Setelah menangkap basah suaminya bersama wanita lain, Samantha Asia gelap mata, ia ugal-ugalan meniduri seorang pria yang tidak dikenalnya.
One Night Stand itu akhirnya berbuntut panjang. Di belakang hari, Samantha Asia dibuat pusing karenanya.
Tak disangka, pria asing yang menghabiskan malam panas bersamanya adalah CEO baru di perusahaan tempat dirinya berkerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
5. Terulang Lagi
Samantha terkapar tidak berdaya di atas kasur, tubuhnya terasa remuk redam, sulit bergerak, hanya mampu menggigit bibir, menatap nanar punggung penuh otot sang pria besar yang bangun meninggalkan ranjang pergulatan mereka menuju kamar mandi.
Samar, terdengar gemericik air shower dari balik pintu kamar mandi yang tertutup rapat.
"Padahal, aku sudah bilang, kalau ituku masih sakit, tapi laki-laki itu tidak perduli..."
Samantha berusaha bangun dengan susah payah, menuruni tempat tidur berjalan perlahan, memunguti satu persatu pakaiannya yang tersebar di lantai.
Rasanya Samantha ingin menangis saja, begitu rupanya terekspos lewat pantulan cermin besar di samping lemari pakaian, pria itu sepertinya sengaja ingin membuatnya malu, noda cap bibir yang lalu saja belum hilang sekarang ditambah lagi dengan yang baru pada leher jenjangnya.
"Giliranmu," Kiano keluar dari kamar mandi, hanya melirik sekilas pada Samantha yang tengah memeluk pakaian kerja perempuan itu yang sudah kumal akibat ulahnya.
"Andai saja aku tidak balas dendam pada mas Elias, hidup mengenaskan ini pasti tidak akan menimpaku," di bawah guyuran air shower, Samantha meratapi nasibnya.
"Sebaiknya, aku resign saja dari kantor ini. Bila tidak, aku bakal jadi bulan-bulanan pak Kiano."
"Ya, aku harus resign," putus Samantha mantap.
Selesai mengeringkan rambutnya dengan hairdrayer, Samantha bergegas keluar dari kamar mandi.
"Minum susu dan habiskan roti itu, untuk mengganti energimu yang terkuras tadi."
Samantha menatap meja, disana memang ada segelas susu dan dua potong roti panggang lengkap dengan mangkuk selainya.
"Saya tidak lapar, Pak."
"Jangan membantahku, makan sekarang."
Melihat aura dingin Kiano, Samantha buru-buru melakukan perintah laki-laki itu. Walau dengan susah payah akhirnya ia mampu menghabiskan sarapan paginya.
"Ganti pakaian kerjamu itu, aku paling tidak suka ada karyawanku yang tidak berpenampilan bersih dan rapi." Kiano menyodorkan paper bag.
"Semuanya ini juga gara-gara Anda." Samantha menerima pemberian Kiano dengan wajah masam, tapi Kiano acuh, seolah tidak mendengar.
"Satu lagi. Buang fikiranmu yang berniat resign dari kantor ini. Aku pastikan, tidak ada satu perusahaan manapun yang berani menerimamu berkerja ditempat mereka."
"Pak Kiano mengancamku?" Samantha menatap CEO-nya itu dengan raut sebal.
"Itu bukan ancaman. Bila tidak percaya, silahkan dicoba mulai sekarang," datar pria itu.
"Dasar manusia Red flag!"
Bam!
Bantingan keras Samantha pada pintu ruang kerjanya sama sekali tidak membuat perubahan wajah Kiano, laki-laki itu kembali fokus pada pekerjaannya dengan banyak hal yang menyita perhatiannya.
...____...
"Bu Citra, bila ada yang mencari saya, katakan saya ada pertemuan dengan pak Kurniawan di Mariana Hotel, sepertinya saya tidak akan kembali ke kantor sampai jam kerja usai, karena saya perlu menyambangi beberapa toko bahan bangunan, mengecek harga terbaru beberapa material."
"Baik, Bu Samantha. Oya, tadi ada dua keponakan Anda mencari. Tadi saya sudah menyuruh mereka menunggu di sini saja, tapi mereka tidak mau, mereka menunggu di pos security."
"Baik, terima kasih, saya akan segera kesana," Samantha tersenyum lalu gegas beranjak.
Dari kejauhan ia sudah melihat dua remaja kembar tidak identik berseragam putih biru berdiri dekat pos security.
"Bibi!" seru keduanya seraya tersenyum lebar.
"Kenapa tidak menemui Bibi di dalam saja? Lihat, wajah kalian sampai kemerahan seperti ini," Samantha mengusap keringat kedua keponakannya dengan tisu yang ia keluarkan dari dalam tas.
"Malu," cicit keduanya. Dua remaja itu memang sama-sama memiliki sifat pemalu.
"Katakan, ada apa kalian menemui Bibi?"
Kedua remaja itu saling pandang, ragu menyampaikan maksud kedatangan mereka.
"Ayo katakan Glen, Gwen... Tidak perlu malu. Bibi bukan pembaca fikiran, jadi mana tau apa yang kalian inginkan," ucap Samantha lembut.
"Kak Glen aja yang bilang..." Gwen kembali mencicit, seakan takut suaranya terdengar oleh para security jaga.
"Besok jadwal pertandingan aku dan Gwen di event KONI-Bayan Championship, Bibi. Tapi kami belum membayar jersey-nya, yang lain-lain sudah dibayar," ungkap Glen secepat kilat sambil melirik pos security takut didengar selain mereka.
"Berapa?" lembut Samantha lagi.
"Tiga ratus empat puluh ribu untuk aku dan Gwen, Bi."
Samantha meraih dompetnya, menarik semua uang kertas pecahan seratus ribuan, menggulungnya cepat dan menyelipkannya ke tangan Glen.
"Ini kebanyakan, Bibi" Glen menatap Samantha kaget.
"Tidak mengapa, sekalian buat jajan kalian berdua selama event. Maaf ya, Bibi tidak bisa menyaksikan kalian bertanding besok. Doa Bibi, kalian juara dan mendapat emas.
"Amin, terima kasih, Bibi," kedua remaja usia empat belas tahun itu gegas mencium punggung tangan Samantha sebelum pergi.
"Kalian berdua hati-hati, jangan ugal-ugalan bawa sepedanya ya Glen."
"Iya, Bi. Babai...."
Samantha tersenyum, membalas lambaian tangan keduanya. Hatinya menghangat melihat dua keponakannya itu yang saling menyayangi, kemana-mana selalu berdua.
Tin! Tin! Tin!
Samantha menoleh ke arah mobil yang terus membunyikan klaksonnya, padahal setahunya ia tidak sedang berada pada lintasan yang bisa menghalangi mobil yang akan lewat di depan pos jaga.
"Masuk!" Dari belakang kemudi, Kiano memberi perintah.
"Mau apa lagi laki-laki ini?!" Samantha gemas, tapi berusaha menahan diri.
"Maaf, pak Kiano. Saya sudah ada janji bertemu dengan pak Kurniawan siang ini."
"Saya antar kamu."
"Tapi saya bawa mobil sendiri, Pak."
"Jangan membantahku. Buruan masuk," Kiano membuka pintu mobil di sampingnya.
"Oh Tuhan, harus aku apakan manusia pemaksa ini?!"
Samantha menggerutu di didalam hati, tapi tetap patuh.
"Pasang sabuk pengamanmu dengan benar."
Samantha tidak menyahut, tapi tangannya bergerak cepat, memasang sabuk pengaman pada tubuhnya.
✍️ Bersambung...
syang.. aku ijin pergi ke sana yaa... semangat kerjanya.. papay.. muaahh/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer/