Pusaka Penguasa Dunia
Evindro melemparkan tubuh Yuki kembali ke atas tebing, melihat Yuki selamat, membuat dia bernafas lega. Evindro menoleh ke bawah dan menemukan jurang gelap yang seolah tidak berujung, perlahan-lahan tubuhnya mulai jatuh ke bawah.
"Ah, perasaan ini... Aku hampir melupakannya..."
Evindro tersenyum tipis, tubuhnya sedang jatuh ke dalam jurang yang tidak terlihat dasarnya dan diselimuti kegelapan. Evindro tidak bisa melihat apapun meski matanya terbuka. Dia tidak mampu menggerakkan satu jarinya sekalipun ketika mencoba menggerakkan tubuhnya. Evindro hanya merasakan dirinya masih memegang Pedang Penguasa Malam dengan erat namun tubuhnya perlahan-lahan mulai mati rasa.
Terakhir kali Evindro merasa seperti ini ketika dia menghembuskan nafas terakhirnya pada kehidupan pertamanya. Evindro memejamkan mata, "Aku gagal menghentikan Era Kekacauan..."
Biarpun demikian, Evindro anehnya tidak merasa kecewa. Mungkin karena setidaknya dia berhasil membalas hutang budi di kehidupan lalu dengan Yuki pada kehidupan ini.
Satu demi satu pengalaman yang Evindro rasakan pada kesempatan keduanya ini mulai mengalir dalam pikirannya, dimulai dari pertemuannya kembali dengan Imam Idris pada saat dia membuka mata, perjalanan keduanya menuju Ibukota dan bersama menghentikan kudeta.
Setidaknya Evindro berhasil menyembuhkan Imam Idris dari luka dalam yang menyiksanya selama bertahun-tahun, melihat gurunya itu menikah dan memiliki keturunan. Evindro merasa sedikit pahit karena tidak memiliki kesempatan melihat Mughni tumbuh besar.
Wajah Aurora muncul berikutnya, pertemuan pertama dengan putri Gubernur tersebut di masa kecil, Evindro masih ingat bagaimana tulangnya hampir remuk karena gadis mungil itu, sifat manja dan kekanakan Aurora juga menjadi daya tarik tersendiri.
Keduanya tidak pernah benar-benar dekat meskipun Evindro beberapa kali menolongnya sampai akhirnya Aurora bergabung dengan Padepokan Al Hikmah dan akhirnya pergi menempuh perjalanan bersama, tentunya dengan David dan Wildan.
Pada awalnya Aurora tetap bersikap manja bahkan kadang egois tanpa memikirkan situasi yang sedang mereka hadapi namun seiring perjalanan Aurora menjadi lebih dewasa karena kejadian-kejadian yang mereka alami.
Mengingat Aurora membuat Evindro tertawa kecil meskipun sebentar karena dia sadar gadis itu akan begitu sedih karena kehilangan dirinya. Bukannya Evindro tidak mengetahui perasaan Aurora padanya namun dimatanya putri Gubernur itu masih terlalu muda untuk membuatnya jatuh hati.
Evindro masih larut dalam fikirannya, kini giliran Maelin yang muncul, sejujurnya dia tidak pernah menduga dalam kehidupan ini bisa berkesempatan menjadi tunangan tokoh yang melegenda pada kehidupan pertamanya. Dia bisa melihat Maelin sebagai gadis kecil yang naif namun baik hati.
Banyak kejadian yang Evindro ingat kembali, hal-hal yang tidak pernah dia fikir bisa lakukan seperti menjadi pemilik saham Asosiasi Kitab Suci, Imam termuda, mencapai kemampuan Pendekar Bergelar sebelum usia 24 tahun, bertemu dengan banyak Pendekar Suci yang hanya dia dengar dari cerita pada kehidupan sebelumnya.
Mungkin yang paling berkesan adalah dia berhasil menguasai sebagian Ilmu Pedang Ilusi, ilmu yang lebih hebat daripada Empat Kitab Tanpa Tanding ditambah memiliki Pedang Penguasa Malam yang merupakan Pusaka Penguasa Dunia.
"Maafkan aku... Kau pusaka yang begitu berharga tetapi justru harus terkubur bersamaku di jurang ini..." Evindro merasa bersalah ketika teringat Pedang Penguasa Malam yang berada dalam genggamannya, pedang pusaka ini seharusnya mengguncang dunia persilatan bukan jatuh bersamanya ke Jurang Kabut Akasia.
Jika difikir kembali, kehidupan kedua yang Evindro dapatkan ternyata lebih singkat dari perkiraannya namun dia mengalami banyak hal yang tidak dia duga juga sebelumnya. "Kurasa... Ini bukan kehidupan yang buruk..."
Sebuah ingatan lainnya mulai mengisi fikiran Evindro dan kali ini dia sendiripun terkejut karena tidak menduga ingatan seperti ini akan muncul di akhir hidupnya.
Dalam ingatan tersebut, seorang gadis yang terlihat berusia dua puluhan tahun sedang menoleh ke arah Evindro. Gadis tersebut memakai gaun merah bermotif garis-garis dan bunga emas yang tidak bisa ditemukan di pemerintahan Bengkulu, dia sedang berdiri di tengah ratusan burung merpati, sebagian burung masih berada di tanah sementara lainnya terbang disekitar sang gadis.
Rambut hitam kecoklatan yang lurus sepinggang terlihat begitu sesuai dengan wajah cantik yang dimiliki gadis itu, matanya yang hitam sempurna dan bercahaya dengan senyuman tipis di bibirnya.
Evindro hanya pernah bertemu sekali dengan gadis ini di kehidupan sebelumnya namun gadis itu seolah tidak pernah meninggalkan hatinya. Gadis yang sama muncul ketika dia menghadapi kematian di kehidupan pertama, sekarang gadis ini kembali hadir pada saat Evindro menghadapi kematian lainnya.
Perbedaannya, kali ini ingatan itu datang bersamaan dengan kejadian yang berlangsung belum lama ini. Ketika Evindro bersumpah di depan Jurang Kabut Akasia bahwa tidak ada gadis yang sedang mengisi hatinya.
"Dengan kata lain... tanpa kusadari, kau telah mengisi hatiku? Aku termakan sumpahku sendiri?" Evindro tertawa kecil, dia mulai merasa konyol karena terlambat menyadarinya.
Seiring tawanya, rasa sakit di seluruh tubuh Evindro mulai menghilang, perasaan yang tidak asing baginya karena ini kedua kalinya dia mengalaminya dan dia yakin ini disebabkan dirinya kehilangan darah terlalu banyak.
Mungkin karena ini kedua kalinya dia mengalami sensasi seperti ini, tidak ada rasa takut yang dia rasakan melainkan dia merasa begitu tenang dan lega seolah ada beban besar terangkat dari pundaknya.
Ada sebuah perasaan yang asing, mungkin secara tidak sadar Evindro merasa bahwa Era Kekacauan tidak akan seburuk sebelumnya meskipun dia tidak di sana untuk menghentikannya.
Asosiasi Kitab Suci pasti masih akan membantu Padepokan Al Hikmah meskipun dirinya tiada, gubernur Bengkulu dan anggota dari lima keluarga bangsawan lainnya juga akan mengalami peningkatan pesat dalam waktu sepuluh tahun ke depan sementara Padepokan Bukit Siguntang? Evindro yakin mereka akan bisa mengatasi serangan ini dengan baik.
Setidaknya, meskipun tidak bisa menghentikan Era Kekacauan, beberapa tindakannya selama ini akan memberi perubahan pada situasi yang terjadi. Evindro berharap Imam Idris, Aurora dan semua orang dekatnya akan berhasil melewati Era Kekacauan dengan baik.
Mungkin ini cara Evindro menenangkan dirinya sendiri sebelum menutup mata untuk terakhir kalinya, dia bisa merasakan nafasnya sendiri semakin lemah.
"Tidak heran ini disebut Jurang Kabut Akasia, aku sudah jatuh selama beberapa waktu tapi masih belum menyentuh dasar..." Evindro bergumam pelan, dia tidak mengingat sudah berapa lama dia terjatuh tetapi semua kilas balik yang dia lakukan memakan waktu cukup lama.
Evindro berfikir kalau lebih baik dia menghembuskan nafas terakhir sebelum menghantam dasar jurang agar tidak perlu merasa sakit yang lainnya, tetapi andaikan itu terjadi mungkin dia tetap tidak merasakan apa-apa karena sekarang pun dia sudah tidak merasakan sakit yang sebelumnya dia rasakan dari luka yang disebabkan Seruni.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments