Terpaksa Menjadi Pengganti Kembaranku

"Permainan apa lagi yang wanita itu mainkan sekarang?"

Geeta Sylvain, wanita paruh baya yang menjadi ibu dari Leon itu menggerutu pelan, duduk di sofa ruang tamu bersama putrinya-adik Leon, Isvara Sylvain.

"Apakah menurut Mama kali ini kakak ipar kembali berpura-pura?" tanya Isvara.

Kabar tentang Angelika yang mengalami kecelakaan serta hilang ingatan sudah sampai di telinga mereka berdua. Nyonya Geeta bahkan menyempatkan diri datang ke rumah sakit untuk melihat keadaan menantunya.

"Mama tidak yakin," jawab Nyonya Geeta diakhiri hembusan napas cepat.

Nyonya Geeta melipat kedua tangannya, menunggu kepulangan Leon di rumah sang putra setelah mendapatkan kabar dari putranya bahwa Angelika akan pulang siang ini.

"Mobil yang dikemudikan kakak ipar rusak parah, rekaman CCTV yang menangkap saat kecelakaan itu terjadi juga sudah kita lihat, rasanya itu terlalu nekat jika kakak ipar melakukan itu hanya karena ingin meminta sesuatu pada Kak Leon," ucap Isvara lagi.

"Mama tentu tidak lupa jika Kak Leon selalu memberikan apa saja yang kakak ipar minta. Jadi, kakak ipar tidak perlu menciptakan drama kecelakaan dan hilang ingatan hanya untuk meminta sesuatu," Isvara menambahkan.

"Termasuk memberinya kebebasan yang membuat wanita itu bermain api di belakangnya, dan parahnya bocah itu tidak sadar jika istrinya pernah bersama pria lain," Nyonya Geeta mendengus kesal.

"Bukan tidak mungkin kecelakaan kali ini akan dia jadikan sebagai tameng untuk menutupi perbuatannya. Dan Leon tidak akan percaya dengan apa yang Mama katakan, terutama setelah Mama kehilangan semua bukti yang Mama dapatkan bahwa Angelika berselingkuh."

Masih segar dalam ingatan Nyonya Geeta saat ia secara tidak sengaja melihat Angelika-menantunya bersama pria lain satu tahun lalu di sebuah pusat perbelanjaan. Saat itu, ia menegur menantunya, mengingatkan Angelika tentang statusnya yang sudah bersuami dan memiliki seorang putra.

Namun, yang ia dapatan justru perlakuan kasar dari Angelika. Dan saat ia mengatakan semua yang ia lihat serta apa yang Angelika lakukan terhadap dirinya pada sang putra, Angelika justru membalik keadaan dengan mengatakan bahwa dirinya tidak menyukai Angelika yang membuat Leon segera membela istrinya.

Dan kali ini ia curiga jika menantunya kembali melakukan kesalahan yang sama, yaitu bersama pria lain dan menjadikan kecelakaan sebagai alat untuk menutupi keburukan yang menantunya lakukan.

"Kakak ipar memang sangat pandai bersandiwara," Isvara menimpali, menyadarkan Nyonya Geeta dari lamunan singkat yang sempat datang.

"Aku bahkan sampai berulang kali dibuat kesal olehnya, dan dia selalu melimpahkan kesalahannya padaku. Sebanyak apapun aku mengatakan tentang sikap asli kakak ipar, kak Leon tidak percaya padaku karena kakak ipar akan merayu kakak dengan kecantikannya."

"Tapi... Berpura-pura kecelakaan dan hilang ingatan sangat beresiko, Ma," tambah Isvara kemudian.

Nyonya Geeta terdiam. Dalam benaknya ia membenarkan apa yang putrinya ucapkan. Ia juga sudah melihat langsung bagaimana keadaan Angelika meski tidak lama. Semua luka yang ada di tubuh Angelika, serta sorot asing yang Angelika perlihatkan sangatlah nyata. Angelika juga tipikal orang yang tidak mungkin merusak wajahnya sendiri, setidaknya begitulah yang Nyonya Geeta pikirkan.

"Mama hanya berharap Angelika berubah, setidaknya... demi Alan."

.

.

.

Mobil yang ditumpangi Leon, Alan dan Angelina berhenti di depan sebuah rumah berukuran besar dan mewah, mengubah suasana yang sebelumnya tenang menjadi penuh ketegangan. Beberapa orang yang bekerja sebagai pelayan di rumah itu segera keluar, berbaris menyambut kepulangan majikan mereka dengan kepala tertunduk dalam-dalam.

Namun, apa yang terjadi selanjutnya justru membuat semua pelayan termasuk kepala pelayan dari kediaman Sylvain mengangkat pandangan dan tercengang dengan apa yang mereka lihat.

Alan, tuan muda kecil mereka melangkah dengan wajah berseri, hal yang baru pertama kali mereka lihat. Dan hal yang lebih membuat semua penghuni kediaman Sylvain terkejut adalah tangan ibu dan anak yang kini saling bertaut tanpa adanya raut keterpaksaan diikuti tuan muda mereka yang merangkul istrinya. Menunjukkan sebuah pemandangan keluarga harmonis sesungguhnya.

Tiga dari mereka bahkan terang-terangan mengucek kedua mata mereka, seakan ada yang salah dengan penglihatan mereka. Sebagian lagi membuka mulut tanpa sadar.

"Ayo, Mom."

Suara riang Alan menggema, menyadarkan semua orang untuk kembali menunduk. Namun, dari tempat mereka berdiri, mereka bisa melihat sosok majikan mereka tampak berbeda.

Lebih hangat, lebih anggun, dan tanpa adanya tatapan intimidasi seperti yang biasa mereka lihat.

.

.

.

"Mom..."

"Ya?"

Angelina segera mengarahkan pandangannya disela kegiatan makan malam yang kini tengah ia nikmati bersama keluarga kecilnya.

Sejak kedatangannya siang ini di kediaman Sylvain, begitu banyak hal yang terjadi. Semua orang yang menatapnya heran, wanita paruh baya yang menyebut dirinya sebagai ibu mertua memberikan tatapan yang sama, begitu pula wanita muda yang menyebut drinya sebagai adik Leon. Semua memberikan tatapan tak percaya saat melihat kedekatan Alan bersamanya.

Termasuk malam ini, begitu suara Alan menggema di tengah makan malam mereka yang belum selesai, ada rasa was-was menyusup di hati para pelayan tentang apa yang akan terjadi meski Leon ada di sana.

Mereka sangat paham dengan sikap Angelika yang tidak suka jika kegiatan makan malamnya terganggu meski itu oleh putranya sendiri, mereka juga tahu Angelika akan bersikap manis hanya ketika berada di depan Leon, tetapi begitu Leon tidak berada di sekitar Angelika, sifat asli wanita itu muncul.

"Uhm... Bisakah malam ini Mommy tidur di kamarku?" pinta Alan.

Seakan baru saja tersadar dengan permintaan yang ia ajukan, Alan segera menundukkan kepala. Beberapa hari berlalu di rumah sakit dan ia memang selalu datang setelah pulang sekolah dengan di jemput sang ayah, menemani sang ibu di rumah sakit saat ayahnya harus bekerja, dan pulang saat sore. Dari rentang waktu itu Alan merasakan kehangatan yang tidak pernah ia dapatkan dari ibunya selama ini. Hingga ia lupa di mana dirinya saat ini berada.

"Mommy-mu baru saja pulang, Son," Leon menegur lembut.

"Tidak apa-apa," Angelina menjawab cepat. "Aku akan tidur bersama Alan malam ini," putusnya kemudian. Jawaban yang sukses membuat Alan bersorak senang.

"Apa? Tapi..." Leon bersiap untuk memprotes, tetapi urung saat memikirkan mungkin itu yang istrinya butuhkan untuk membuat ingatan istrinya kembali.

"Baiklah..." desah Leon mengalah.

Leon tidak tahu, dalam benak Angelina, ia merasakan kelegaan luar biasa mendengar permintaan bocah laki-laki itu, satu permintaan yang justru menjadi penyelamat baginya untuk tidak berada di dalam satu kamar yang sama dengan pria itu.

Di waktu yang sama, beberapa pelayan mulai berbisik khawatir dengan apa yang akan terjadi pada majikan kecil mereka jika ibu dan anak itu berada di dalam satu kamar yang sama. Akankah nyonya muda mereka membiarkan Alan tidur di lantai seperti yang sudah pernah terjadi sebelumnya?

. . ..

. .. .

To be continued...