Di Shannonbridge, satu-satunya hal yang tidak bisa direncanakan adalah jatuh cinta.
Elara O'Connell membangun hidupnya dengan ketelitian seorang perencana kota. Baginya, perasaan hanyalah sebuah variabel yang harus selalu berada di bawah kendali. Namun, Shannonbridge bukan sekadar desa yang indah; desa ini adalah ujian bagi tembok pertahanan yang ia bangun.
Di balik uap kopi dan aroma kayu bakar, ada Fionn Gallagher. Pria itu adalah lawan dari semua logika Elara. Fionn menawarkan kehangatan yang tidak bisa dibeli dengan kesuksesan di London. Kini, di tengah putihnya salju Irlandia, Elara terperangkap di antara dua pilihan.
Apakah ia akan mengejar masa depan gemilang yang sudah direncanakan, atau berani berhenti berlari demi pria yang mengajarkannya bahwa kekacauan terkadang adalah tempat ia menemukan rumah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chrisytells, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18 : Ambisi yang Disembunyikan
Malam itu, The Crooked Spoon sudah tertutup untuk umum. Sisa-sisa badai emosional dari kejadian Sinead dan Maeve masih terasa di udara, namun suasana di dalam kedai jauh lebih hangat. Lilin-lilin kecil menyala di atas meja kayu, memberikan pantulan keemasan pada cangkir-cangkir keramik yang sudah bersih.
Tiba-tiba, pintu belakang terbuka dengan bunyi gedebuk yang ceria, diikuti suara langkah kaki yang familiar.
“Woof! Woof-woof!”
Sesosok gumpalan bulu yang sangat bersemangat melesat masuk ke dalam ruangan. Itu adalah Biscotti, setelah tiga hari mendekam di klinik dokter hewan karena infeksi telinga yang membuatnya lesu, kepulangan malam ini adalah sebuah ledakan energi murni. Bulunya yang berwarna krem dan cokelat berkibar saat ia berlari memutar, ekornya bergoyang begitu cepat hingga seluruh tubuh bagian belakangnya ikut bergetar.
“Biscotti! Pelankan pengeluaran energimu, Sobat! Kau melanggar protokol ketenangan malam ini! Dan ingat, telingamu baru saja sembuh!” Fionn tertawa, mencoba menangkap anjing itu saat ia melompat ke arah Elara dengan kerinduan yang meluap-luap.
Elara, yang awalnya terkejut, berlutut dan membiarkan Biscotti menjilati tangannya. “Astaga, dia sudah pulang! Dia semakin menggemaskan, Fionn! Seperti awan yang punya kepribadian dan baru saja bebas dari penjara.”
“Tiga hari tanpanya membuat tempat ini terasa terlalu sunyi. Dokter bilang dia sudah pulih total, dan sepertinya dia ingin mengganti waktu bermainnya yang hilang dalam satu malam.” Fionn menjelaskan, matanya berbinar melihat Elara tertawa.
“Dia sangat… tidak terencana, Fionn,” Elara berkomentar sambil dengan hati-hati menggaruk area di bawah telinga cokelat Biscotti. “Lihat kakinya yang pendek ini. Dia benar-benar definisi dari kekacauan yang bahagia yang baru saja kembali ke rumah.”
“Tepat sekali. Dia tidak butuh Gantt Chart untuk tahu kapan harus merasa senang setelah sakit. Dia hanya tahu bahwa sekarang adalah waktunya untuk mencintaimu,” Fionn mendekat, meletakkan tangan di bahu Elara.
Beberapa saat kemudian, setelah Biscotti mulai tenang dan meringkuk di dekat perapian (meskipun ekornya masih sesekali memukul lantai), suasana menjadi lebih intim. Elara memperhatikan Fionn yang tampak ragu-hal yang jarang terjadi pada pria yang biasanya penuh percaya diri itu.
“Fionn? Ada apa? Kau terlihat seperti sedang memproses data yang berat,” goda Elara.
Fionn menghela napas, tangannya merogoh ke dalam sebuah laci tua di bawah meja kasir yang biasanya terkunci. “Tadi siang, saat mereka menuduhmu hanya mengincar pria kaya atau hanya peduli pada kesuksesan kota… aku merasa bersalah. Karena aku membiarkan mereka berpikir bahwa aku hanyalah pria pembuat scone yang tidak punya arah.”
Elara mengerutkan kening. “Fionn, aku tidak pernah peduli apa yang mereka pikirkan tentang posisimu—”
“Aku tahu. Tapi aku ingin kau tahu sesuatu,” Fionn mengeluarkan sebuah bingkai kayu kecil yang sudah agak berdebu. Dia mengusap kacanya dengan lengan sweternya sebelum menyerahkannya pada Elara.
Elara menerimanya dengan hati-hati. Di dalamnya terdapat sebuah sertifikat resmi dengan lambang daerah County Offaly.
...Penghargaan Kualitas Kuliner Offaly: Pemenang Kategori "KOPI TERBAIK DI OFFALY"...
Elara menatap sertifikat itu, lalu menatap Fionn dengan mata terbelalak. “Fionn! Ini… ini luar biasa! Ini dari tahun lalu?”
Fionn menggaruk tengkuknya, wajahnya memerah. “Ya. Dua tahun berturut-turut, sebenarnya. Aku menyembunyikannya di laci. Aku tidak pernah memajangnya.”
“Kenapa? Ini adalah pencapaian luar biasa! Ini adalah bukti performa yang sangat valid!” Elara berseru, jiwa perencana-nya bangga.
“Karena aku takut, Elara,” suara Fionn melembut, menjadi sangat jujur. “Aku takut jika aku memajangnya, kedai ini akan berubah. Orang-orang akan datang bukan untuk kehangatannya, tapi untuk labelnya. Aku takut aku akan mulai mengejar angka lagi, seperti di Dublin.”
Elara berdiri, memegang sertifikat itu seperti memegang dokumen triliunan euro.
“Fionn Gallagher, dengarkan aku,” Elara melangkah maju hingga mereka hanya berjarak beberapa senti. “Ambisi bukanlah musuh dari jiwa. Memiliki target untuk menjadi yang terbaik tidak berarti kau harus kehilangan dirimu. Justru, ini membuktikan bahwa kau menaruh cinta yang terukur ke dalam setiap cangkir yang kau sajikan.”
“Kau pikir begitu?” tanya Fionn ragu.
“Aku yakin! Ini bukan tentang pamer. Ini tentang menghargai tanganmu yang bekerja keras. Kau bilang kau takut menjadi seperti robot pekerja? Fionn, robot tidak bisa membuat kopi yang membuat orang merasa aman di tengah badai. Tapi pria yang memenangkan penghargaan ini bisa.”
Elara menunjuk ke dinding kosong di belakang mesin espresso. “Kita akan memajangnya di sana. Di titik koordinat yang paling terlihat oleh setiap orang yang masuk.”
Fionn tertawa kecil, ditarik oleh antusiasme Elara. “Tentu saja kau sudah menentukan koordinatnya. Apakah kau butuh penggaris laser?”
“Aku punya insting arsitektur, Tuan Gallagher. Jangan meremehkan penglihatan Planner,” balas Elara sambil menjulurkan lidah, sebuah gerakan yang sangat tidak 'Elara' yang membuat Fionn terpana.
Fionn mengambil sertifikat itu kembali, namun kali ini ia tidak menyimpannya. Ia meletakkannya di atas meja.
“Kau tahu, Elara… saat aku memenangkan itu, aku tidak punya siapa-siapa untuk merayakannya. Aku hanya pulang, minum segelas wiski sendirian, dan menyimpannya di laci. Aku merasa… jika tidak ada yang melihatnya, maka kegagalanku di Dublin masih menjadi identitas utamaku.”
Elara merasakan nyeri di hatinya. Dia memegang tangan Fionn, meremasnya lembut. “Malam ini adalah Malam Penghargaan Kedai. Hanya untuk kita. Dan Biscotti sebagai saksi ahli.”
Biscotti, seolah mengerti namanya disebut, mendongak dan mengeluarkan suara “Awoo!” yang panjang.
“Lihat? Bahkan Biscotti setuju bahwa kau adalah pemenang,” Elara tersenyum.
Fionn menatap Elara dalam-dalam. “Pencapaian terbesarku bukan sertifikat ini, Elara. Pencapaian terbesarku adalah membuat seorang wanita paling terorganisir di Dublin mau tinggal di sini dan membantuku merawat domba yang sakit. Itu adalah Kinerja Integritas tertinggi dalam hidupku.”
“Oh, berhenti menggunakan istilahku untuk merayuku!” Elara tertawa, wajahnya memanas.
“Kenapa tidak? Itu sangat efektif,” Fionn menarik Elara ke dalam pelukannya. “Dengar, aku punya ambisi. Aku ingin The Crooked Spoon menjadi jantung dari Shannonbridge. Aku ingin tempat ini menjadi tempat pertama yang diingat orang saat mereka merasa hancur. Sertifikat ini… mungkin ini adalah pengingat bahwa aku bisa membangun sesuatu yang diakui dunia tanpa harus kehilangan hatiku.”
“Dan kau akan melakukannya, Fionn. Aku akan membantumu. Bukan sebagai robot, tapi sebagai partner,” bisik Elara di dada Fionn.
Fionn tiba-tiba melepaskan pelukannya dan berjalan ke arah ponselnya. Ia mengetik sesuatu hingga terdengar musik instrumental Irlandia yang lembut namun bersemangat.
“Apa yang kau lakukan? Ini tidak ada dalam jadwal malam ini,” Elara bertanya, meskipun kakinya mulai ikut mengetuk lantai mengikuti irama.
“Jadwal malam ini direvisi,” Fionn membungkuk hormat, mengulurkan tangannya dengan gaya ksatria perdesaan. “Nona O’Connell, maukah Anda berdansa dengan pemenang penghargaan Kopi Terbaik di Offaly?”
Elara tertawa, meletakkan tangannya di tangan Fionn. “Ini sangat tidak logis. Ruangan ini penuh dengan meja, dan ada anjing yang mungkin akan menggigit kaki kita.”
“Itu namanya Manajemen Risiko Gembira, Elara. Ikuti saja kekacauan-nya.”
Mereka mulai berdansa dengan kikuk di antara meja-meja kayu. Biscotti, yang tidak mau ketinggalan, mulai berlari mengitari mereka, menggonggong ceria dan sesekali mencoba menarik ujung celana Fionn.
“Biscotti! Jangan ganggu juri penghargaan!” seru Fionn sambil berputar.
Elara merasa beban di pundaknya selama bertahun-tahun seolah luruh. Di Dublin, dia mungkin menghadiri gala mewah dengan gaun mahal dan dilengkapi sampanye, tapi dia belum pernah merasa seberharga ini. Di sini, di kedai kopi kecil yang berbau kayu manis dan bulu anjing, dia merasa seperti Rencana Utama seseorang.
“Kau tahu apa yang kurang?” tanya Elara di sela tawanya saat Fionn memutarnya.
“Apa? Analisis dampak lingkungan?”
“Bukan. Perayaan ini butuh bahan bakar.”
Fionn berhenti berdansa, matanya berbinar. “Aku punya sisa Barmbrack (roti buah tradisional Irlandia) dan krim segar di dapur.”
“Dan kopi terbaik di Offaly?” Elara mengangkat alis.
“Hanya yang terbaik untukmu, Sayang.”
Mereka duduk di meja kasir, makan roti buah dan minum kopi dari cangkir yang sama. Biscotti akhirnya tertidur lelap di atas kaki Elara, memberikan kehangatan alami yang nyaman.
Elara menatap sertifikat yang kini berdiri bersandar di mesin kopi.
“Besok pagi, hal pertama yang kita lakukan adalah memasang itu. Dan kita akan membuat pengumuman kecil di papan tulis depan,” kata Elara tegas.
“Haruskah?” Fionn tersenyum kecil.
“Ya. Biar Sinead dan Maeve tahu bahwa pria yang mereka remehkan adalah pria yang diakui oleh seluruh daerah. Dan biar mereka tahu bahwa wanita kota ini tahu persis bagaimana memilih investasi terbaik dalam hidupnya.”
Fionn memegang wajah Elara, jempolnya mengusap bekas air mata yang sudah kering dari kejadian siang tadi. “Terima kasih telah melihatku, Elara. Bahkan saat aku sendiri menutup mata terhadap kemampuanku.”
“Terima kasih telah membiarkanku masuk ke dalam kekacauan-mu, Fionn. Ini adalah tempat yang paling masuk akal yang pernah kutemui.”
Malam itu berakhir dengan keheningan yang indah. Tidak ada lagi ketegangan, tidak ada lagi rasa malu. Hanya ada dua orang, seekor anjing yang terlalu bahagia, dan sebuah sertifikat berdebu yang akhirnya menemukan tempatnya di rumah.