JANGAN ABAIKAN PERINGATAN!
Sadewa, putra seorang pejabat kota Bandung, tak pernah percaya pada hal-hal mistis. Hingga suatu hari dia kalah taruhan dan dipaksa teman-temannya membuka mata batin lewat seorang dukun di kampung.
Awalnya tak terjadi apa-apa, sampai seminggu kemudian dunia Dewa berubah, bayangan-bayangan menyeramkan mulai menghantui langkahnya. Teror dan ketakutan ia rasakan setiap saat bahkan saat tidur sekali pun.
Sampai dimana Dewa menemukan kebenaran dalam keluarganya, dimana keluarganya menyimpan perjanjian gelap dengan iblis. Dan Dewa menemukan fakta yang menyakiti hatinya.
Fakta apa yang Dewa ketahui dalam keluarganya? Sanggupkah dia menjalani harinya dengan segala teror dan ketakutan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Archiemorarty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31. SELAMAT
Udara di dalam wilayah kegelapan itu terasa pekat, lebih dari sekadar malam yang biasa. Seolah setiap tarikan napas adalah racun yang menyesap ke dalam dada, menghimpit Sadewa yang masih terkunci dalam cengkeraman tangan hitam Sulastri. Tubuh astralnya terikat, tak bisa bergerak. Sukma ibunya yang telah berhasil ia temukan kini tergeletak rapuh, seakan-akan hanya tinggal sehelai benang yang menghubungkannya pada kehidupan di dunia nyata.
Di kejauhan, gema suara Arsel, Tama, dan Andi menghilang begitu saja, mereka telah ditarik kembali ke raga masing-masing. Waktu merogo sukmo bagi mereka telah habis. Jika mereka dipaksa bertahan lebih lama, jiwa mereka bisa hancur berkeping-keping di alam gaib ini. Sadewa menyadari, kini ia benar-benar sendirian.
Sulastri atau lebih tepatnya sosok yang dipanggil Kanjeng, titisan iblis tua yang menguasai wilayah astral kegelapan itu tersenyum miring. Senyumnya tak mengandung kehangatan, melainkan terbuat dari dendam dan kebusukan yang merayap dari kedalaman paling kelam.
"Aku sudah katakan," desisnya dengan suara parau, serupa ribuan bisikan menyatu, "tak ada yang bisa keluar dari palung ini tanpa restuku. Kau bodoh, Sadewa. Kau pikir sukma ibumu bisa kau bawa pulang begitu saja?"
Sadewa menggertakkan gigi. Napasnya berat, tubuh astralnya serasa remuk oleh genggaman cakar hitam itu. "Kalau aku harus hancur di sini, aku tetap akan melindungi Ibuku," jawabnya dengan suara serak namun tegas.
Tawa Sulastri meledak. Tawa itu bagaikan guntur di dalam gua, menggema, menggetarkan dinding-dinding kegelapan. Dari tubuhnya bermunculan bayangan, wajah-wajah menyeramkan yang menangis, tertawa, meraung, seolah ribuan arwah terperangkap di dalam tubuhnya. Sadewa menutup mata, mencoba bertahan dari teror itu.
Namun tiba-tiba-
Suara dentuman keras membelah pekatnya udara. Sebuah tombak bercahaya menembus kegelapan, menghantam tubuh Sulastri tepat di bahunya. Cahaya itu menyala keperakan, menusuk hingga daging hitam yang membalut tubuh astralnya retak terbakar.
"ARGHHHHH!" Sulastri meraung keras. Suara raungan itu mengguncang seluruh palung kegelapan, membuat Sadewa hampir terlepas dari genggaman.
Sadewa terkejut, matanya terbuka lebar. Dari balik gulungan kabut pekat, muncul sosok seorang pria. Tubuhnya tegap, usianya tampak sekitar akhir dua puluhan. Rambut hitamnya sedikit tergerai, wajahnya tegas namun tenang, penuh wibawa. Namun yang paling memikat perhatian adalah matanya, mata yang berkilat keemasan, menyala seakan menyimpan cahaya matahari di dalamnya.
Ketika sosok itu melangkah mendekat, tanah kegelapan bergetar, kabut hitam terbelah seakan enggan menyentuhnya.
Sulastri mendesis, wajahnya berubah dari keangkuhan menjadi ketakutan. "Ka-kau ...," suaranya gemetar. "Tak mungkin ... Akasha ..."
Nama itu meluncur begitu saja dari mulutnya, tergetar oleh rasa ngeri.
Sadewa mendengarnya dengan samar, tapi cukup jelas. Akasha? Apa itu nama sosok yang berdiri di hadapannya?
Pria itu tidak berbicara panjang. Ia hanya menatap Sulastri dengan ketenangan yang menusuk. Gerakan tangannya sederhana, ia mengangkat sebelah telapak tangan, dan seketika puluhan tombak bercahaya bermunculan di udara, mengambang mengitari tubuhnya. Tombak-tombak itu bukan sekadar senjata, melainkan wujud dari energi gaib yang murni, yang bergetar dengan kekuatan purba.
Sulastri meraung, melangkah mundur. "Kau ... seharusnya sudah punah bersama para penjagal iblis di masa lalu! Bagaimana bisa kau masih ada, Akasha!"
Pria itu tetap tenang. Suaranya dalam, berat, namun penuh ketegasan. "Selama kegelapan masih bernafas, selama iblis masih mengikat jiwa-jiwa manusia, Akasha akan selalu ada."
Lalu, tanpa aba-aba, tombak-tombak cahaya itu melesat bersamaan, menghantam tubuh Sulastri dari berbagai arah. Ledakan cahaya membelah kegelapan, jeritan panjang Sulastri mengguncang udara. Tubuh iblis itu bergetar, pecah menjadi potongan bayangan hitam yang berusaha kabur, namun setiap serpihannya dihantam lagi oleh tombak-tombak baru.
"ARGHHHHH! AKASHAAA!" Suara raungan itu terus menggema hingga akhirnya tubuh Sulastri meledak menjadi kabut hitam, terhisap ke dalam pusaran gelap yang terbuka di bawahnya. Raungan itu lenyap, meninggalkan hanya sisa-sisa gaung mengerikan.
Kesunyian datang seketika.
Sadewa jatuh terduduk, tubuh astralnya masih gemetar. Napasnya terengah, wajahnya penuh keringat dingin meski ia tidak sedang berada dalam tubuh ragawi. Ia menatap sosok itu, sosok yang baru saja menyelamatkannya dari cengkeraman Sulastri.
Pria bermata keemasan itu berbalik, melangkah mendekatinya. Tatapannya lembut, berbeda dengan ketegasan saat menghadapi iblis tadi. Ia meraih Sadewa, menolongnya berdiri. "Kau baik-baik saja?" tanyanya singkat.
Sadewa menelan ludah, suaranya hampir tak keluar. "S-siapa kamu sebenarnya?"
Pria itu hanya menatapnya dengan tenang. "Seseorang yang masih menyimpan sisa sumpah lama. Kau akan tahu nanti, sekarang kita harus keluar dulu dari tempat ini."
Sadewa terdiam, hatinya bergetar. Ia belum benar-benar memahami, namun yang jelas pria ini bukan sembarang manusia. Ada aura kekuatan purba yang memancar dari dirinya. Seolah jika Sadewa di suruh tunduk, maka tanpa banyak kata Sadewa pasti akan tunduk padanya tanpa paksaan.
Pria itu lalu menoleh pada sukma ibunda Sadewa yang masih terbaring lemah. Dengan satu gerakan tangannya, ia mengangkat sukma itu, menyelimutinya dengan cahaya lembut.
"Ibumu akan kembali. Dan begitu pula dirimu. Jadi jangan khawatirkan apa pun lagi. Kalian sudah selamat," kata sang pria.
"Bisa ... bisa kamu mengantarkannya?" suara Sadewa lirih, penuh harap.
Pria itu mengangguk pelan. "Mari, jangan jauh dariku atau kau akan tersesat di alam ini."
Pria itu kemudian melangkah membawa Sadewa dan sukma ibunya keluar dari palung kegelapan itu. Jalan setapak cahaya terbentuk, membelah kabut pekat. Sadewa mengikuti langkahnya, seolah dipandu keluar dari neraka.
Di dunia nyata, tubuh Sadewa bergetar hebat di dalam kosan mewah tempat Arsel, Tama, dan Andi menunggunya. Eyang yang duduk di sampingnya terus merapal doa, wajahnya penuh kekhawatiran.
"Sadewa, kembalilah, Nak," bisik Eyang dengan suara bergetar.
Arsel dan Tama menahan napas, Andi berjalan mondar-mandir gelisah. Mereka baru saja ditarik paksa kembali ke tubuh masing-masing, meninggalkan Sadewa sendirian di alam gaib. Penyesalan tampak jelas di wajah mereka. Dan mereka tidak bisa kembali ke alam gelap itu, gerbang sudah ditutup.
Namun tiba-tiba, tubuh Sadewa berhenti bergetar. Napasnya kembali stabil. Perlahan, matanya terbuka.
"Sadewa!" Arsel langsung meraih lengannya. Tama dan Andi berlari mendekat, sementara Eyang memeluknya erat-erat dengan mata berkaca-kaca.
"Kau kembali, kau kembali, Nak. Syukurlah," kata Eyang dengan suara pecah oleh tangis lega.
Sadewa masih lemah, tubuhnya terasa berat, tapi hatinya lega. Ia bisa merasakan kehangatan pelukan itu, sesuatu yang tak ternilai dibandingkan kegelapan yang baru saja ia lalui.
Namun, di balik mereka, Sadewa melihat sosok itu. Sosok yang menyelamatkannya dari Sulastri dan palung kegelapan itu.
Pria bermata keemasan yang ia lihat, duduk tenang tak jauh dari sana. Tatapannya lurus pada Sadewa, seolah menilai, sekaligus memberi ketenangan.
Sadewa terdiam, jantungnya berdetak lebih cepat. Ia tahu, cerita belum berakhir.
2 dunia yang berbeda , percaya atau tidaknya semua kembali pada kepercayaan masing².
Cerita yang sangat apik juga alur yang tertata dengan rapi.
Semangat THOOOOORRR .. semoga masuk 10 cerita terbaik.Aamiin🤲🤲
semua kembali pada ptibadi masing²
ikutan emosi,kalut,takut n apa y,gtu lah pokoknya mah
ternyata bener kn jadi tumbal
kenapa si dewa ini