"Ma... Ma... Papa atu mana? Tata Dindin, Papa atu ladi dipindam ama ante-ante dilang di pelempatan. Matana ndak ulang-ulang," Seru seorang gadis cilik bernama Rachel Helene R dengan mata bulat polosnya.
"Diam, Achel. Mama nanti nanis," seru Ronand Oliver R, yang merupakan kembaran dari Rachel.
Perpisahan antara sepasang manusia yang saling mencintai, membuat dua anak kembar kekurangan kasih sayang terutama dari sang ayah. Diusir oleh mertua karena mengandung bayi perempuan, padahal sang suami belum mengetahui kehamilannya. Tak disangka oleh perempuan bernama Chiara Jane itu jika ia melahirkan anak kembar dan salah satunya adalah laki-laki.
Akankah kedua anak kembar itu bisa kembali menyatukan kedua orangtuanya? Dengan otak cerdasnya, ia berusaha menghalangi orang-orang yang ingin kedua orangtuanya berpisah. Akankah Chiara mau untuk mempertemukan kembali si kembar dan ayahnya? Ikuti kisah si kembar yang lucu dan menyebalkan namun berotak genius hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eli_wi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Si Kembar
"Mama..." seru seorang balita perempuan berusia 3 tahun lebih berlari menyambut kepulangan Mamanya dari bekerja.
Tak terasa sudah 4 tahun Chiara dan kedua anaknya tinggal di Desa Sumber Sari. Yap... Kedua anaknya karena ternyata bayi yang ada di dalam rahimnya itu ada dua alias kembar. Entah bagaimana ceritanya? Chiara pun tidak tahu. Apa hasil cek tertukar dengan pasien lain saat di rumah sakit atau Dokter salah melihat saat melakukan USG?
Rachel Helene dan Ronand Oliver, nama dua balita yang menjadi penyemangat hidup Chiara. Rachel yang cerewet, cengeng, dan usil sedangkan kembarannya mempunyai sifat sebaliknya. Keduanya menjadi balita primadona di Desa itu. Kulit putih dengan badan gembulnya menjadi daya tarik bagi warga sekitar. Tak lupa dengan keduanya yang mudah akrab dan ramah dengan orang.
"Rachel, ini kenapa pakaiannya kotor begini? Kamu main di sawah lagi ya?" seru Chiara saat melihat penampilan anaknya yang sudah cemong dengan lumpur pada pakaian dan kakinya.
"Achel ndak main di cawah tok. Olang Achel tadi bantu Nek Ais tanam padi. Nih liat... Bayalan dali hasil kelja Achel," ucap Rachel dengan bahasa cadelnya sambil memperlihatkan uang seribu rupiah dari saku celananya.
"Kamu bukannya bantu Nek Ais, tapi bikin lusuh. Benih tanaman padi yang mau ditanam, diinjak semua sama Achel." ucap Ronand, sang kembaran dengan tatapan sinisnya.
"Ndak ya. Olang Achel emang ladi bantu tok. Itu bial tanamanna cepat macuk ke lumpul, jadina diinjak patek kaki. Ndak pelu ladi patek tanan. Talo tanan totol, banak tumanna. Ndak bica buat matan, kacian Nek Ais." ucap Rachel membela diri.
"Astaga... Sudah, hentikan perdebatan kalian itu. Sekarang mandi dan Mama akan menyiapkan makan malam untuk kita," ucap Chiara yang kepalanya terasa pusing karena perdebatan kedua anaknya.
Rasa ingin tahu dari Rachel sangatlah tinggi jika sudah menyangkut tanaman dan seni. Seringkali Rachel ikut membantu warga sekitar untuk sekedar menanam dan panen padi. Warga sekitar membiarkan saja walaupun banyak tanaman pada rusak karena diinjak oleh Rachel. Justru itu merupakan hiburan tersendiri bagi warga.
***
"Mama, tapek?" tanya Rachel sambil memijit bahu Chiara dengan tangan mungilnya.
"Enggak. Mama cuma mengantuk saja," jawab Chiara sambil menyunggingkan senyum tipisnya.
"Tidullah talo nantuk. Cini... Achel puk-puk," ucap Rachel sambil menarik tangan Ibunya agar segera berbaring.
"Dikira Mama itu kamu, sekali puk-puk langsung tidul." ucap Ronand dengan sindirannya.
"Apalah Abang Onand ini, cilik banet cama Achel." ucap Rachel tak kalah sinisnya.
Bagaimana tak lelah tubuh Chiara, dari tengah malam sampai sore berkutat dengan pekerjaannya. Tengah malam membuat kue dan nasi uduk untuk ia titipkan di warung juga pasar. Setelah selesai, ia menjadi tukang angkut barang di pasar sampai hampir menjelang sore. Badan kecilnya dipaksa untuk bekerja keras karena uang yang dibawanya dulu sudah habis untuk biaya melahirkan.
"Sudah... Ayo tidur. Mama sudah mengantuk," ucap Chiara mengajak kedua anaknya segera merebahkan badan di atas kasur usangnya.
"Mama, jangan capek-capek kelja. Kan uang yang Lonand kasih masih ada," ucap Ronand yang selalu melihat Mamanya tak pernah mau memakai uang pemberiannya.
"Uang itu untuk masa depanmu dan Rachel. Terimakasih sudah mengurangi beban Mama. Jangan bekerja terlalu keras. Mainlah seperti Rachel dan anak seusiamu yang lain," ucap Chiara dengan lirih sambil mengusap kepala Ronand, sedangkan Rachel sudah tertidur.
Ronand memang sering bekerja membantu Chiara. Selain menjaga kembarannya yang sangat aktif itu, ia membuka jasa perbaikan barang elektronik. TV, kulkas, kipas angin, dan ponsel rusak bisa ia perbaiki. Entah darimana kecerdasan dan keterampilan anaknya itu, Chiara hanya bisa bersyukur.
"Itu buat kita makan, Ma. Walaupun cuma sedikit, tapi setidaknya Mama nggak pelu bekelja telalu kelas. Melihat Achel main di sawah, itu sudah hibulan buat Lonand. Mama jangan khawatilkan Lonand. Sebagai laki-laki satu-satunya di sini, Lonand halus bisa menjaga kalian." ucap Ronand dengan tegasnya.
"Tekad dan ketegasanmu sangat mirip dengan Papamu," gumam Chiara tanpa sadar dengan mata berkaca-kaca.
"Papa? Memangnya Papa seperti apa, Ma? Boleh nggak kalau Lonand lihat fotonya?" tanya Ronand dengan hati-hati.
Deg...
***
Eeee...
Tatapan dua orang perempuan dan laki-laki saling bertemu. Sang perempuan menatap penuh pemujaan ke arah laki-laki itu. Laki-laki yang tak lain adalah Julian, suami dari Chiara itu tak sengaja bertabrakan dengan seorang perempuan. Hingga dengan refleks, Julian memegang tangan perempuan itu agar tidak jatuh.
"Sorry..." ucap Julian dengan nada datarnya setelah membantu perempuan bernama Elise Deanova.
"Tidak apa, aku juga yang salah karena jalan tak lihat depan karena buru-buru." ucap Elise dengan senyuman manisnya.
"Kenalkan namaku Elise. Aku..."
Hmm...
Hanya sebuah deheman singkat sebagai jawaban dari pernyataan dan perkenalan Elise. Julian segera pergi menuju ruang meeting untuk rapat bersama karyawannya. Bahkan Elise belum menyelesaikan perkenalannya. Sedangkan Elise masih terus menatap kepergian Julian dengan melihat punggung tegapnya.
"Dia udah punya istri belum ya? Tampan sekali, cocok jadi calon suamiku." gumam Elise dengan mata berbinar cerah.
"Eh... Tapi dia ada di perusahaan ini, apa dia bekerja di sini? Huh... Bahkan aku belum sempat tahu namanya," lanjutnya dengan bibir mengerucut sebal.
"Nantilah... Aku akan sering-sering ikut rapat di sini gantikan Papa, biar bertemu lagi sama cowok tampan itu." ucapnya yang kemudian melanjutkan langkahnya menuju ruang meeting perusahaan.
PT Juchi Tech, Julian menggabungkan namanya dan Chiara sebagai nama perusahaannya. Setelah Chiara pergi, Julian langsung mengganti nama perusahaannya agar ia selalu ingat dengan istrinya itu. Sudah empat tahun Chiara pergi, anak buah Papanya sama sekali belum menemukan petunjuk mengenai keberadaan anak dan istrinya.
Kepergian Chiara mengubah sifatnya menjadi lebih dingin dan irit bicara. Bahkan ketika bersama keluarganya, ia jarang sekali berbicara. Ia juga tinggal di apartemen, tidak mau di rumahnya. Ia malas bertemu dengan Mamanya.
"Adakan kompetisi untuk semakin mengoperasikan robot milikku. Siapa yang bisa membuat robot ini hidup dan menyelesaikan tugasnya, dia akan mendapatkan hadiah uang tunai 100 juta." ucap Julian memberi arahan pada karyawannya.
"Mohon maaf, Pak. Bapak sendiri belum bisa menemukan formulasi sistem dari robot ini, bagaimana yang lain bisa menemukannya?" tanya salah satu tim marketing, Pak Daven dengan ragu-ragu.
"Saya yakin di luaran sana ada yang bisa menyelesaikan formulasi data, program, dan sistem pada robot ini. Kalau dia berhasil, saya akan merekrutnya sebagai karyawan tetap." ucap Julian dengan tegasnya.
Sebuah robot yang belum sempurna sistem dan programnya sehingga belum jadi. Seharusnya robot ini akan mempermudah kerja tim IT di perusahaannya, namun Julian buntu. Setiap kali mencoba, selalu gagal dan berakhir robot ciptaannya hangus.
Permisi...
oma ada saingan tuh cucu super cerewet
kasian opa sakit kepala tuh