Setelah 3 tahun berpisah, takdir kembali mempertemukan Rexi dengan cinta pertamanya, Rania, yang kini tengah dilanda ujian dalam prahara rumah tangganya bersama sang suami, Raffael Senzio.
Dari pertemuan itu, Rexi mulai menyelidiki kehidupan Rania, wanita yang masih bertahta kuat di dalam hatinya. Melihat ada kesempatan, akhirnya Rexi memutuskan untuk merebut kembali cinta pertamanya.
Sementara di sisi lain, ada Raffael yang berusaha keras memperbaiki hubungannya bersama Rania dan mempertahankan keutuhan rumah tangga mereka.
Akankah cinta pertama mendapatkan kesempatan kedua? atau Rania akan memberikan kesempatan itu pada suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diana Putri Aritonang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10. Meminta Kesempatan.
Keesokan paginya, Raffael terlihat menunggu Rania keluar dari dalam kamar. Ia akan bicara dengan istrinya itu, tentang di mana Rania yang menurut Raffael hanya salah paham atas hubungannya bersama Natalie. Natalie hanya sekretarisnya, bukan selingkuhannya.
Raffael tidak bisa membiarkan masalah ini berlarut-larut. Apalagi jika keluarga besar Raksa sampai mengetahuinya. Malam itu, setelah mendapatkan surat gugatan cerai yang Rania berikan, Raffael tidak bisa berdiam diri. Ia mulai menulusuri semuanya, termasuk sudah sejauh mana gugatan cerai yang Rania layangkan.
Dan betapa terkejutnya Raffael, ketika menemukan gugatannya sudah terdaftar di pengadilan, tapi dirinya tidak mendapatkan pemberitahuan. Ternyata Rania sudah mengambil beberapa langkah di depannya, Raffael kecolongan.
Rafael berjalan mondar mandir di hadapan pintu kamar Rania. Sesekali melirik jam, dan beralih pada pintu kamar yang masih tertutup rapat. Ia tidak berniat memanggil istrinya itu, bermaksud agar Rania tidak menghindarinya, sehingga Raffael memilih menunggu sang istri dengan menutup rapat mulutnya, tapi fisiknya begitu gelisah.
Sementara Rania, ia yang sudah bangun lebih awal duduk di depan meja riasnya. Baru saja ia selesai menghubungi Kaira, saudara sepupunya sekaligus orang yang Rania percayakan sebagai kuasa hukum untuk mengurus perpisahannya bersama Raffael.
Rania menutup wajahnya dengan tangan, mencoba menenangkan diri setelah percakapan dengan Kaira.
"Kasus ini tertutup, tenang saja. Kau cukup lengkapi bukti-bukti perselingkuhannya, Kak."
Itu kalimat terakhir Kaira saat mengakhiri sambungan telepon mereka. Kalimat yang terus berputar-putar di pikirannya.
Sejujurnya Rania merasa cemas, bukan karena takut kehilangan Raffael, tapi karena takut dengan reaksi keluarga serta khalayak jika mengetahui tentang perceraian mereka. Ia tidak ingin menjadi bahan gosip, tidak ingin menjadi korban yang disalahkan.
Rania membuka wajahnya, menegakkan duduknya dan menatap ke cermin. Terlihat bayangan dirinya yang begitu lelah dan kesal. Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghadapi semua ini. Rania sudah yakin dengan keputusannya untuk bercerai, tapi masih banyak hal yang harus dipertimbangkan. Apa yang akan dikatakan kepada keluarga? Bagaimana reaksi mereka?
"Aku harus kuat," bisiknya pada dirinya sendiri. "Aku harus melakukan apa yang terbaik untuk diriku sendiri."
Tapi, keraguan masih menghantui Rania. Apakah ia sudah siap untuk menghadapi semua konsekuensi dari keputusannya ini?
Ting!
Ponselnya yang ada di atas meja berdenting. Rania membuka pesan singkat yang masuk dari nomor yang belum terdaftar di kontaknya.
"Sudah bangun, Sayang?"
Dahi Rania mengernyit dalam begitu membaca pesan singkat itu.
"Ingin sarapan bersama?"
Pesan susulan kembali masuk ke ponselnya dari nomor yang sama.
Rania mengabaikannya. Ia tahu siapa yang mengirimkan pesan seberani itu pada dirinya yang berstatus istri orang. Hingga ponsel itupun berdering. Pesan singkat tak berbalas, kini pelakunya memilih melakukan panggilan telepon. Namun, Rania tetap mengabaikannya.
Rania beranjak meninggalkan meja rias. Wanita itu keluar dari dalam kamar, dan saat membuka pintu, netranya sudah langsung bertemu dengan tatapan Raffael.
"Sayang?" panggil Raffael dengan suara yang pelan dan ragu. Tatapan dingin dari Rania membuat Raffael benar-benar kesulitan, ia menghela napas panjang sebelum mendekat dan berdiri di hadapan istrinya itu.
Tak ada tanggapan berarti, mata Rania tetap terfokus pada Raffael dengan ekspresi yang tidak berubah. Raffael merasa semakin tidak nyaman, tapi ia tetap berusaha untuk berbicara pada istrinya.
"Sayang, aku tahu kau marah, tapi tolong dengarkan aku. Aku ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi," kata Raffael dengan suara yang lembut. Raffael ingin meraih tangan Rania untuk ia genggam, tapi istrinya itu langsung menghindar, membuat Raffael tertunduk.
Rania mengangkat alis, ekspresinya sedikit mengejek. "Apa lagi yang ingin kau jelaskan?"tanyanya menantang. "Tentang bagaimana kau dan Natalie yang hanya memiliki hubungan sekedar rekan kerja saja? Tentang bagaimana kau tidak melakukan apa-apa dengan dia?"
Raffael merasa tersinggung dengan ucapan Rania, tapi ia mencoba untuk tetap tenang. "Rania, aku tidak berbohong. Aku memang memiliki hubungan dengan Natalie, tapi bukan seperti apa yang kau pikirkan, Sayang. Aku bisa menjelaskannya jika kau mau mendengarkan."
Rania tertawa pendek, suaranya semakin dingin. "Aku tidak ingin mendengar apapun. Apa yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Itu sudah cukup untukku."
Rania melewati Raffael, tapi dengan cepat Raffael menahannya. "Aku mohon dengarkan aku dulu, Sayang. Kau salah paham!"
Rania menjatuhkan pandangannya, netranya berkilat tajam pada tangan Raffael yang mencekal pergelangan tangannya.
Melihat tatapan itu, Raffael lekas melepaskannya. Tapi, bukan untuk membiarkan Rania beranjak, melainkan untuk beralih menggenggam tangan Rania dan Raffael langsung berlutut di hadapan istrinya itu.
Gerakan Raffael begitu tak terbaca dan tiba-tiba, Rania sampai terkejut, matanya melebar karena tidak menyangka Raffael akan melakukan hal seperti itu.
"Aku mohon dengarkan aku, Sayang. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Aku tidak ingin berpisah denganmu. Aku tidak bisa."
Suara Raffael begitu penuh dengan permohonan. Raffael mendongak menatap Rania yang tidak bisa menyembunyikan keterkejutan dari wajahnya.
Raffael semakin erat menggenggam tangan istrinya itu. "Aku tahu aku tidak sempurna, begitu juga dengan rumah tangga kita selama ini. Aku tahu aku telah membuat kesalahan, Sayang. Tapi aku mohon jangan seperti ini. Aku tidak ingin berpisah denganmu. Aku mencintaimu, Rania. Aku tidak ingin kehilanganmu," kata Raffael dengan netranya yang sudah memerah ingin menangis.
"Aku mohon, beri aku kesempatan, Sayang. Jangan akhiri rumah tangga kita. Aku bersumpah. Kau adalah wanita yang aku cintai. Tidak ada wanita lain dalam hidupku selain kamu."
Tatapan lekat Raffael terkunci pada mata istrinya yang begitu rumit. Perasaan campur aduk kini melingkupi hati Rania. Raffael sebelumnya tidak pernah menyatakan perasaannya seintens ini.