Sinopsis:
Tertidur itu enak dan nyaman hingga dapat menjadi kebiasaan yang menyenangkan bagi banyak orang, namun jika tertidur berhari-hari dan hanya sekali dalam sebulan terbangun apakah ini yang disebut menyenangkan atau mungkin penderitaan..
Sungguh diluar nalar dan hampir mustahil ada, tapi memang dialami sendiri oleh Tiara semenjak kecelakaan yang menewaskan Ibu dan Saudaranya itu terjadi. Tidak tanggung-tanggung sang ayah membawanya berobat ke segala penjuru Negeri demi kesembuhannya, namun tidak kunjung membuahkan hasil yang bagus. Lantas bagaimanakah ia dalam menjalani kehidupan sehari-harinya yang kini bahkan sudah menginjak usia 16 tahun.
Hingga pertemuannya dengan kedua teman misterius yang perlahan tanpa sadar membuatnya perlahan pulih. Selain itu, tidak disangka-sangkanya justru kedua teman misterius itu juga menyimpan teka-teki perihal kecelakaan yang menewaskan ibu dan saudaranya 3 tahun yang lalu.
Kira-kira rahasia apa yang tersimpan..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca4851c, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 34
Aku dan Andi tidak menonton Parade Chingay ini sampai selesai, mengingat waktu Kami tidak terlalu banyak untuk menikmati waktu di Luar bersama-sama selain itu juga karena waktu telah menunjukkan pukul 16.30.
Tidak seperti tadi yang hanya berjalan dengan mengekor di belakang Andi, kini Dia menggenggam tanganku dengan begitu erat seraya berjalan beriringan tepat di sampingku.
Sebelum kembali pulang, Andi menyempatkan diri untuk mengajakku berkeliling tempat ini terlebih dahulu, dengan harapan ada penjual makanan di sekitar sini mengingat sejak sampai di sini hingga menjelang sore diriku dan Andi belum makan sama sekali.
Setelah sekian lama berjalan entah sudah berapa kilo meter jarak yang telah Kami tempuh sedari tadi, kini langkahku dan Andi pun terhenti di depan sebuah Kedai dengan tulisan 'Hainannese Chicken Rice'.
"Hainannese Chicken Rice," gumamku membaca tulisan di papan nama kedai itu.
Belum sempat Ku bergeming dari keterpukauanku, aroma harum dari rempah dan kaldu ayam yang samar-samar mulai tercium membuat perutku semakin keroncongan. Andi menoleh padaku, senyum tipis langsung tersungging di bibirnya.
Di depan sana secara kebetulan tampak antrian pengunjung dengan jumlah yang terlihat tidak begitu banyak, sehingga membuat Andi dengan sigap menarik tanganku dan berjalan barisan antrian itu.
"Bagaimana? Terlihat menjanjikan?", seru Andi yang tengah tersenyum manis diiringi kedipan sebelah matanya padaku.
Aku mengangguk cepat. "Sangat menjanjikan. Antreannya juga tidak terlalu panjang."
Tanpa menunggu lama, Andi menarikku mendekat. Genggaman tangannya masih erat, seolah tak ingin melepaskanku barang sedetik pun. Kami berdiri di belakang beberapa orang yang sudah lebih dulu mengantre, sesekali mataku melirik ke dalam kedai. Dindingnya dihiasi kaligrafi Tiongkok dan lampion merah, menciptakan suasana hangat dan otentik. Obrolan ringan berbahasa Mandarin terdengar dari dalam, menambah kesan ramai namun nyaman.
Saat giliran kami tiba, Andi memesan dua porsi nasi ayam Hainan lengkap dengan kuah kaldu dan beberapa potong ayam rebus yang terlihat sangat menggoda. Kami memilih meja kecil di sudut ruangan, dekat jendela yang menghadap ke jalanan yang mulai ramai dengan lampu-lampu kota.
"Permisi", suara bariton Seseorang mengejutkanku dan Andi yang sebelumnya tengah menikmati pemandangan di luar sana dari balik kaca transparan kedai ini.
Spontan saja Aku menoleh ke samping, dan lagi-lagi tatapan mataku bertumbuk dengan manik mata birunya.
"Kaauuu", teriak Andi yang juga tidak kalah terkejutnya.
Aku segera menggenggam tangan kanan Andi guna menenangkannya yang sepertinya sedang menahan kesal jika dilihat dari tatapan yang berubah dingin dengan pipi kemerah-merahan.
"Ekhemm, maaf mengganggu-"
"Ya", seru Andi secara spontan yang memotong ucapan Pemuda itu.
"Andi... ", rengekku pelan.
"Mungkin Kita bisa mendengarkan sedikit penjelasannya", imbuhku menatapnya dengan puppy eyes terbaikku.
Andi yang sebelumnya tampak dingin tanpa ekspresi itu pun akhirnya hanya bisa menghela napas seraya membuang muka.
"Baiklah...Lanjutkan", serunya yang masih enggan melihat ke arah Pemuda yang tengah berdiri di sampingku ini.
"Meja dan kursi yang ada di tempat ini semua sudah penuh, jadi tinggal satu kursi saja yang ada di sebelahmu ini", jelas Pemuda yang sempat bertabrakan denganku beberapa waktu yang lalu sebelum menonton Parade itu.
Spontan saja tatapanku langsung beralih mengamati sekeliling tempat ini, dan benar saja dalam waktu sekejap sedari diriku duduk sampai sekarang tempat ini telah dipenuhi Pelanggan yang tak menyisakan tempat duduk lagi kecuali satu kursi di sebelahku ini.
"Baiklah, silahkan saja bergabung di sini. Aku dan Andi tidak keberatan kok", seruku yang menatapnya dengan agak prihatin.
'Okhok okhookk'
Ku beralih menatap Andi dengan khawatir, pasalnya saja tidak ada hujan tidak ada angin tiba-tiba Saja Dia terbatuk-batuk, bertepatan disaat diriku menyelesaikan perkataanku pula.
"Kamu sakit Andi?", tanyaku dengan cemas menatapnya yang tampak mengelus dada.
"Tidak", jawabnya secara singkat padat dan jelas.
'Ada yang aneh dengan Andi, mengapa hari ini suasana hatinya berubah-ubah dan sekarang jelas sekali Dia batuk-batuk tapi saat Kubertanya baik-baik malah dijawab tidak, dengan nada dingin pula' gerutuku dalam hati.
Segera Ku tepis rasa kesalku dengan melihat ke arah lain yang ternyata telah ditempati oleh Pemuda asing itu. Tampak Pemuda asing itu memandangku balik dengan senyuman manisnya yang membuatku agak salah tingkah.
"Ekhemm, sudah dua kali Kita bertemu, tapi tidak ada yang tahu nama masing-masing", ucap Pemuda asing itu yang mencoba mencairkan suasana.
"Eh, iya", jawabku agak gaguk.
"Namaku Devin", seru Pemuda itu seraya mengulurkan tangan padaku.
Belum sempat Ku balas uluran tangannya, tiba-tiba saja tangan Andi sudah meraih dan menjabat tangan Pemuda itu.
"Andi dan yang di sebelah ini NONAKU Ara", seru Andi dengan penekanan intonasi pada saat penyebutan diriku.
Lantas saja Kupandangi Andi dengan begitu kesal sembari menggembungkan pipiku dan memayunkan bibirku. Sedangkan Si empunya yang dipandangi tidak merasa sama sekali, Boro-boro merasakan kekesalanku walau melirikku sebentar saja tidak. Malahan yang ada justru kedua makhluk di depanku itu saling menatap dengan tatapan datar yang sulit diartikan.
Tak lama kemudian, hidangan kami semua datang di saat yang bersamaan. Nasi putih yang pulen dan wangi, diapit oleh potongan ayam rebus yang disiram saus kecap asin gurih, irisan timun segar, dan semangkuk kuah kaldu bening yang mengepul.
Sungguh menggugah selera makanku yang sedari tadi terdiam dengan perut keroncongan mengamati kelakuan randowm kedua Pemuda di depanku ini. Sebelum Kuraih sendok makanku, sempat Ku lirik Andi dan Devin yang sudah berhenti bertingkah sinis, tidak jauh beda dengan diriku, Mereka juga menatap hidangan di meja ini dengan tatapan berbinar-binar.
"Selamat makan," ucap Andi yang tanpa basa-basi lagi segera meraih sendoknya.
Aku tersenyum, sembari memasukkan suapan pertama ke dalam mulutku. Rasa gurih dan lembut ayam berpadu sempurna dengan nasi yang kaya rasa. Kelelahan setelah seharian berjalan seolah sirna berganti kehangatan yang menjalar di setiap suapan.
"Wahh, Ini enak sekali, Andi. Terima kasih sudah mengajakku ke sini." ucapku disela-sela kunyahanku. Andi hanya tersenyum, mengamati ekspresiku dengan tatapan lembut.
"Aku senang kalau kamu suka. Setidaknya, perut kita terisi sebelum pulang", ujarnya yang menatapku dengan ekspresi sendu.
Dia kemudian mulai makan dengan lahap, sesekali melirikku, seolah memastikan Aku juga menikmati hidangan itu. Di tengah hiruk pikuk kedai, momen makan malam sederhana ini terasa begitu intim, seolah hanya ada Kami berdua di sana, berbagi kehangatan dan kebahagiaan yang tak terucapkan.
...***...
Sementara itu sebuah mobil menepi di depan halaman Rumah Seseorang, tak berselang lama pintu mobil itu terbuka dengan menampilkan Sesosok Pria berbadan tegap keluar dari dalamnya.