"Tidak heran ini disebut Jurang Neraka, aku sudah jatuh selama beberapa waktu tapi masih belum menyentuh dasar..." Evindro bergumam pelan, dia tidak mengingat sudah berapa lama dia terjatuh tetapi semua kilas balik yang dia lakukan memakan waktu cukup lama.
Evindro berpikir lebih baik dia menghembuskan nafas terakhir sebelum menghantam dasar jurang agar tidak perlu merasa sakit yang lainnya, tetapi andaikan itu terjadi mungkin dia tetap tidak merasakan apa-apa karena sekarang pun dia sudah tidak merasakan sakit yang sebelumnya dia rasakan dari luka yang disebabkan Seruni.
Evindro akhirnya merelakan semuanya, tidak lagi peduli dengan apapun yang akan terjadi padanya.
Yang pertama kali Evindro temukan saat kembali bisa melihat adalah jalan setapak yang mengeluarkan cahaya putih terang, dia menoleh ke kanan dan kiri serta belakang namun hanya menemukan kegelapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendrowidodo_Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 5. Tempat Tinggal Nacha
Sepanjang perjalanan Nacha tidak berhenti bicara, sepertinya sudah cukup lama Nacha tidak memiliki teman untuk berbicara. Evindro merasa Nacha adalah orang yang ceria dan baik, hanya saja ada sesuatu yang salah dengan cara fikirnya.
"Ah! Itu dia! Selamat datang di gubuk sederhanaku..." Nacha menunjuk ke satu arah.
Evindro mengangkat alisnya, rumah Nacha berdiri di dekat sebuah goa yang cukup besar. Menyebut rumah yang dibuat dari kayu-kayu yang disusun seadanya sebagai gubuk bisa dibilang berlebihan, gubuk paling buruk sekalipun tidak akan berwujud seperti rumah yang ditunjuk oleh Nacha.
"Ini..." Evindro memperhatikan kondisi rumah yang sepertinya bisa roboh akibat satu dorongan.
"Dulu aku tinggal di goa itu..." Nacha menunjuk goa yang tidak jauh dari tempat keduanya berdiri. "Aku bosan tinggal di goa jadi membangun rumahku sendiri beberapa waktu yang lalu, memang sederhana tetapi cukup nyaman."
Nacha mengatakan dia memiliki banyak benda yang dikumpulkan dari orang-orang yang jatuh seperti Evindro. Kebanyakan yang disimpan Nacha berupa buku karena dia suka membaca.
"Tidak ada buku yang istimewa tetapi lumayan untuk mengisi waktu, Evindro kau harus banyak membaca untuk memperluas pengetahuan kamu. Kau ingin melihat koleksiku?"
Evindro merasa tertarik, jika perkataan Nacha benar maka buku-buku tersebut adalah milik pendekar-pendekar yang jatuh ke Jurang Kabut Akasia. Evindro dengar ada Pendekar Suci yang jatuh, mungkin ada kitab ilmu tingkat tinggi diantara koleksi Nacha.
Melihat ketertarikan Evindro, Nacha mengajaknya masuk ke goa tersebut. Evindro langsung disambut pemandangan yang tidak biasa.
Goa itu dipenuhi pusaka dengan berbagai wujud, ada tumpukan koin emas serta permata serta peti-peti harta. Pemandangan seperti ini biasanya hanya bisa ditemukan dalam buku-buku dongeng, Evindro yang sudah mengalami dua kehidupan sekalipun baru pertama kali melihat sesuatu seperti ini.
'Waktu yang dibutuhkan untuk mengumpulkan semua ini tidaklah sebentar, sudah berapa lama Senior Nacha ini berada di sini?' Pandangan Evindro ke Nacha sedikit berubah, selain menjadi lebih waspada dia juga dipenuhi dengan tanda tanya.
Keduanya akhirnya tiba di ujung goa, dimana ada banyak tumpukan buku. Secara kasat mata, Evindro menebak setidaknya ada sekitar seribu buku bahkan lebih banyak lagi di tempat ini.
"Senior bolehkah aku melihat-lihat?"
"Sudah kubilang... Aih, terserah kau saja." Nacha menggembungkan pipinya lalu membuang muka, sebenarnya dia tidak senang Evindro masih memanggilnya dengan sebutan Senior.
Nacha mempersilahkan Evindro membaca buku koleksinya. "Evindro harus banyak membaca, aku akan pergi sebentar untuk mencari makanan untuk mengisi perutmu. Hari sudah larut, meski sedikit dingin, kau bisa tidur di tempat ini jika kau mau."
Evindro berterima kasih padanya dan mulai berjalan pelan ke tumpukan buku tersebut sementara Nacha meninggalkan goa.
Buku pertama yang menarik perhatian Evindro adalah sebuah buku berwarna biru terang dengan judul Buku Wajah. "Ah, mungkinkah ini adalah kitab ilmu untuk merubah wajah? Ini ilmu ilusi tingkat tinggi yang banyak dicari!"
Dengan antusias Evindro mulai membuka halaman demi halaman hanya untuk merasakan kekecewaan.
"Apa-apaan..."
Buku Wajah ternyata hanya berisi berbagai bentuk wajah yang bisa dimiliki oleh manusia, ada sekitar tiga ratus jenis wajah tercatat dalam buku tersebut beserta ilustrasinya. Evindro tidak menemukan sesuatu yang berhubungan dengan ilmu silat dari buku tersebut.
Evindro meletakkan buku yang barusan di bacanya tersebut sambil menghela nafas sebelum mengambil buku tipis lain yang menarik perhatiannya, buku berjudul Kitab Kicauan. Biarpun tidak berharap banyak, Evindro tetap merasakan kekecewaan ketika mengetahui isinya adalah tentang cara berlatih agar seseorang bisa berkicau selama 140 detik tanpa terputus, berguna untuk memanggil burung atau menipu lawan saat sedang bersembunyi.
"Ada lebih dari seribu buku disini, pasti ada yang berguna..." Evindro meletakkan Kitab Kicauan.
Evindro menemukan lebih banyak lagi buku yang tidak berguna bagi pendekar, mulai dari Ilmu Pisau Pemotong Ular yang ternyata berisi cara memasak daging ular, Kitab Berhutang Tanpa Membayar yang menjelaskan cara menghilangkan jejak setelah terlilit hutang, ada juga buku berternak kambing, membuat kolam ikan sampai cara mencari sumber air untuk membuat sumur.
Harapan Evindro sempat meningkat ketika dia menemukan buku berjudul Kitab Tujuh Bidadari, dia pernah mendengar ilmu ini yang seharusnya berasal dari salah satu Padepokan Ternama di kota Sekayu.
Evindro membanting buku itu setelah membaca beberapa halaman, ternyata kitab ini memiliki judul yang sama namun isinya jauh berbeda. Kitab yang Evindro banting hanya berisi lukisan-lukisan tujuh perempuan tanpa busana.
Evindro merasa lebih lemas daripada sebelumnya setelah membaca, tenaga dalamnya telah mencapai batas jadi Evindro meninggalkan goa tersebut sambil menghela nafas panjang.
Nacha belum kembali ketika Evindro keluar dari goa, dia akhirnya melangkah menuju bangunan yang disebut gubuk oleh Nacha.
Evindro mengamati bangunan itu dan berfikir cara memperbaikinya. "Kurasa lebih mudah membangun rumah baru daripada memperbaiki bangunan ini..."
Sebenarnya banyak pertanyaan yang ada di benak Evindro tentang dimana dia berada sekarang, siapa Nacha dan lainnya namun yang dia fikirkan sekarang adalah secepatnya memulihkan diri dari luka-luka yang ada di tubuhnya.
Evindro mengingat Nacha mengatakan dirinya ditemukan dalam kondisi yang seharusnya sudah meninggal. Sebab itulah Evindro juga ingin mengetahui rahasia yang tersimpan dalam Pedang Penguasa Malam.
Tubuh Evindro sudah mulai menolak mengikuti kehendaknya seiring dengan tenaga dalamnya yang hampir habis. Evindro mengambil satu tempat untuk duduk dengan nyaman lalu mulai memulihkan tenaga dalam yang dia miliki sambil menunggu Nacha kembali.
Evindro memulihkan diri menggunakan ilmu Nafas Tasawuf, dia menghirup semua oksigen yang terdapat dalam radius beberapa meter darinya. Selain memulihkan stamina, Evindro juga mengisi kembali tenaga dalamnya yang berkurang.
Suara langkah kaki tiba-tiba terdengar, Evindro membuka matanya dan menemukan Nacha sedang tersenyum lebar sambil membawa kantong kecil bersamanya.
"Evindro, kupikir kau masih membaca. Kau tidak suka membaca ya? Kau membutuhkannya untuk memperluas wawasanmu."
Evindro tersenyum canggung, dia tidak ingin menyebut bahwa buku-buku yang ditemukannya tidak berguna jadi dia beralasan lain, "Sulit membaca dengan perut lapar..."
Mulut Nacha membentuk huruf O diikuti dengan anggukan pelan, "Benar, benar... Ini aku membawakan kamu beberapa makanan, cobalah."
Nacha mengeluarkan isi kantong yang dibawanya, "Tubuhmu masih begitu lemah jadi aku carikan kau buah dan sayuran."
Memang Evindro berhasil bertahan hidup tetapi kondisi tubuhnya belum tentu sehat seperti biasanya, sesuai perkataan Nacha, lebih baik mengkonsumsi buah dan sayuran yang tidak membebani organ saat pencernaan.
Masalahnya makanan yang dibawa oleh Nacha membuat dahi Evindro mengkerut.
"Senior ini... Apa ini?" Evindro menunjuk salah satu makanan yang dibawa Nacha.