NovelToon NovelToon
40 Hari Sebelum Aku Mati

40 Hari Sebelum Aku Mati

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Fantasi / Reinkarnasi / Teen School/College / Mengubah Takdir / Penyelamat
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Dara

Bagaimana rasanya jika kita tahu kapan kita akan mati?
inilah yang sedang dirasakan oleh Karina, seorang pelajar SMA yang diberikan kesempatan untuk mengubah keadaan selama 40 hari sebelum kematiannya.
Ia tak mau meninggalkan ibu dan adiknya begitu saja, maka ia bertekad akan memperbaiki hidupnya dan keluarganya. namun disaat usahanya itu, ia justru mendapati fakta-fakta yang selama ini tidak ia dan keluarganya ketahui soal masa lalu ibunya.
apa saja yang tejadi dalam 40 hari itu? yuk...kita berpetualang dalam hidup gadis ini.

hay semua.... ini adalah karya pertamaku disini, mohon dukungan dan masukan baiknya ya.

selamat membaca....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Dara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 24. Parcel Mama

“Kamu yakin Rin, udah kuat masuk sekolah?”

Bu Nurma menyiapkan bekal untuk makan siang Karin dan Dimas dalam kotak makan pagi itu, setelah dengan berat hati ia harus mengizinkan Karin berangkat sekolah hari ini.

“Kuat ma, beneran kok.”

“Tapi jangan dipaksa ya. Kalau sudah gak kuat harus pulang buat istirahat.”

Nurma memberikan kotak makan siang kepada anak-anaknya.

“Iya ma, janji.”

“Hari ini pesan taxi online aja Dimas, biar kakakmu gak kecapekan.”

“Oh…siap mamaku sayang.”

Dimas nyengir menggoda ibunya. Beruntung sekali Nurma memiliki anak laki-laki yang selalu bisa ia andalkan, meskipun usianya masih belia.

“Nanti pulang sekolah mama jemput, kamu tunggu saja di lobby.”

“Ya ma.”

“Mama hari ini harus berangkat pagi, kalian habiskan sarapannya, pesan taxi online jangan lupa.”

“Ya ma.”

Dimas dan Karin menyahut bersamaan, melepas ibunya berangkat bekerja terlebih dulu.

Sudah tiga hari Karina absen dari sekolah, beristirahat di rumah tanpa melakukan kegiatan apapun membuatnya sangat bosan. Bahkan tiga hari ini ia tidak sempat membuka ponselnya karena lebih banyak tidur, pengaruh obat yang ia konsumsi.

Ya, handphone. Karina teringat.

Sudah tiga hari ini ia lupa meletakan ponselnya di saku rok sekolah terakhir yang ia pakai.

“Dimas, pesen taxi pakek HP lu aja, Hp gue lupa gue taroh mana. Gue cari dulu.”

Karina bergegas menuju kamar mencari ponselnya, dua hari tidak disentuh benda itu. Bahkan ia tak yakin menyimpan ponselnya dimana. Mungkin juga baterainya sudah habis. Baju seragam terakhir yang ia pakai ternyata sudah tidak ada lagi di gantungan, sepertinya sudah diambil ibunya untuk dicuci.

“Duh dimana ya?”

Gumamnya sambil menggeledah lacinya. Beberapa barang ia keluarkan dari laci namun benda yang ia cari belum terlihat.

“Kak, buruan. Taxinya dah mau sampai!!”

Dimas berteriak dari ruang makan.

“Ya bentar !”

Karin menyerah, alih-alih menemukan ponsel yang ia cari, matanya tertuju pada sebuah buku tabungan yang beberapa hari yang lalu diberikan oleh tante Nurul, ibu dari sahabatnya Nia. Ia terdiam sejenak, tertegun menatap buku itu.

“Kak buruan, udah datang ini.”

“Iya….”

Karin mengambil buku itu, tanpa sadar. Memasukan kedalam tas sekolahnya.

**

“Ni, lu pulang sekolah mau kemana?”

Karina dan Nia mengemas buku-buku pelajaran ke dalam tas bersiap untuk pulang.

“Belum ada sih. Kenapa? Mau dianterin pulang?”

“Gak usah, nanti mamaku jemput kok. Gue Cuma mau minta tolong ama lu.”

“Minta tolong apaan Rin?”

Karina mengambil buku tulis, membuka bagian tengahnya lalu mencabut satu pasang kertas disisi tersebut. Menulikan sebuah alamat yang ia temukan di balik kotak kardus yang ia temukan beberapa hari yang lalu.

“Gue nemu alamat ini di box kardus tempat gue bawa barang-barang peninggalan papa dari Bandung. Tapi gue gak tau alamat ini ada di Bandung atau bukan. Gue minta tolong dong, tanyain nyokap lu soal alamat ini.”

Nia menerima kertas itu lalu, membaca dan mengernyitkan dahinya.

“Kenapa lu gak nanya ke nyokap lu aja? Kan nyokap kita sama-sama dari Bandung. Siapa tau nyokap lu inget alamat ini dan lu bisa dapet petunjuknya.”

“Hmm…”

Karina mengendus lemas, menyandarkan punggungnya pada bangku belajarnya.

“Nyokap gue sementara ini ngelarang gue buat nyariin papa, takut gue sakit lagi kaya kemaren. Makanya gue harus diem-diem buat saat ini. Ini aja gue minta pulang naik taxi gak dibolehin, takut ngelayap kemana-mana kali.”

Nia terkekeh mendengar pengakuan Karina, disatu sisi ia merasa kasian karena sahabatnya yang energic ini mendadak sakit dan harus menjadi ‘tahanan rumah’ ibunya. Disisi lain ia merasa lega karena dengan begitu ia bisa melihat Karin beristirahat.

“Jangan ketawa lu, tega dah.”

“Iya…iya… gue bantu. Tar gue tanyain nyokap gue.”

“Makasih ya cyiiiiint….”

“Sama-sama tsaaaayy..”

Mereka berdua tertawa bersama, hal yang selalu dirindukan oleh Karina. Bercanda bersama sahabatnya Nia. Beberapa hari tidak berjumpa rasanya sudah sangat menyiksa bagi Karina dan Nia. Dua sahabat yang terbiasa berbagi suka dan duka sejak masih kecil.

“Kenapa lu bilang dari kemaren aja sih di WA. Kan bisa langsung gue tanyain ke nyokap kemaren?”

Ya, Karin kembali teringat ponselnya yang beberapa hari ini tidak terlihat. Ia bahkan lupa kapan dan dimana terakhir ia memegang ponsel itu.

“Ah iya, HP gue lagi gak tau kemana nih. Gue cari tadi pagi gak ketemu.”

“Hilang?”

“Gak tau. Sejak terakhir gue sekolah, gue gak sempet pegang HP. Kerjaan gue Cuma makan, minum obat, teller deh gue tidur lagi.”

“Ya elah, di inget-inget deh lu taroh mana.”

“Iya, tar gue cari deh. Udah yuk balik, takut mama udah nungguin di depan.”

Dua sahabat ini berjalan menuju lobby sekolah bersamaan, sambil bercerita melepas rindu setelah sekian hari tidak bersama. Lalu berpisah di halaman sekolah setelah Nurma menjemput Karina.

“Nia, mau bareng aja pulangnya?”

“Gak usah tante, Nia masih mau mampir ke toko buku dulu.”

Tolak Nia sambil mengerjapkan matanya memberi kode pada Karina, dan Karin tau betul itu adalah tanda ‘kebohongan’ dari Nia. Toko buku apaan, batin Karina sambil tersenyum kea rah Nia.

“Oh ya Udah, tante duluan ya Nia.”

“Mari tante, hati-hati. Dah Karin.”

Mereka saling melambai seiring mobil putih bu Nurma berlalu meninggalkan Nia yang masih melambaikan tangannya.

“Kita jemput Dimas dulu kan ma?”

“Enggak, dimas hari ini mau futsal katanya. Kita mampir florist dulu sebentar ya. Mama masih ada janji sama client sebentar.”

**

Karina duduk di meja kerja ibunya, sementara ibunya berbincang dengan tamu di ruang tamu tokonya. Menunggu sungguh membosankan, terlebih ia tak membawa ponsel untuk sekedar hiburan. Dua karyawan ibunya sibuk merangkai bunga pesanan yang akan diambil sore ini.

Mati gaya, tablet di meja kasir sudah bolak balik ia mainkan sampai bosan. Lama sekali tamunya tidak pulang-pulang, batinnya. Segala hal yang tertangkap matanya sudah ia pegang, ia bolak balik untuk sekedar membuang rasa bosannya. Bahkan sampai buku buku catatan penjualan dan pesanan di meja itu.

“Kenapa mama sering banget nerima parcel kue?”

Ia bergumam, saat melihat sebuah buku catatan di meja. Hampir setiap pesanan dan kiriman apapun dari client tercatat rapi dalam catatan itu.

Candra Kirana, nama pengirimnya. Setia sekali sepertinya client mama satu ini. Sampai hampir setiap bulan mengirimkan makanan.

“Rin, mama sudah selesai. Ayo pulang.”

Karin terhenyak, kaget dengan suara ibunya yang sudah berada di sampingnya, mengemas tas beberapa lembar map. Ia mengangguk dan mengikuti langkah ibunya menuju mobilnya setelah beberapa saat sebelumnya berpamitan dengan kedua karyawannya.

“Pelanggan mama banyak ya ternyata.”

Dalam perjalanan pulang Karina teringat buku catatan penjualan yang ia temukan di meja saat menunggu ibunya tadi.

“Ya, syukur lah cukup untuk hidup kita dan menghidupi anak-anak toko.”

Sahut ibunya tersenyum.

“Candra Kirana itu siapa ma? Tiap bulan kirim parcel. Setia banget pelanggan mama.”

“Oh, kamu lihat di catatan toko ya? Itu bukan pelanggan mama. Jadi, dulu mama pernah nolong orang yang hampir kecelakaan. Sejak saat itu, hampir tiap bulan dia selalu kirim parcel ke toko. Kadang kue, kadang pudding.”

“Mama tau dari mana kalau itu dari orang yang mama tolong?”

“Ada dikasih pesan dulu, katanya makasih ya bu, sudah menolong saya, gitu.”

Karin mengangguk-angguk. Ternyata kisah-kisah seperti itu betul adanya, bukan hanya di sinetron, batin Karin.

“Emang itu kapan kejadiannya ma? Kok Karin gak tau?”

“Erm, belum lama, belum ada satu tahun ini.”

“Dimana kejadiannya?”

“Itu deket tukang es buah langganan adikmu.”

Karin manggut-manggut saja, sementara ibunya hanya tersenyum diberondong pertanyaan oleh putrinya sambil menyetir.

“Kue dan pudingnya enak lho Rin, kapan-kapan kita cari tokonya ya. Erm, namanya kalau gak salah Istana Puding atau apa gitu.”

“APA??”

Karin berteriak sambil melotot kaget mendengar ibunya menyebutkan nama toko kue asal kiriman-kiriman itu, membuat ibunya nyaris menginjak pedal rem mendadak karena terkejut mendengar anaknya menjerit heboh.

***

1
Soraya
apa mungkin Pak bewok penjualan es itu budiman
Soraya
mampir thor
🔥_Akane_Uchiha-_🔥
Sangat kreatif
mamak
keren mb Dy,
Tiga Dara: hey... sapa nih??
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!