NovelToon NovelToon
BANGKITNYA GADIS YANG TERTINDAS

BANGKITNYA GADIS YANG TERTINDAS

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Mengubah Takdir
Popularitas:99
Nilai: 5
Nama Author: Sagitarius-74

Gadis, sejak kecil hidup dalam bayang-bayang kesengsaraan di rumah keluarga angkatnya yang kaya. Dia dianggap sebagai anak pembawa sial dan diperlakukan tak lebih dari seorang pembantu. Puncaknya, ia dijebak dan difitnah atas pencurian uang yang tidak pernah ia lakukan oleh Elena dan ibu angkatnya, Nyonya Isabella. Gadis tak hanya kehilangan nama baiknya, tetapi juga dicampakkan ke penjara dalam keadaan hancur, menyaksikan masa depannya direnggut paksa.
Bertahun-tahun berlalu, Gadis menghilang dari Jakarta, ditempa oleh kerasnya kehidupan dan didukung oleh sosok misterius yang melihat potensi di dalam dirinya. Ia kembali dengan identitas baru—Alena.. Sosok yang pintar dan sukses.. Alena kembali untuk membalas perbuatan keluarga angkatnya yang pernah menyakitinya. Tapi siapa sangka misinya itu mulai goyah ketika seseorang yang mencintainya ternyata...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagitarius-74, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

MEMORI YANG TERPENDAM

Malam itu di kantor pengacara Rahman, suasana terasa lebih sunyi dari biasanya. Cahaya lampu neon yang redup menyinari lantai keramik yang aus, menyebarkan bayangan yang bergoyang seperti ombak yang ragu.

 Gadis, anak perempuan berusia 17 tahun dengan rambut hitam lurus yang selalu ia jepit dengan jepit sederhana, duduk melingkar bersama Ferdo, kakak angkatnya yang 3 tahun lebih tua darinya.

Pak Rahman, pengacara yang akan memberi informasi mengenai pendonor ginjal sudah duduk di hadapan Ferdo dan Gadis

“Gadis, ada sesuatu yang harus kubagikan padamu,” kata Pak Rahman dengan suaranya yang lembut tapi tegas.

Tangan tua yang berkerut itu meraba tas kertasnya yang usang, mengeluarkan sebuah amplop coklat yang terlipat rapi. “Ini sudah lama kuterima, tapi waktu belum tiba untuk memberikannya.”

Ferdo yang duduk di samping Gadis merasakan denyut jantungnya berdebar kencang. Ia melihat wajah Gadis yang penuh dengan kebingungan, matanya yang cerah seperti bintang malam terlihat ragu. “Apa itu, Pak?” tanya Gadis dengan suara yang pelan.

Pak Rahman membuka amplopnya perlahan, mengeluarkan selembar foto berwarna yang sudah agak pudar. Ia mengedipkan mata beberapa kali sebelum memberikan fotonya pada Gadis.

"Ini wajah ibumu dan seorang anak. Sepertinya anak ini kamu," jelas Pak Rahman.

Saat Gadis menggenggam foto itu, dunia seolah berhenti berputar. Di dalam foto, seorang wanita dengan wajah lembut dan mata yang mirip dengan miliknya tersenyum lembut, memegang bayi yang tampaknya baru lahir.

Rambutnya terikat rapi, dan di lehernya tergantung rantai emas yang sederhana. Gadis menatap wajah wanita itu dengan mata yang membesar, rasa tidak percaya bercampur dengan sesuatu yang dalam, sesuatu yang ia rasakan tapi tidak pernah kenal.

“Ibuku?” bisiknya, suaranya hampir tak terdengar. Air mata tiba-tiba membanjiri matanya, mengalir deras melewati pipinya yang kemerahan. Ia menekan foto itu erat-erat ke dada, seolah ingin menyentuh wanita yang ada di dalamnya.

 “Kenapa aku baru melihatnya sekarang, Pak? Kenapa selama ini tak ada yang memberitahuku?”

Ferdo yang melihatnya sedih merasa terharu. Hatinya terasa sakit dan tertekan, seolah merasakan kesedihan Gadis yang tulus itu sendiri.

Ia mengangkat tangannya, mengelus punggung Gadis dengan lembut, mencoba membimbingnya. “Tenang, Gadis. Semua pasti ada alasannya,” katanya dengan suaranya yang lembut, meskipun hatinya juga penuh dengan pertanyaan.

Gadis menangis semakin kencang, tangisannya merobek keheningan malam. Ia menangis bukan hanya karena kesedihan, tapi juga karena rasa rindu yang tiba-tiba meluap.

Rindu pada seseorang yang ia tidak kenal, tapi yang telah melahirkannya ke dunia. “Kenapa dia meninggalkanku, Pak? Apa aku kurang baik?”

Pak Rahman duduk lebih dekat, menepuk bahu Gadis dengan penuh kasih. “Jangan pernah berpikir begitu, Nak. Ibumu mencintaimu lebih dari apapun di dunia ini. Bahkan lebih dari nyawanya sendiri.”

Ferdo mengangkat kepalanya, matanya meminta penjelasan dari Pak Rahman. “Apa artinya, Pak? Apa yang terjadi pada ibunya Gadis?”

Pak Rahman menghela napas panjang, seolah mempersiapkan diri untuk menceritakan sebuah cerita yang telah terpendam selama bertahun-tahun.

 “Nama ibumu adalah Bu Wulan. Ketika Gadis berusia 5 tahun, kondisi ekonomi mereka sangat sulit. Bu Wulan hidup sendirian dengan Gadis setelah suaminya meninggal dalam kecelakaan kerja. Ia bekerja sekeras mungkin sebagai buruh tani, tapi pendapatannya tak cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari, apalagi biaya pengobatan.”

Gadis berhenti menangis sebentar, matanya yang masih basah menatap Pak Rahman. “Pengobatan? Apa ibuku sakit, Pak?”

“Ibumu menderita kanker. Dokter bilang ia tak akan hidup lama. Tapi yang terpenting baginya adalah kelangsungan hidupmu. Ia tak mau kau hidup dalam kesulitan, tak mau kau menderita seperti dia.” Pak Rahman mengangkat tangannya, menyeka air mata yang mulai menggenangi matanya juga.

 “Jadi, ia membuat keputusan yang paling sulit dalam hidupnya: menjual ginjalnya," lanjut Pak Rahman.

Kata-kata itu membuat Gadis terkejut, tangisannya kembali meluap. Ferdo juga terkejut, mulutnya terbuka lebar. “Menjual ginjal? Tapi itu ilegal, Pak. Bagaimana dia bisa melakukannya?”

“Bu Wulan tak punya pilihan lain. Dia tahu itu ilegal, tapi dia tak peduli. Semua demi mu, Gadis. Bayaran yang dia terima adalah satu milyar rupiah.” Pak Rahman berhenti sejenak, menatap Gadis dengan mata yang penuh dengan belas kasihan.

" Tapi uang itu tidak ada di tangannya. Ia menyerahkannya pada Tuan Antonio dan Nyonya Isabella, pasangan kaya yang pernah berjanji akan menjagamu ketika dia tidak ada lagi.”

Gadis mengangkat kepalanya, matanya penuh dengan kebencian dan kecewa. “Tuan Antonio dan Nyonya Isabella? Mereka yang sering mengunjungi panti ini? Mengapa mereka tidak memberitahuku? Mengapa mereka menyembunyikan uang itu dariku?”

“Bu Wulan menitipkan kamu di panti ketika kamu berusia 5 tahun, tepat setelah dia menjual ginjalnya. Sebelum dia meninggal, dia memberikan surat kuasa pada Tuan Antonio dan Nyonya Isabella menjaga kau dan memberikan uang satu milyar itu ketika kau sudah dewasa.”

Pak Rahman mengeluarkan selembar kertas lain dari amplopnya, memberikannya pada Gadis. “Ini salinan surat kuasanya. Kau bisa membacanya sendiri.”

Gadis mengambil kertas itu dengan tangan yang gemetar. Dia membacanya perlahan, kata demi kata.

 Isinya adalah janji Bu Wulan kepada Tuan Antonio dan Nyonya Isabella untuk menjaga Gadis dengan baik, dan memberikan uang bayaran penjualan ginjalnya ketika Gadis jika sudah berusia 17 tahun.

 Tapi kenyataan kini, Gadis sudah berusia 17 tahun, mereka tak bicara apa-apa. Tidak ada kata-kata tentang ibunya, tidak ada kata-kata tentang uang itu.

“Mengapa mereka diam, Pak? Mengapa mereka tidak mengatakan apa-apa?” tanya Gadis dengan suaranya yang penuh dengan kesedihan dan kecewa. “Apakah mereka mau mengambil uang itu untuk diri mereka sendiri?”

Pak Rahman menggelengkan kepalanya. “Saya tidak tahu, Nak. Tapi Bu Wulan percaya pada mereka. Dia yakin mereka akan menepati janji mereka.”

Ferdo mengelus punggung Gadis lagi, mencoba membimbingnya. “Kita harus bertanya pada kedua orang tuaku, Gadis. Kita harus tahu apa yang sebenarnya terjadi.”

Gadis mengangguk, matanya kini penuh dengan tekad. Ia menekan foto ibunya dan surat kuasa itu erat-erat ke dada.

“Ya, kau benar. Besok aku akan bertanya pada mereka. Aku harus tahu mengapa mereka menyembunyikan semua ini dari aku. Aku harus tahu mengapa ibuku harus mengorbankan dirinya untukku.”

Malam itu, setelah pulang dari kantor pengacara, Gadis tidak bisa tidur. Ia duduk di teras menatap langit yang penuh bintang, memegang foto ibunya.

Ia berpikir tentang semua yang telah terjadi. Tentang kesulitan yang dihadapi Bu Wulan, tentang keputusan yang ia buat, dan tentang cinta yang begitu besar yang membuatnya rela mengorbankan nyawanya untuk kelangsungan hidup anaknya.

“Terima kasih, Ibu,” bisiknya, air mata kembali mengalir. “Terima kasih telah mencintai aku, meskipun kau tak bisa berada di sisiku. Aku akan membuatmu bangga, Ibu. Aku akan menggunakan uang itu untuk melakukan hal-hal yang baik, untuk menghormati pengorbananmu.”

Di sebelahnya, Ferdo berdiri diam, melihat Gadis dengan mata yang penuh dengan kasihan dan penghormatan. Ia tahu bahwa perjalanan Gadis akan tidak mudah, tapi ia juga tahu bahwa adik angkatnya itu kuat. Ia akan selalu berada di sisinya, mendukungnya dan membantu dia menemukan kebenaran.

"Tabahkan hatimu, Gadis. Aku akan selalu mendukungmu.."

Gadis tersenyum, "Makasih, Ferdo.."

Keesokan paginya, Gadis bangun lebih awal dari biasanya. Ia mandi dan memakai baju terbaiknya. Kemeja putih dan rok hitam. Ia memegang foto ibunya dan surat kuasa itu di tasnya, hatinya penuh dengan tekad.

1
Tie's_74
Haloo.. Minta dukungan untuk ceritaku yang ke 2 ya .. Makasih 😁🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!