 
                            Masih saling sayang, masih saling cinta, namun terpaksa harus berpisah karena ego dan desakan dari orang tua. Ternyata, kata cinta yang sering terucap menjadi sia-sia, tak mampu menahan badai perceraian yang menghantam keras.
Apalagi kehadiran Elana, buah hati mereka seolah menjadi pengikat hati yang kuat, membuat mereka tidak bisa saling melepaskan.
Dan di tengah badai itu, Elvano harus menghadapi perjodohan yang diatur oleh orang tuanya, ancaman bagi cinta mereka yang masih membara.
Akankah cinta Lavanya dan Elvano bersatu kembali? Ataukah ego dan desakan orang tua akan memisahkan mereka dan merelakan perasaan cinta mereka terkubur selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jesslyn Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecupan singkat
Hari ini aku berdiri di reruntuhan cinta yang pernah kita bangun bersama. Dulu aku mati-matian membangun cinta ini agar tetap utuh. Tapi ternyata takdir tak mengijinkan kita untuk tetap bersama. Mungkin waktu akan menyembuhkan luka ini. Namun, kenangan itu terus berputar di memoriku. Setapak demi setapak kenangan itu muncul membuatku semakin menyesali apa yang telah terjadi. Andai saja dari awal aku tidak pernah memulai, mungkin aku tidak akan pernah merasakan sakitnya mengakhiri.
~Lavanya Arunika~
Hening, suasana kamar itu begitu sunyi, hanya terdengar suara detak jarum jam. Detik demi detik telah terlewati tanpa sepatah kata. Namun, meski tanpa suara tatapan mata seolah berbicara lebih dari seribu kata, mengungkapkan perasaan yang tak terucap.
Dering telepon memecah keheningan. Dengan segera Vano mengambil ponsel dan menerima panggilan tersebut.
"Iya, aku akan segera pulang." hanya kata itu yang terucap saat panggilan berlangsung.
"Vanya, Aku...."
"Silahkan!" Vanya langsung memotong pembicaraan tanpa mendengar kelanjutannya, mengira Vano pasti akan pamit untuk pulang.
"Emm aku bahkan belum selesai bicara," tiba-tiba terlintas niat licik dalam otak Vano.
"Kamu mau pulang kan?" tanya Vanya memastikan.
Vano menyeringai licik kemudian menghampiri Vanya yang duduk di sofa. "Siapa bilang? Tapi karena kamu sudah mengizinkan, baiklah!"
Cup! Tanpa aba-aba Vano mengecup bibir Vanya.
Vanya hanya terdiam, ia tak menyambut namun juga tidak menolak. Jiwanya berdesir, hati yang semula dingin perlahan menghangat.
"Papi di mana?" Panggil Elana tiba-tiba, menghentikan Vano yang mulai membelai lembut tubuh ramping Vanya.
Vanya menghela nafas lega, hampir saja ia terlena, terbuai, dengan lembutnya kecupan dan sentuhan-sentuhan hangat yang Vano berikan dan itu selalu menjadi candu baginya.
"Iya sayang papi di sini." menghampiri Elana yang ternyata masih terpejam, rupanya Elana hanya mengigau.
-
-
Bella semalaman tak bisa tidur karena memikirkan Vano yang mendadak pergi meninggalkannya saat malam pertama. Normalnya sebagai pasangan pengantin baru harusnya mereka melewati malam yang panjang berdua, saling melepas rindu, memadu kasih dan membuat penyatuan yang tak terlupakan.
Bagaimanapun Bella harus tetap menghargai Vano sebagai suami. Apalagi ini menyangkut darah dagingnya, dia tak sejahat itu sehingga melarang Vano pergi untuk menjenguk Elana, walaupun ia harus mengorbankan perasaan nya sendiri. Dari awal Bella tahu, Vano tidak pernah mencintainya bahkan menyukainya pun tidak. Namun anehnya Bella tetap menginginkan pernikahan ini yang justru akan membuatnya terluka lebih dalam lagi.
Dering ponsel menyadarkan Bella dari lamunan, ternyata itu panggilan dari Kirana sahabat sekaligus adik iparnya.
"Bella? Kamu sudah bangun kan?"
"Aku bahkan belum tidur." jawab Bella sejujurnya.
"Oh apa seganas itu kakak ku?" tawa Kirana pecah saat mendengar pengakuan Bella.
"Otakmu itu Kirana, ada apa pagi-pagi sudah telpon?" jawab Bella dengan nada sedikit ketus.
"Aku di suruh menyampaikan pesan untukmu dan kak Vano. Kalian di tunggu untuk sarapan pukul 8 nanti di private resto hotel. Katanya mau bahas sesuatu yang penting."
"oh oke, ada lagi?"
"Gak ada, ya sudah silahkan lanjutkan masih banyak waktu kok." ledek Kirana seraya mematikan panggilan.
Bella segera menelpon Vano untuk menyampaikan pesan dari Kirana. Berharap Vano datang tepat waktu saat sarapan nanti, agar tidak ada yang curiga kalau Vano tidak ada di hotel semalaman ini.
-
-
Waktu menunjukkan pukul 07.30 Bella masih harap-harap cemas menunggu kedatangan Vano.
"Bella, maaf aku terlambat." ucap Vano dengan napas yang tersengal, sepertinya Vano berlari agak bisa cepat sampai ke kamar.
"Syukurlah kak Vano sudah datang." Bella langsung menghambur ke dalam pelukan Vano.
Deg! Jantungnya berdegup kencang ketika mencium aroma tubuh Vano berbeda dengan semalam ketika ia memeluknya. Wangi parfum ini jelas bukan milik Vano, lalu siapa? Apakah itu milik mantan istrinya?
"Waktu kita gak banyak. Aku mau mandi dulu." Vano melepaskan tubuhnya dari pelukan Bella.
"Aku akan siapkan baju untuk kak Vano."
"Terima kasih, maaf merepotkan."
"Ini kan sudah jadi kewajibanku sebagai istri kak Vano."
Akhirnya mereka berdua sampai di tempat yang telah di tentukan oleh keluarga Vano.
"Wah pengantin baru, kok muka nya pada lesu gitu sih?" goda mama Erika ketika pasangan suami-istri itu datang.
"Gimana gak lesu mah, mereka gak tidur semalaman," ledek Kirana.
"Ssstt kalian ini, ayo duduk kita sarapan dulu. Setelah sarapan papa mau bicara hal yang penting pada kalian." Pak Dharma mengambil alih situasi.
Vano dan Bella pun hanya menurut dan mereka mulai menikmati sarapan pagi itu.
"Begini Vano, papa rasa sekarang waktu yang tepat untuk kamu mengelola Hotel sendiri, papa akan lepas tangan. Bagaimana pun Hotel itu besar dan berkembang atas kerja kerasmu selama 10 tahun ini. Kamu sudah mampu mengelola sendiri tanpa bantuan papa lagi." Pak Dharma menepuk pundak Vano merasa bangga akan pencapaian putra pertamanya itu.
"Maaf pah, tapi Vano merasa belum pantas apalagi masih ada adik-adik Vano." tolak Vano secara halus. Bagaimanapun dia bukan anak tunggal masih ada hak adik-adiknya yang lain.
"Askara, anak itu sepertinya tidak tertarik dengan dunia bisnis. Dia sudah mencintai profesinya sebagai pilot. Sedangkan Kirana, dia juga lebih tertarik menggeluti dunia fashion dan merintis butik sendiri. Papa juga percaya Askara dan Kirana pandai seperti dirimu. Untuk itu bimbing terus adik-adikmu," ujar pak Dharma dengan penuh keyakinan. Karena Vano lah satu-satunya penerus usaha keluarga. Sementara anak-anaknya yang lain tampak tidak tertarik dengan usaha yang di bangunnya sejak lama itu. Hanya Vano lah yang ikut andil memajukan.
"Terima kasih, pa." Vano tak percaya ayahnya menyerahkan begitu saja Hotel itu padanya. Padahal dulu ia mati-matian membesarkan Hotel itu dan itu belum cukup membuat pak Dharma percaya padanya.
Vano memang sangat ambisius, apapun yang menjadi keinginannya harus ia dapatkan, begitu juga Hotel itu. Berawal dari Hotel kecil, lambat laun dengan segala usaha Vano akhirnya Hotel itu bisa besar dan berkembang seperti sekarang ini.
"Papa sudah minta pak Lukman untuk mengurus semuanya." tambah pak Dharma. Pak Lukman adalah pengacara keluarga Dharmawan.
"Oh iya Vano, mama juga sudah berencana untuk membuat pesta serah terima jabatan, sekalian syukuran pernikahan kalian. Bagaimanapun juga seluruh karyawan harus ikut berbahagia dengan dua kabar baik ini," Ucap mama Erika begitu antusias.
"Kirana juga akan merancang gaun yang spesial untuk Bella. Emm maksudnya kak Bella, yang pasti tidak kalah cantik saat resepsi kemarin."
"Apa ini tidak berlebihan ma? Untuk saat ini Vano mau fokus untuk benahi Hotel dulu."
"Vano, ikuti saja kemauan mama," Pak Dharma berada di pihak mama Erika.
"Baiklah terserah mama, papa saja," Vano hanya bisa pasrah.
lari vanya.. lari.... larilah yg jauh dr vano n org2 di sekitaran vano pd gila semua mereka