Tuan. Nona Sintya pasti akan marah jika Anda membatalkannya untuk yang ketiga kalinya.”

“Jika dia bertanya, berikan dia alasan yang masuk akal,” Airon kembali melangkah, otoritasnya tak terbantahkan.

“Tuan, saya rasa itu bukan sesuatu yang baik,” ujar Ergan, mencoba membujuk.

“Jika itu bukan sesuatu yang baik, maka jadikan dia sesuatu yang baik,” balas Airon tajam. Ia terlalu jijik memikirkan Sintya, wanita yang ia anggap parasit.

Di sebuah kafe mewah, Ergan sudah berhadapan dengan Sintya yang mengenakan gaun desainer.

“Mana Airon?” tanya Sintya, nadanya sudah menuntut.

“Tuan Airon ada urusan mendadak yang tak bisa dibatalkan, Nona,” bohong Ergan dengan wajah datar.

“Urusan mendadak?! Apa urusan itu lebih penting daripada aku?!” Lengkingan Sintya menarik perhatian. Ia meletakkan cangkir tehnya dengan kasar. “Ini sudah yang ketiga kalinya Airon melakukan ini padaku!”

Ergan siap menghadapi drama.

“Arkkkk…!!!!” Sintya menjerit nyaring, tidak peduli dengan pandangan orang-orang.

Ergan hanya memasang wajah datar, terbiasa dengan histeria wanita itu.

Setelah menyelesaikan tugasnya, Ergan bergegas kembali. Di luar dugaannya, Airon sudah menunggunya di mobil.

“Tuan seharusnya menemui Sintya,” ujar Ergan saat duduk di kursi kemudi.

“Menemui perempuan gila itu? Aku tidak segila itu,” ucap Airon, matanya masih terpaku pada ponselnya.

Ergan menoleh ke belakang. Ia heran melihat Airon begitu serius menatap layar ponsel, hal yang sangat jarang ia lakukan. Entah apa yang sedang menarik perhatian bosnya.

“Apa kita akan ke kantor lagi, Tuan?”

“Tidak, aku akan langsung pulang.”

“Baik, Tuan.”

Ergan baru saja bersiap menyetir, ketika Airon sudah membuka pintu mobil.

“Turun,” ucap Airon.

“Ada apa, Tuan?” tanya Ergan bingung.

“Ini. Naik taksi,” Airon menyodorkan lima lembar uang seratus ribuan. Lalu, ia segera mengambil alih kursi kemudi.

“Tapi, Tu....” Belum sempat Ergan menyelesaikan kalimatnya, Airon sudah melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, meninggalkan Ergan yang berdiri terpaku.

“Lumayan untuk seminggu,” gumam Ergan, tersenyum sambil menghitung uang di tangannya.

Mobil Porsche Panamera yang kini dikemudikan sendiri oleh Airon melaju secepat kilat. Ia tidak bisa menunggu lagi. Perasaan mendesak yang aneh menariknya kembali ke vila.

Mobil itu berhenti mendadak di depan rumah.

Airon membuka pintu dan bergegas masuk. Ia langsung menuju kamar Rania.

“Rania, buka pintunya!” teriak Airon, menggedor pintu kamar mandi yang terkunci.

“Rania!” Teriakannya penuh kemarahan karena tidak ada jawaban.

“Rania, kamu tuli, ya?! Saya bilang buka pintunya!” Airon semakin murka. Ia tidak peduli jika gadis itu sedang membersihkan diri atau menangis.

“Rania…!!!!” Suara Airon menggelegar, menuntut kepatuhan segera. Ia ingin Rania, dan ia menginginkannya sekarang.

1
Dew666
💎💎💎💎💎
Bintang Nabila
bagus sih ini. kita kayak nonton drama, aku bisa bayangin adengannya. untuk author keren sih
Lingga Ganesa
mantappuuuuuu thorrrrrrr
Ririn Wati
Good novel thor
Syifa Nabila
Keren sih ini
Bestreetg
karya author is the best
Lela Alela
🥳🥳🥳🥳🥳🥳
Delisa
Bagus banget jalan ceritanya kak author
Delisa
Bagus banget jalan ceritanya kak author
partini
ya kalau dah merasa kamu sebagai asisten ya harus menjaga dong ,be smart don't be stupid lah Edgar
masa tangan kanan ga punya rencana 🤦🤦
Ariany Sudjana
apapun yang terjadi Rania, tetap percaya sama Airon, apalagi sudah ada calon pelakor hadir di kantor
Ariany Sudjana
puji Tuhan, hubungan Rania dan Airon sudah lebih baik dan mereka saling mencintai 😄
partini
ko sama Thor
Ariany Sudjana
ini gimana sih penulisnya, bab 21 dan 22, kok sama isinya? hanya sedikit beda di akhir
Ariany Sudjana
semoga Rania tetap sabar yah mendampingi Airon, apalagi sekarang pelakor murahan sudah muncul, pasti akan selalu meneror Riana
Ariany Sudjana
foto itu foto masa kecil Airon dan Rania yah?
partini
ini Casanova patah hati karena wanita weleh 😂😂😂😂
partini
apa Arion Suka lobang sana sini yah 🙄agak lupa TK kira dia frustasi Karnena di tinggal cewenya
partini
pawangnya di temukan kuntinya berdatangan 😂😂😂
Mayya
Best sih menurut aku
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!