⚠️ sebelum baca cerita ini wajib baca Pengantin Brutal ok⚠️
Setelah kematian Kayla dan Revan, Aluna tumbuh dalam kasih sayang Romi dan Anya - pasangan yang menjaga dirinya seperti anak sendiri.
Namun di balik kehidupan mewah dan kasih berlimpah, Aluna Kayara Pradana dikenal dingin, judes, dan nyaris tak punya empati.
Wajahnya selalu datar. Senyumnya langka. Tak ada yang tahu apa yang sesungguhnya disimpannya di hati.
Setiap tahun, di hari ulang tahunnya, Aluna selalu menerima tiga surat dari mendiang ibunya, Kayla.
Surat-surat itu berisi kenangan, pengakuan, dan cinta seorang ibu kepada anak yang tak sempat ia lihat tumbuh dewasa.
Aluna selalu tertawa setiap membacanya... sampai tiba di surat ke-100.
Senyum itu hilang.
Dan sejak hari itu - hidup Aluna tak lagi sama.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim elly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
chapter 18
“Thanks udah nungguin gue,” ucap Aluna sambil melirik jalanan pura-pura cuek.
“Hari ini gue beruntung banget,” ucap Ray dengan suara bergetar bahagia.
“Apaan sih, Ray?” Aluna menahan senyum.
“Gue balik dulu ya... mau guling-guling di kasur saking bahagianya,” ucap Ray sambil bercanda.
“Oh my god,” ucap Aluna sambil menepuk dada Ray.
“Akh... kena ke hati gue tuh,” jawab Ray dengan senyum konyol tapi tulus.
“Udah ah, pulang sana,” kata Aluna sambil menunduk malu.
“Ok, gue balik. Byee,” ucap Ray sambil melambaikan tangan, berbalik dengan senyum paling bahagia di dunia.
Setelah Ray pulang Aluna masuk ke kamarnya sambil rebahan menatap langit-langit.
“Gila... si Baskara kenceng banget nyekiknya,” gumamnya sambil memegangi leher. Ia tersenyum tipis lalu memejamkan mata. "Kena lo dalam permainan gue."
Keesokan harinya.
Ruang BK kembali jadi medan perang. Suasana panas, tegang, dan penuh tatapan sinis.
Aluna duduk di kursi, kaki disilangkan, wajahnya datar tanpa ekspresi. Baskara berdiri di seberangnya, wajahnya tegang, penuh rasa bersalah.
“Al... damai ya,” ucap Baskara memohon.
Aluna hanya melirik sekilas, lalu menatap kuku jarinya, dingin.
“Aluna, maafkan Baskara, ya. Dia cuma ceroboh,” ucap Reno, mencoba tenang.
“Saya hampir mati, Om.” ucap Aluna dengan nada datar tapi tajam seperti pisau.
“Tapi lo yang neken tangan gue biar makin kuat nyekik lo!” teriak Baskara tiba-tiba.
“Iyakah? Masa,” jawab Aluna santai, menatapnya malas.
Reno menghela napas, frustrasi. Anak gue ngapain sih sampe begini...gumamnya dalam hati.
“Tunggu Papa aku,” ucap Aluna pelan, tapi penuh tekanan.
Bu Asri dan Pak Dion masuk, wajah mereka panik."maaf kan kami Aluna ya, jangan keluar kan kami."
“Ibu sama Bapak di mana saat makhluk ini masuk kamar saya?” tanya Aluna datar, menatap keduanya tanpa kedip.
“Kami... lagi ngobrol,” jawab Bu Asri ragu.
“Harusnya ibu itu cek murid satu-satu, bukan ngobrol,” balas Aluna ketus.
“Maafkan kami, ya, Aluna,” ucap Bu Asri pelan.
Pintu terbuka. Axel masuk, wajahnya dingin tapi berwibawa.
“Udah kumpul?” suaranya dalam, tenang, tapi tajam.
Reno menoleh, tertegun. “Axel...” ucapnya lirih.
Axel pun menatap balik, sama terkejutnya. “Reno...”
Aluna memicingkan mata. “Siapa dia, Pah?”
Axel menghela napas panjang. “Dia teman ibu kamu.”
“Ouh...” jawab Aluna datar, tapi sorot matanya tajam ke arah Reno.
Rapat pun dimulai semua nya tegang kecuali Aluna yang nampak santai menatap Baskara dengan senyum tipis nampak kepuasan dalam hatinya menghajar laki laki yang ia anggap terlalu berani padanya.
Baskara menunduk. “Saya dituduh bawa rokok, Pak. Tapi saya nggak ngerokok.”
“Terus?” tanya Pak Asep.
“Saya emosi. Saya pikir Aluna dan teman-temannya yang ngerjain saya. Saya datangi kamarnya, terus... saya ngobrol sama dia tapi dia mancing emosi saya terus pak saya emosi trus saya cekik dia pelan tapi dia malah neken tangan saya agar nyekik dia lebih kenceng,” ucap Baskara lirih.
Axel tak tahan mendengar ocehan Baskara ia berdiri dan-
Bugh!
mengejutkan semua orang. Axel memukul wajah Baskara dengan keras.
Reno langsung berdiri, menahan amarah. “Hey! Anak gue—”
“Lo sama anak lo sama aja. Biang kerok!” bentak Axel.
Reno terdiam. Rasa malu dan dendam bercampur di wajahnya.
“Saya mau anak ini dikeluarkan,” ucap Axel dingin, tegas.
Baskara kaget sambil menegang pipinya yang panas dan perih.
Reno menelan ludah. “Maafin anak gue, Xel...” suaranya nyaris tak terdengar, ia terpaksa menahan malu karna sekolah tanggung untuk keluar.
Axel menatapnya lama. “Anak lo hampir bunuh anak gue. Lo cuma minta maaf? Harusnya gue laporin polisi. Tapi- Aluna yang cegah gue.”
Semua mata tertuju pada Aluna.
“Papa stop. Jangan marah. Aku nggak mau Papa sakit,” ucap Aluna, tenang tapi lirih.
Axel menatapnya, napasnya berat. Ia akhirnya duduk dengan tenang.
“Ok, aku maafin,” ucap Aluna tiba-tiba.
“Apa? Sayang kok...” Axel menatapnya bingung.
“Gak apa-apa, Pah. Aku maafin mereka. Termasuk guru-guru yang... nggak becus kerja,” ucap Aluna dingin.
“Jadi damai, ya?” tanya Pak Asep lega.
“Ada syaratnya, Pak,” jawab Aluna pelan.
“Apa itu?”
“Pindahin Baskara ke kelas aku,” ucap Aluna sambil melipat tangan di dada.
Suasana langsung hening.
“Apa? Nggak bisa, Aluna. Kelas kamu penuh, dan Baskara beda gelombang,” jawab Pak Asep cepat.
“Aku mau begitu, Pak. Titik,” ucap Aluna tenang, lalu berdiri. “Udah ya, ada kelas Matematika.”
Axel menarik lengannya sebelum keluar. “Jangan terlalu keras, ya. Papa nggak nuntut kamu jadi juara. Cukup jadi kamu aja.”
Aluna tersenyum tipis. “Ok, Pah.”
Ia melangkah pergi, meninggalkan ruangan yang penuh keheningan dan tatapan bersilang.
Bersambung...
Di bab berikutnya Aluna dan gengnya makin menjadi gaes pantengin terus ya jangan lupa like, komen dan vote terus bintang nya ya plisss 😅😅🙏🏻🙏🏻
tapi ruwetan baskara aluna🤣
tapi aku suka ama anaknya🤣