Mata elang Layla mengamati pria yang akan menjadi suaminya dari ujung kaki hingga ujung kepala. Tindikan di telinga, tato di lengan, dan aura berbahaya yang terpancar, adalah definisi seorang badboy. Layla mendesah dalam hati. Menikahi pria ini sepertinya akan menjadi misi yang sangat sulit sepanjang karir Layla menjadi agen mata-mata.
Tapi untuk menemukan batu permata yang sangat langka dan telah lama mereka cari, Layla butuh akses untuk memasuki keluarga Bagaskara. Dan satu-satunya cara adalah melalui pernikahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alisha Chanel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17
Tepat pukul 24.00 malam, pesta pernikahan Adrian dan Layla telah usai. Para tamu undangan satu per satu mulai pulang ke rumah masing-masing, meninggalkan sepasang pengantin baru itu dalam kesunyian kamar hotel president suite yang mewah.
Namun, keheningan itu terasa canggung. Adrian dan Layla duduk berjauhan di atas tempat tidur king size mereka, saling menghindari tatapan satu sama lain. Layla merasa gugup dan tidak nyaman. Sungguh, ia belum siap untuk melakukan malam pertamanya bersama Adrian yang kini telah berstatus sebagai suaminya.
"Pesta yang melelahkan ya?" kata Adrian, mencoba memecah keheningan yang membelenggu mereka.
Layla mengangguk pelan. "Ya, tapi cukup menyenangkan juga," jawab Layla singkat, bibirnya tersenyum tipis.
Layla menghela napas berat. Layla tahu, dirinya sedang mengulur waktu. Layla masih belum siap untuk menyerahkan diri sepenuhnya pada Adrian.
"Aku...aku akan mandi dulu ya," kata Layla, gadis itu mulai beranjak dari atas tempat tidur, kemudian berjalan menuju kamar mandi.
"Ok," Adrian hanya mengangguk, membiarkan Layla pergi. Adrian tahu, Layla sedang merasa gugup dan tidak percaya diri. Jadi ia akan memberikan waktu dan ruang agar Layla merasa lebih nyaman.
***
***
Satu jam kemudian...
"tok tok tok!" Adrian mengetuk pintu kamar mandi, sudah hampir satu jam lamanya Layla mengurung diri di dalam sana. Adrian khawatir Layla akan masuk angin jika terlalu lama berendam.
"Layla, apa kamu baik-baik saja di dalam?" Tanya Adrian memastikan. Wajahnya terlihat cemas.
"I...iya, aku baik-baik saja kok." Layla tampak gugup, gadis itu memang sengaja berlama-lama di kamar mandi untuk mengulur waktu, layla berharap adrian sudah tertidur ketika ia keluar nanti, tapi pada kenyataannya tidak. Adrian masih tetap setia menunggunya.
Dengan berat hati, akhirnya Layla keluar dari bath tab, memakai jubah mandinya kemudian berjalan ke arah pintu.
"Sudah selesai mandinya?" Adrian menyambut Layla dengan senyuman ketika pintu kamar mandi terbuka. membuat Layla semakin gugup.
Layla lebih memilih berada dalam situasi berbahaya, sama seperti ketika dirinya berhadapan dengan musuh paling berbahaya saat sedang menjadi agen mata-mata, daripada menghadapi Adrian yang kini telah berstatus sebagai suaminya. jujur Layla belum siap melayani Adrian seutuhnya.
"Ayo kita tidur." Adrian membimbing sang istri menuju tempat tidur mereka.
"Hem." Layla mengangguk pelan.
"Kamu tidak usah takut Layla, aku tidak akan menyentuhmu kalau kamu belum mengizinkannya." kata Adrian yang seakan bisa memahami arti dari kegelisahan sang istri.
"Benarkah Adrian? Kamu tidak keberatan jika kita menunda malam pertama kita?" Layla memastikan. Layla masih tidak percaya Adrian akan sepengertian itu terhadap dirinya.
"Tentu saja, lagi pula kita masih punya banyak waktu untuk melakukannya. kesehatanmu jauh lebih penting. Aku tahu kamu sudah merasa lelah karena pesta pernikahan kita berjalan cukup panjang dan melelahkan." jawab Adrian, wajahnya terlihat tenang.
"Terima kasih Adrian." ucap Layla. Adrian mengangguk disertai senyuman yang meneduhkan.
"Tidurlah di pelukanku, Layla." Adrian meminta Layla menjadikan lengannya sebagai bantalan. Layla mengangguk malu-malu. tapi tetap melakukan apa yang Adrian perintahkan.
"Tidurlah." Adrian mengusap puncak kepala Layla dengan lembut, wangi aroma sampo menyeruak dari rambut indah Layla, membuat gairah Adrian ikut terbakar juga. Namun sekuat tenaga Adrian mencoba mengendalikan hasratnya. Ia sudah berjanji tidak akan menyentuh Layla tanpa seizin dari gadis itu.
"Adrian aku mengantuk, aku tidur dulu ya." lirih Layla dengan mata setengah terpejam.
"Hem, tidurlah sayang." balas Adrian. Belaian tangan Adrian membuat mata Layla terasa berat, gadis itu mulai memejamkan mata sepenuhnya.
"Kring...kring!"
Dering suara ponsel mahal milik Adrian memecah kesunyian, membuat Layla yang hampir tiba di alam mimpi, kembali ditarik paksa ke alam sadarnya.
"Siapa yang menghubungimu Adrian?" tanya Layla seraya mengerjapkan matanya.
"Aku tidak tahu, dari nomor tidak dikenal." jawab Adrian apa adanya.
"Angkat saja Adrian, siapa tahu ada info penting." Layla menyarankan.
"Baiklah," Adrian menangguk patuh.
Telepon tersebut ternyata dari rumah sakit, yang mengabarkan Monica sedang dalam keadaan kritis karena mencoba mengakhiri hidup dengan cara minum racun serangga, Monica masih belum bisa menerima kenyataan kalau Adrian telah menjadi milik wanita lain.
"Temuilah dia Adrian, selesaikan dulu cinta lamamu. setelah itu baru kamu datang temui aku." ucap Layla lembut.
Adrian menatap Layla, ragu. "Apa tidak apa jika aku pergi? Ini malam pertama kita, loh," tanya Adrian, nada suaranya bercampur antara khawatir dan bersalah.
Layla mengulas senyum tipis, berusaha menyembunyikan perasaan yang berkecamuk di dalam hatinya. "Tidak apa. Nyawa mantanmu lebih penting. Lagipula, seperti yang kamu bilang, kita masih punya banyak waktu," jawab Layla, berusaha terdengar meyakinkan.
Layla mendorong Adrian pelan, memberikan isyarat agar pria itu segera pergi. Bukannya merasa sedih ditinggal Adrian di malam pengantin mereka, Layla malah merasa lega. Karena ada alasan untuk menghindari Adrian, untuk menunda malam yang membuatnya gugup dan tidak nyaman.
"Sungguh?" Adrian masih tampak tidak yakin, menatap Layla dengan tatapan menyelidik.
Layla mengangguk mantap, berusaha meyakinkan Adrian bahwa ia baik-baik saja. "Pergilah. Aku akan baik-baik saja di sini. Aku akan menunggumu," ucap Layla, meskipun dalam hatinya ia berharap Adrian tidak akan kembali terlalu cepat.
Adrian menghela napas, lalu mengangguk. "Baiklah. Aku akan kembali secepatnya," kata Adrian sebelum berbalik dan melangkah keluar dari kamar.
"Akhirnya Adrian pergi juga." gumam Layla. Begitu Adrian menghilang di balik pintu, Layla mengembuskan napas lega. Ia bersandar di pintu, merasakan tubuhnya yang terasa lemas. Malam pertama yang seharusnya penuh dengan kebahagiaan dan cinta, berubah menjadi malam yang penuh dengan kelegaan dan kebingungan.
Layla berjalan menuju tempat tidur, lalu duduk di tepi ranjang. Ia menatap sekeliling kamar yang telah didekorasi layaknya kamar pengantin, Layla merasa asing dengan suasana yang seharusnya menjadi miliknya dan Adrian. Layla merasa seperti orang asing, sendirian di dalam kamar hotel mewahnya.
"Kenapa aku merasa seperti ini? Kenapa hatiku sakit mengetahui Adrian menemui mantan kekasihnya?" gumam Layla pelan, bertanya pada diri sendiri.
Layla merebahkan tubuh lelahnya di atas tempat tidur, netranya menatap langit-langit kamar, namun pikirannya melayang, memikirkan tentang Adrian, tentang Monica, dan juga tentang dirinya sendiri. Layla bertanya-tanya, apakah ia benar-benar siap untuk menjalani kehidupan pernikahan ini?
Layla menutup mata, mencoba menenangkan diri. Ia tahu, ia tidak akan bisa terus menghindar. Ia harus bisa menghadapi kenyataan, menghadapi Adrian, dan menghadapi perasaannya sendiri.
Malam itu, akhirnya Layla tertidur dengan perasaan yang campur aduk. Layla tidak tahu apa yang akan terjadi esok hari, tapi Layla berharap ia akan segera menemukan jawaban atas semua pertanyaan yang berkecamuk di dalam hatinya.
Bersambung...