NovelToon NovelToon
Di Bawah Aturan Suami Baruku

Di Bawah Aturan Suami Baruku

Status: sedang berlangsung
Genre:Dokter / Selingkuh / Crazy Rich/Konglomerat / Konflik etika
Popularitas:6k
Nilai: 5
Nama Author: Ziafan01

Saat Shima lyra senja seorang dokter berbakat di rumah sakit ternama, menemukan suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, dunianya hancur seketika.
Pengkhianatan itu tidak hanya merenggut pernikahannya, tapi juga rumah, nama baik, dan tempat untuk pulang.
Di titik terendah hidupnya, ia menerima tawaran tak masuk akal datang dari Arru Vance CEO miliarder dingin dengan aturan yang tidak bisa dilanggar. Pernikahan kontrak, tanpa cinta, tanpa perasaan. Hanya ada aturan.
Namun, semakin dekat ia dengan Arru, semakin ia sadar bahwa sisi dingin pria itu menyembunyikan rahasia berbahaya dan hati yang mampu merasakan semua yang selama ini ia rindukan.
Ketika pengkhianatan masa lalu kembali muncul dan skandal mengancam segalanya, Shima harus memilih: mengikuti aturan atau mempertaruhkan segalanya demi cinta.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ziafan01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PUSAT GRAVITASI

Pagi itu, aula kecil di lantai pendidikan klinik rumah sakit terasa lebih ramai dari biasanya. Barisan residen baru berdiri rapi, jas putih mereka masih kaku, wajah-wajah muda itu menyimpan campuran gugup dan antusias.

Shima berdiri di sisi ruangan, tablet di tangan, ekspresinya tenang seperti biasa. Ia mengenakan setelan dokter yang sederhana, rambut disanggul rapi tidak mencolok, tapi entah mengapa sulit diabaikan. Direktur Leonhard Whitmore melangkah ke depan.

“Selamat datang di Vance Medical Center,” ucapnya lantang. “Mulai hari ini, kalian akan belajar bukan hanya tentang ilmu kedokteran, tapi juga tentang etika, ketahanan mental, dan tanggung jawab.”

Ia berhenti sejenak, lalu menoleh ke arah Shima.

“Untuk rotasi kardiologi, kalian akan dibimbing langsung oleh Dr. Shima Lyra Senja.”

Beberapa residen langsung berbisik pelan.

“Itu dia…”

“Yang kasus operasi semalam…” 

“Masih muda tapi sudah senior…”

Leonhard melanjutkan, nadanya sedikit berubah lebih resmi.

“Sekaligus perlu saya sampaikan,” katanya, “Dr. Senja adalah istri dari pemilik rumah sakit ini, Tuan Arru Vance.”

Ruangan mendadak senyap.

Lalu bisik-bisik kembali pecah, kali ini lebih jelas.

“Istri Tuan Arru?”

“Serius?” 

“Pantas auranya beda…”

Beberapa residen perempuan saling pandang, kagum sekaligus terkejut. Residen laki-laki refleks menoleh lebih lama dari sopan santun yang seharusnya.

Shima melangkah maju setengah langkah.

Ia tidak tersenyum lebar. Tidak pula terlihat bangga berlebihan.

Ia hanya mengangguk kecil, lalu menunduk hormat.

“Terima kasih, Pak Direktur,” ucapnya tenang. “Di ruangan operasi, saya berharap status apa pun ditinggalkan. Yang saya lihat hanya kemampuan, disiplin, dan tanggung jawab.”

Nada suaranya lembut, tapi tegas. Dan justru itu yang membuat beberapa orang menelan ludah.

Di barisan kedua, seorang residen laki-laki berdiri sedikit lebih tegak dari yang lain.

Namanya Raka Adhitya.

Usianya dua puluh enam, wajahnya bersih, sorot matanya tajam tapi jujur. Sejak Shima melangkah ke depan, pandangannya tak pernah benar-benar berpaling. Bukan dengan cara tidak sopan lebih seperti seseorang yang tanpa sadar menemukan sesuatu yang membuatnya ingin memperhatikan lebih lama.

“Keren banget…” bisik residen di sebelahnya.

Raka tidak ikut berbisik. Ia hanya menatap, diam-diam terpikat pada ketenangan itu pada cara Shima berbicara tanpa perlu meninggikan suara, pada wibawa yang tidak dibuat-buat.

Shima mulai menjelaskan jadwal rotasi, prosedur visit, dan standar yang ia harapkan. Saat matanya menyapu barisan residen, pandangannya sempat bertemu dengan mata Raka.

Hanya sepersekian detik.

Shima mengangguk kecil, profesional. Raka refleks menunduk sedikit, jantungnya berdetak lebih cepat dari seharusnya.

Bukan karena ia tahu siapa suaminya. Tapi karena untuk pertama kalinya, ia melihat sosok dokter yang ingin ia jadikan tujuan bukan sekadar atasan.

Di ujung ruangan, tanpa Shima sadari, Arya berdiri memperhatikan dari kejauhan. Tangannya mengepal pelan saat melihat bagaimana ruangan itu perhatian itu berkumpul pada satu orang yang dulu ia anggap sudah ia miliki sepenuhnya.

Dan pagi itu, Shima Lyra Senja tidak hanya berdiri sebagai dokter senior. Ia berdiri sebagai pusat gravitasi tenang, tak meminta perhatian, namun semua mata tertarik padanya.

Ruang jantung lantai tujuh masih lengang ketika Shima melangkah masuk. Cahaya pagi menyelinap lewat jendela kaca besar, memantul pada monitor EKG yang masih menampilkan garis datar.

“Dr. Raka.”

Raka yang sedang mencatat refleks menoleh.

“Iya, Dok,” jawabnya cepat, sedikit terlalu cepat.

“Hari ini kamu ikut saya visit dan observasi prosedur kateterisasi. Saya mau lihat cara kamu membaca kondisi pasien, bukan seberapa cepat kamu menjawab.”

Nada Shima tenang. Tidak tinggi, tidak dingin. Tapi cukup membuat Raka mengangguk tanpa berpikir dua kali.

“Siap, Dok.”

Mereka berjalan berdampingan menyusuri koridor. Sepatu Shima berbunyi pelan, teratur. Raka berusaha menyamakan langkah, meski pikirannya terasa sedikit tertinggal.

"Kasus pertama,” kata Shima sambil membuka berkas digital, “pasien laki-laki, lima puluh delapan tahun, nyeri dada berulang, riwayat hipertensi dan diabetes.”

Ia berhenti melangkah, menoleh pada Raka.

“Apa yang paling kamu curigai?”

Raka membuka mulut, lalu menutupnya lagi. Ia tahu jawabannya ia hafal teori itu di luar kepala. Namun entah kenapa, saat Shima menatapnya dengan fokus penuh, pikirannya justru tersendat.

“Angina tidak stabil,” jawabnya akhirnya.

“Kenapa?”

“Karena nyerinya progresif, Dok. Dan faktor risikonya lengkap.”

Shima mengangguk kecil.

“Benar. Tapi jangan berhenti di diagnosis. Pikirkan apa yang bisa membunuh pasien lebih dulu.”

Kalimat itu diucapkan tanpa nada menggurui. Justru seperti pengingat yang halus namun tajam.

Raka menelan ludah.

“Infark miokard akut.”

“Kita satu halaman.”

Shima kembali melangkah. Raka mengikutinya, berusaha fokus pada berkas di tangannya namun setiap kali Shima berbicara, perhatiannya seperti ditarik ke sana.

Cara Shima menjelaskan tidak bertele-tele. Kalimatnya pendek, tepat sasaran. Setiap kata terasa sudah ditimbang sebelum keluar. Dan anehnya, Raka merasa ingin mendengarnya lebih lama.

Di depan ruang pasien, Shima berhenti.

“Kalau kamu ragu, jangan pura-pura yakin,” katanya pelan. “Di jantung, satu detik sok tahu bisa jadi satu nyawa.”

Raka mengangguk.

“Iya, Dok.”

Ia menyadari dirinya menatap terlalu lama. Cepat-cepat ia mengalihkan pandangan, merasa sedikit bodoh dengan detak jantungnya sendiri yang mendadak tak teratur.

Saat visit berlangsung, Shima memeriksa pasien dengan cekatan, sesekali bertanya pada Raka dan setiap kali itu terjadi, Raka menjawab sebaik yang ia bisa, meski pikirannya terus terpecah antara ilmu dan kekaguman yang tak ia minta.

“Catat EKG jam sepuluh, bandingkan dengan yang kemarin,” ujar Shima sambil melepas sarung tangan.

“Iya, Dok.”

Shima menoleh, memperhatikan ekspresi Raka sejenak.

“Kau kelihatan tegang.”

Raka terkejut.

“Ma… maaf, Dok.”

Shima tersenyum tipis. Bukan senyum ramah yang mengundang, melainkan senyum singkat seorang mentor.

“Tenang saja. Semua residen begitu di hari pertama.”

Ia melangkah pergi, meninggalkan Raka di ruang pasien dengan catatan di tangan dan dada yang terasa hangat aneh.

Raka menatap punggung Shima yang menjauh. Bukan hanya karena ia cantik. Bukan pula karena statusnya.

Tapi karena untuk pertama kalinya, Raka merasa ingin menjadi dokter yang lebih baik hanya agar pantas berdiri di ruang yang sama dengannya.

Dan itu membuatnya sadar, dengan pelan tapi pasti, bahwa ketenangan Dr. Shima Lyra Senja adalah hal paling berbahaya yang pernah ia temui di rumah sakit itu.

Siang turun perlahan di rumah sakit. Cahaya matahari menembus kaca besar di nurse station, membuat lorong terasa lebih terang dan lebih terbuka.

Shima berdiri di depan monitor, membahas hasil lab pasien dengan Raka.

“Troponinnya naik tipis, tapi belum cukup untuk kita ambil tindakan invasif hari ini,” ujar Shima sambil menunjuk layar. “Kita observasi ketat sampai malam.”

Raka mengangguk, mencatat cepat.

“Kalau nyeri muncul lagi, langsung lapor, Dok?”

“Iya. Jangan tunggu.”

Nada Shima tetap datar, fokus sepenuhnya pada pasien. Dan justru di situlah Raka merasa semakin tertarik pada keteguhan yang tak mencari perhatian.

Langkah sepatu terdengar mendekat.

“Dokter Senja.”

Seorang perawat datang membawa sebuah box makanan eksklusif, tertata rapi, masih hangat.

“Ini dititipkan untuk Dokter,” katanya pelan. “Dari suami Dokter.”

Raka refleks menoleh. Tangannya yang memegang pulpen berhenti di udara.

Suami.

Shima menoleh, sedikit terkejut lalu tersenyum. Senyum yang lembut, manis, tanpa usaha berlebihan.

“Terima kasih,” ucapnya.

Ia menerima box itu dengan dua tangan, sikapnya sopan, nyaris hangat. Bukan untuk pamer. Bukan pula untuk siapa pun. Hanya penerimaan sederhana.

Namun bagi Raka, pemandangan itu terasa seperti batas yang ditarik sangat jelas.

Ia diam.

Tak ada komentar. Tak ada perubahan ekspresi.

Hanya satu tarikan napas yang ia simpan sendiri.

Dia istri orang, pikirnya.

Dan aku tidak punya hak apa-apa.

Shima kembali menatap monitor.

“Kita lanjutkan nanti sore. Kamu bisa cek pasien bed lima dulu.”

“Iya, Dok,” jawab Raka cepat.

Tatapannya sempat jatuh pada box makanan di tangan Shima lalu ia menunduk, memilih jarak yang aman.

Dari kejauhan, sepasang mata mengamati.

1
Wita S
kereennnn
Sweet Girl
Siram bensin terus aja...
Sweet Girl
Buat memelihara bangkai di rumah, Laura... mending dibuang aja.
Sweet Girl
Dan bakal kehilangan Dana segar Luuu pada...
Sweet Girl
Asyeeek... beli yang kau mau, Shima...
bikin mereka yg menyakiti melongo.
Sweet Girl
Tunggu tanggal mainnya duo penghianat.
ketawa aja kalian sekarang sepuasnya, sebelum ketawa itu hilang dr mulut kalian.
Sweet Girl
Nah Lu... kapok Lu... sekalian aja seluruh Penghuni rumah sakit denger...
Sweet Girl
Kelihatan sekali yaaaa klo kalian itu bersalah.
Sweet Girl
Ada Gondoruwo🤪
Sweet Girl
Kamu pikir, setelah kau rampas semua nya, Shima bakal gulung tikar...
OOO tentu tidak... dia bakal semakin kaya.
Sweet Girl
Masuklah sang Penguasa 🤣
Sweet Girl
Dan pilihan mu akan menghancurkan mu... ojok seneng disek...
Sweet Girl
Kamu yang berubah nya ugal ugalan Brooo
Sweet Girl
Ndak bahaya ta... pulang sendiri dengan nyetir mobil sendiri?
Sweet Girl
Kok ngulang Tor...???
Sweet Girl
Wes ora perlu ngomong, Ndak onok paedaheee.
Sweet Girl
Naaah gitu dong... semangat membongkar perselingkuhan Suami dan sahabat mu.
Sweet Girl
Musuh dalam selimut, iya.
Sweet Girl
Gayamu Ra... Ra... sok bener.
Sweet Girl
Kamu jangan kebanyakan mikir tho Syma...
mending bergerak, selidiki Arya sama Laura.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!